Ingatan kolektif kolegial terkait Aceh, perlu diperkuat dengan berbagai macam tindakan
Jakarta (ANTARA) - Puluhan penyair ikut serta dalam pembuatan Antologi Puisi Bunga Rampai Puisi Indonesia menyambut 15 tahun perjanjian Damai Aceh.

"Ingatan kolektif kolegial terkait Aceh, rasanya perlu diperkuat dengan berbagai macam tindakan. Baik berupa opini, esai atau tulisan bersifat cerpen dan novel. Ingatan ini harus mampu merujuk berbagai kejadian di suatu tempat dalam satu waktu berbeda," kata inisiator pembuatan buku, Saifullah S atau yang akrab disapa Pilo Poly di Jakarta, Kamis.

Dia mengatakan antologi tersebut akan diberi judul Jakarta seperti Belanda, yang diambil dari salah satu naskah peserta, yakni puisi Fikar W Eda.

Baca juga: Wali Nanggroe: Jangan usik perdamaian Aceh

Pilo yang merupakan penyair Aceh kelahiran Pidie Jaya itu mengatakan, ide awal pembuatan antologi puisi tersebut untuk mengumpulkan sejumlah syair dalam rentang waktu sejak masa konflik, hingga perdamaian yang ditulis oleh berbagai penyair dari seluruh Indonesia.

Menurut Pilo, penyair adalah pencatat yang baik. Mereka menuliskan berbagai persoalan di berbagai tempat dan waktu berbeda, termasuk menulis puisi tentang Aceh dan berbagai masalah yang dihadapinya baik pada saat masa lalu atau masa kini.

"Buku ini, tentu saja tidak dimaksudkan untuk mengecilkan atau pun membesarkan pihak manapun. Namun bertujuan guna memugar sejarah di suatu tempat dari beberapa waktu yang telah lalu, bahkan saat Aceh sudah masuk dalam masa damai ini," jelas dia.

Baca juga: Menag sebut Aceh daerah paling aman dan damai

Apalagi, tambah penulis buku Arakundoe itu, buku itu juga dibuat untuk menyambut 15 Tahun Perdamaian Aceh pada 15 Agustus 2020.

Sebagaimana diketahui, setelah Tsunami meluluhlantakkan Aceh, beberapa bulan berikutnya, pertikaian antara RI-GAM masuk pada masa perdamaian, hingga melahirkan kesepakatan Helsinki yang ditandatangani kedua belah pihak di Helsinski, Finlandia, 5 Agustus 2005.

"Kita bahagia dengan kesepakatan damai itu. Dengan perdamaian, karena mampu menggerakkan masyarakat. Ekonomi jadi tumbuh. Masyarakat pun tidak lagi was-was untuk keluar malam, misalnya," kata Pilo, yang pernah menerima beasiswa Tempo Institute angkatan IV tahun 2017.

Baca juga: Wali Nanggroe harapkan perdamaian Aceh terus berlanjut

Diharapakan, antologi Bungai Rampai Puisi Indonesia tersebut dapat menjadi bahan untuk melihat jatuh bangunnya Aceh dari masa 1989 hingga 2005 pascapenandatanganan Momerendum of Understanding (MoU) antara RI-GAM hingga melahirkan perdamaian.

Adapun penyiar yang ikut serta dari seluruh Indonesia antara lain, Sutardji Calzoum Bachri, Zawawi Imron, Fikar W. Eda, LK. Ara, Nasir Djamil, Isbedy Stiawan ZS, Rida K. Liamsi, Ahmadun Yosi Herfanda, Fakhrunnas MA Jabbar, Salman Yoga, Husnu Abadi, Sulaiman Juned, Ayi Jufridar, Arafat Nur, Syarifuddin Arifin, Hasbi Burman, Herman RN, Ihan Sunrise, Putra Gara, Teuku Dadek dan lainnya.

Baca juga: Menjaga perdamaian menuju "Aceh Hebat"

 

Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2020