Dari berbagai hal yang menjadi persoalan pokok terjadi karena Pancasila kehilangan watak progresifnya.
Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyatakan tantangan utama Pancasila saat ini adalah memastikan penerapan filsafat ideologi bangsa itu dalam kehidupan bernegara karena kekuatan kapital lebih menguasai dunia politik dan ekonomi.

"Dari berbagai hal yang menjadi persoalan pokok terjadi karena Pancasila kehilangan watak progresifnya," kata Hasto Kristiyanto saat menjadi pembicara utama dalam diskusi virtual dalam rangka peringatan Bulan Bung Karno yang digelar Megawati Institute di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, Pancasila tidak dipahami keseluruhan api penggeraknya di dalam mengubah tata pergaulan hidup yang mengisap menuju kemerdekaan sejati bagi setiap warga bangsanya.

Oleh karena itu, kata Hasto Kristiyanto, Indonesia harus kembali pada khitahnya atau landasan perjuangannya dengan berhenti memakai cara pandang yang sempit.

Baca juga: Din sayangkan parpol yang usung RUU HIP

"Orang Indonesia harus memiliki outward looking (pandangan luas)," kata Hasto dalam keterangan tertulisnya.

Hasto melihat yang menjadi skala prioritas saat ini adalah menjalankan praktik gotong royong guna memercepat terwujudnya keadilan sosial di seluruh aspek kehidupan, khususnya di ranah perekonomian sebagai skala prioritas.

"Maka, konsolidasi demokrasi melalui pembumian sistem politik Pancasila dan merancang kembali sistem perekonomian nasional yang sesuai dengan spirit Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 harus ditempatkan sebagai skala prioritas," katanya dalam diskusi virtual bertema "Pancasila dalam Tindakan Politik".

Dalam konteks itu, filsafat Pancasila sebaiknya secara bersama dimurnikan dengan gotong royong politik untuk menghindari demokrasi politik yang diwarnai kapital alias kepentingan pemilik modal.

"Jadi, bagaimana kita harus bekerja memastikan demokrasi melalui hikmat permusyawaratan, dijalankan sebaiknya. Kontestasi politik dilakukan dengan adil, menghadirkan pemimpin terbaik dengan memastikan tak dipengaruhi kepentingan pemilik modal," katanya.

Hasto menilai tantangan saat ini adalah pemusatan modal ekonomi pada kelompok tertentu saja. Padahal, Indonesia memiliki Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 yang harusnya direalisasikan.

"Tantangannya, kita harus melihat ulang demokrasi kita sendiri yang sangat dikuasai oleh kekuatan kapital. Kita harus berani melihat ulang," katanya menandaskan.

Baca juga: Mahfud: Bagi Pemerintah Pancasila dimaknai sebagai satu tarikan napas

Ketika bicara Pancasila dalam tindakan, harusnya ada satu kata dan perbuatan dalam filsafat dan nilai Pancasila, yang terwujud dalam perbuatan politik.

"Bagi PDI Perjuangan, dalam konteks itu pula penguatan parpol sangat penting agar terjadinya konsolidasi demokrasi dalam spirit Pancasila supaya wajah ekonomi kita berkeadilan," kata pria asal Yogyakarta ini.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva yang juga menjadi pembicara di dalam diskusi itu menyatakan bahwa para bapak pendiri Indonesia sudah sejak awal mendesain ideologi Pancasila itu adalah antikapitalis.

"Ideologi Pancasila itu antikapitalis. Tak ada satu pun bapak bangsa kita yang membela kapitalisme," kata Hamdan.

Baginya, Pancasila mengatur bahwa Indonesia adalah negara kesejahteraan. Dalam hal ini, negara mengatur dan memberi kesempatan, terutama bagi yang kecil untuk tumbuh dan menjadi besar. Bukan berarti menolak pemilik kapital besar, melainkan Pancasila mengatur negara harus membela yang kecil.

"Lalu mana yang lebih penting, demokrasi politik Pancasila atau demokrasi ekonomi Pancasila untuk saat ini? " kata Hamdan Zoelva.

Ia melanjutkan, "Tak mungkin daulat rakyat terjadi dalam daulat demokrasi liberal kapitalis."

Baca juga: Muhammadiyah: Trisila-ekasila reduksi Pancasila

Oleh karena itu, syarat demokrasi Pancasila adalah terlaksananya terlebih dahulu demokrasi ekonomi Pancasila. Pasalnya, tanpa itu demokrasi ekonomi akan mencontoh demokrasi liberal.

"Jadi, prasyarat utama adalah ekonomi ini. Kenapa ini penting? Karena demokrasi politik pada hakikatnya adalah demokrasi yang dikuasai kepentingan modal. Hal itulah yang terjadi di demokrasi Indonesia. Kelas menengahnya sedikit, politik dikuasai pemilik modal, bersimbiosis dengan politisi," kata Hamdan menjelaskan.

Bila demokrasi ekonomi Pancasila diperkuat,  menurut dia, rakyat menjadi berdaya. Rakyat kecil yang memiliki kemandirian ekonomi akan memiliki kemandirian di dalam politik.

"Oleh karena itu, ketika arus ekonomi tak mengutamakan ekonomi berkeadilan dan kerakyatan, akan selalu terjadi gap di antara filsafat Pancasila dan dalam tindakan," katanya.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020