Surabaya (ANTARA) - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini melakukan sujud dua kali saat audiensi dengan para Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Jawa Timur terkait penanganan COVID-19 di Balai Kota Surabaya, Senin.

Kejadian ini berawal dari adanya keluhan salah satu dokter di RSUD dr. Soetomo yang mengeluhkan banyak rumah sakit penuh dan banyak warga Surabaya yang tidak mentaati protokol kesehatan.

Mendapati hal itu, Risma pun mendekati dokter tersebut dan bersujud di dekat kakinya. Sambil tersedu Risma menyatakan bahwa pihak Pemerintah Kota Surabaya tidak memiliki akses untuk berkomunikasi dengan RSUD dr. Soetomo yang berada di bawah kewenangan Pemprov Jawa Timur.

Baca juga: Risma keliling rumah sakit semangati dokter hingga petugas kebersihan

"Kami tidak bisa bantu ke sana Pak, padahal rumah sakit lain kami bisa," katanya.

Risma pun menjelaskan bahwa sudah berusaha menjalin komunikasi yang baik dengan pihak RSUD dr. Soetomo. Namun, ketika hendak mengirimkan bantuan alat pelindung diri (APD), pihak rumah sakit Dr Soetmo menolaknya.

Menurut dia, Pemerintah Kota Surabaya memang rutin memberikan bantuan terutama APD ke rumah sakit-rumah sakit yang ada di Kota Surabaya. Bahkan ketika ada bantuan APD dari pihak swasta, ia sendiri yang mengatur pembagian APD tersebut, sehingga tidak numpuk di Balai Kota Surabaya.

Risma mengatakan rumah sakit yang diberikan bantuan APD itu tidak pandang bulu karena hampir semua rumah sakit yang diberikan oleh Pemerintah Kota Surabaya. Namun RSUD dr. Soetomo yang menolak menerima bantuan tersebut.

Selain itu, Risma juga menjelaskan bahwa selama pandemi COVID-19 ini, Risma beserta jajaran Pemerintah Kota Surabaya sudah bekerja keras mati-matian untuk menangani pandemi global ini. Ia juga mengakui bahwa tidak ingin ada warga Kota Surabaya yang mati karena COVID-19, namun juga tidak ingin ada warga Surabaya yang mati karena kelaparan.

Baca juga: Kapasitas pemeriksaan tes usap mobil PCR BNPB di Surabaya ditambah

"Kami ini sudah bekerja keras, berat. Apa dikira saya rela warga saya mati karena COVID-19 atau mati karena tidak bisa makan?. Pak, semalam saya dan Linmas sekitar pukul 03.00 WIB, masih ngurusi warga bukan Surabaya, warga bukan Surabaya aja kami masih urus, apalagi warga Kota Surabaya," katanya.

Menurutnya, persoalan kesehatan atau COVID-19 dengan persoalan ekonomi di Kota Surabaya harus berjalan seimbang. Namun, kata dia, protokol kesehatan harus selalu diutamakan, makanya demi menjamin dan mendisiplinkan warga supaya terus menjaga protokol kesehatan, semua organisasi perangkat daerah (OPD), terutama Satpol PP terus menggelar operasi dan razia setiap harinya.

Bahkan, kata dia, jika menemui warga yang tidak memakai masker, mereka langsung menyita KTP-nya. Bagi yang tidak membawa KTP, langsung diberi sanksi sosial seperti dihukum joget di pinggir jalan, menyapu jalan dan bahkan diminta merawat pasien di Liponsos.

Pada kesempatan itu, lanjut dia, ada juga keluhan tentang rumah sakit yang penuh karena pasien itu baru dipulangkan setelah melakukan swab test atau tes usap dua kali. Sedangkan pihak rumah sakit, tidak mau memulangkan pasien tersebut karena tidak bisa diklaim ke BPJS.

Menanggapi keluhan tersebut,  Risma langsung meminta supaya pasien itu dikeluarkan. "Kalau memang tidak bisa diklaim ke BPJS, silahkan klaim kepada kami. Sejak awal saya sudah sampaikan itu," katanya.

Baca juga: Kampung Tangguh di Surabaya tunjukkan keberhasilan tangani COVID-19
Baca juga: Dinkes Surabaya bantah tak koordinasi dengan rumah sakit soal COVID-19
Baca juga: Kapasitas pemeriksaan tes usap mobil PCR BNPB di Surabaya ditambah

Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020