Saat dunia pendidikan terhenyak dengan pelecehan seksual terhadap anak TK di sekolah bertaraf internasional di Jakarta, Muhammad Zabur (50) petani di Desa Pondokbaru, Mukomuko, Bengkulu makin bersemangat membangun sekolah gratis di desanya.

"Tahun depan sudah ada 40 orang yang siap masuk kelas satu," katanya saat ditemui di Madrasah Tsanawiyah Desa Aurcina Kecamatan Selaganraya Kabupaten Mukomuko, Bengkulu, Senin.

Dirintis sejak 2012, sekolah yang awalnya tidak diterima masyarakat itu lambat laun justru semakin diminati calon pelajar.

Berawal dari keresahannya terhadap generasi muda yang semakin tidak paham ilmu agama, Zabur mendirikan sekolah yang dinaungi Yayasan Syuhada itu.

Kebutuhan adat istiadat setempat terhadap generasi yang paham akan ajaran agama melatarbelakangi niatnya membangun sekolah swasta itu.

"Ada 12 kaum di Kecamatan Selaganraya yang setiap tiga tahun akan dipimpin kepala kaum yang wajib paham ilmu agama, ini semakin sulit dipenuhi," katanya.

Awalnya, kata Zabur, masyarakat tidak percaya bahwa seorang petani dapat mendirikan sekolah, bahkan sekolah itu tidak berbiaya, alias gratis.

Bermodal uang Rp50 juta hasil penjualan lahan dan kebun sawit milik keluarga, ayah empat anak ini membeli lahan seperempat hektare dan membangun dua ruang kelas.

Pantauan di lokasi, satu ruangan bahkan dibagi dua untuk belajar siswa kelas dua dan sebelahnya lagi digunakan untuk ruang guru.

Kondisi memprihatinkan itu tidak mempengaruhi semangat pelajar dan 10 orang guru serta staf untuk memberi dan menerima ilmu.

"Awalnya mereka tidak percaya sekolah ini, tapi saya terus berusaha, hingga 20 orang mendaftar menjadi angkatan pertama," ucapnya.

Untuk angkatan pertama itu, Zabur dan istrinya Budianti (40) bersepakat mengeluarkan dana tambahan untuk membeli seragam dan sepatu bagi calon pelajar.

Hingga saat ini Zabur tidak pernah meminta sepeser pun biaya untuk operasional sekolah dari murid-murid sekolah itu.

Bantuan biaya operasional sekolah seadanya dari Kementerian Agama yang diandalkan untuk membantu operasional sekolah.

"Selebihnya hasil panen jagung yang saya belanjakan untuk beli spidol dan kebutuhan operasional lain," katanya.

Pada penerimaan angkatan kedua, sebanyak 30 orang pelajar mendaftar ke sekolah yang berada di pinggir Desa Aurcina itu.

Kemudian tahun ketiga pada tahun ajaran baru 2014, sebanyak 40 orang calon pelajar sudah mendaftar dan berniat masuk ke sekolah gratis itu.

Seorang dari 10 guru yang mengajar di sekolah itu Syamsurizal mengatakan dirinya ikhlas membagikan ilmunya meski hanya dibayar dengan uang transportasi.

"Saya mendukung sekolah ini, karena saya punya keresahan yang sama dengan Pak Zabur, sulit mencari generasi yang bisa mengaji, ceramah hingga adzan," katanya.

Selain pendidikan agama sebanyak 12 jam per minggu, mata pelajaran lainnya di sekolah itu disesuaikan dengan kurikulum pendidikan resmi.

Dengan modal keterbatasan baik fasilitas maupun buku-buku yang sering dipinjam dari SMP Negeri 9 Kecamatan Selagan Raya, semangat belajar anak-anak di sekolah itu menurut dia sangat tinggi.

Atas saran sejumlah warga yang mendukung sekolah ini, pengurus sekolah membuka rekening atas nama Yayasan MTs Syuhada di Bank Rakyat Indonesia cabang Penarik, Mukomuko.


Pendidikan Lingkungan

Saat Antara mengunjungi sekolah itu, dokter satwa dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu Erni Suyanti Musabine dan Barlian dari Yayasan Genesis memberikan materi muatan lokal tentang hutan dan satwa dilindungi di sekolah itu.

"Kami sudah menandatangani nota kesepakatan dengan Yayasan Genesis untuk menambah pendidikan lingkungan hidup bagi pelajar di sini," kata Kepala Sekolah MTs Syuhada Nasiun.

Ia mengatakan geografi Kecamatan Selaganraya yang berbatasan dengan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) melatarbelakangi keputusan pengurus sekolah untuk memberi pendidikan lingkungan bagi pelajar.

Yayasan MTs Syuhada dan Yayasan Genesis, salah satu lembaga anggota Walhi Bengkulu, katanya, sudah mendandatangani nota kesepahaman untuk mengisi jam pelajaran pendidikan lingkungan.

"Kami sangat mendukung sekolah ini karena didirikan untuk memenuhi kebutuhan kearifan lokal, benar-benar dari rakyat untuk masyarakat," kata Ketua Yayasan Genesis Barlian.

Dokter satwa dari BKSDA Erni Suyanti Musabine yang berkesempatan mengenalkan satwa langka dilindungi yang hidup di TNKS mengatakan salut dengan pengelola dan pendiri yayasan.

"Ada juga sekolah gratis yang berdiri di tempat lain, tapi biasanya dibiayai perusahaan lain atau swasta yang ada di sekitarnya, tapi sekolah ini benar-benar gratis," katanya.

Ia juga menyambut baik pemberian materi pendidikan lingkungan bagi pelajar di sekolah itu, sehingga tercipta generasi yang pro-konservasi.

Seorang pelajar kelas dua Irianto mengatakan dirinya memilih masuk sekolah itu karena dekat dengan rumah dan gratis.

"Kalau ke SMP Negeri 9 harus punya motor karena jauh, jadi saya sekolah di sini, dekat dan gratis," katanya.

Pelajar lainnya Alfian mengaku masuk ke sekolah itu karena banyak temannya yang sudah mendaftar.

Meski awalnya ikut teman, saat ini kata Alfian ia sudah bisa mengaji, adzan bahkan menyampaikan ceramah agama.

Oleh Helti Marini Sipayung
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2014