Kementerian Dalam Negeri menyatakan Tuan Hartawan sebagai imigran yang tidak diinginkan sesuai dengan Bab 8 (3) (k) Undang-Undang Imigrasi, karena keterlibatannya dalam skema investasi yang curang dan aktivitas pencucian uang
Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Dalam Negeri Singapura menganggap pemberitaan media Indonesia mengenai terpidana kasus Bank Century Hartawan Aluwi yang oleh media Indonesia ditangkap di Singapura, banyak yang tidak akurat.

Untuk itu, dalam keterangan tertulis yang disiarkan dalam laman resminya www.mha.gv.sg, Kementerian Dalam Negeri Singapura menyampaikan tiga hal berkaitan dengan Hartawan.

Pertama, bahwa pemberitaan media massa Indonesia menyangkut kasus Hartawan Aluwi yang didasarkan pada kesaksian yang tidak akurat.

"Pernyataan (kesimpulan) ini didasarkan kepada fakta-fakta kunci dari kasus itu," tulis Kementerian Dalam Negeri Singapura.

Kedua, "Kementerian Dalam Negeri menyatakan Tuan Hartawan sebagai imigran yang tidak diinginkan sesuai dengan Bab 8 (3) (k) Undang-Undang Imigrasi, karena keterlibatannya dalam skema investasi yang curang dan aktivitas pencucian uang."

Akibatnya, Badan Pengawas Imigrasi Singapura membatalkan izin masuk (Entry Permit) Hartawan dan menyatakan kehadirannya di Singapura tidak sah, setelah Singapura memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan untuk menyampaikan representasi dan mempertimbangkannya.

Kemudian, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Singapura, Hartawan mengajukan banding ke Kementerian Dalam Negeri terhadap keputusan Pengawas Imigrasi itu.

"Setelah mempertimbangkan dengan saksama representasi dan dokumen yang dikirimkan oleh Tuan Hartawan Aluwi, Kementerian Dalam Negeri (memutuskan) menolak banding itu," kata Kementerian Dalam Negeri Singapura dalam pernyataan tertulisnya itu.

Ketiga, pemerintah Singapura menyatakan kehadiran Hartawan Aluwi di Singapura adalah tidak sah (melanggar hukum) yang kemudian ditahan pada Kamis 21 April 2016 oleh Otoritas Imigrasi dan Pemeriksaan Singapura.

"Dia dipindahkan dari Singapura pada hari yang sama," demikian Kementerian Dalam Negeri Singapura.




Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016