Makassar, Sulawesi Selatan (ANTARA News) - Garda Tipikor Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin mengecam langkah DPR menetapkan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) melalui hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berkaitan dengan megakorupsi e-KTP yang diduga melibatkan anggota DPR.

"Kami menghargai hak angket yang dimiliki DPR sebagai bentuk pengawasan, tetapi sangat tidak tepat penggunaannya terhadap KPK, karena merupakan suatu bentuk intimidasi politik," tegas Ketua Garda Tipikor Andi Rifqi Nur Mukhtar di Makassar, Sabtu.

Dia mengecam keras penggunaan hak angket terhadap lembaga antirasuah ini karena sangat bertentangan dengan aspirasi rakyat.

Organisasi ini menilai pengungkapan rekaman Miryam kepada publik seperti diinginkan beberapa kalangan DPR, dapat menghambat proses penegakan hukum yang berjalan sekarang ini.

"Melihat materi angket DPR terhadap KPK yang sarat kepentingan, kami sebagai masyarakat sipil mengecam pelemahan KPK, dan jelas itu dipertontonkan ke publik secara terbuka," kata Andi.

Dia menyebut kedudukan DPR sebagai pelaksana kedaulatan rakyat yang semestinya menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat sangat bertentangan dengan penyetujuan DPR untuk hak angket terhadap KPK.

Salah satu materi angket DPR terhadap KPK, yakni pengungkapan rekaman Miryam, dinilai Andi bertentangan dengan pasal 17 nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik.

"Pernyataan kami ini merupakan suatu bentuk representasi suara rakyat karena kinerja KPK selama ini menjadi tumpuan masyarakat dalam mencari keadilan," tegas dia.

Jumat kemarin DPR RI menyetujui hak angket terhadap KPK dalam kaitannya dengan proses pengungkapan dugaan korupsi e-KTP.

Pewarta: Darwin Fatir
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017