Silahkan Kementerian Keuangan untuk membuat keputusan masalah bayar atau tidak bayar DBH itu
Jakarta (ANTARA) - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna menyerahkan permasalahan terkait sisa kurang bayar dana bagi hasil (DBH) tahun 2019 kepada Kementerian Keuangan.

“Silahkan Kementerian Keuangan untuk membuat keputusan masalah bayar atau tidak bayar DBH itu. Tidak perlu dihubungkan oleh pemeriksaan BPK,” katanya dalam diskusi daring di Jakarta, Senin.

Baca juga: Menkeu sebut telah salurkan Rp2,6 triliun dana bagi hasil ke Pemda DKI

Agung mengatakan hal tersebut diserahkan sepenuhnya kepada Kementerian Keuangan karena tidak ada kaitannya dengan pemeriksaan atau audit yang dilakukan BPK.

“Tidak ada hubungan antara kewajiban pembayaran kurang bayar DBH oleh Kemenkeu kepada Provinsi DKI Jakarta atau pemerintah daerah mana pun dengan pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK,” katanya.

Agung mengaku telah memberikan surat kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebagai tanggapan Surat Menteri Keuangan Nomor S-305/MK.07/2020 pada 28 April 2020 lalu.

“Terkait dengan DBH yang kurang bayar hasil tahun anggaran 2019 itu kami sudah memberikan surat resmi kepada Menteri Keuangan tanggal 28 April 2020,” ujarnya.

Dalam poin kelima pada Surat Nomor 59/S/1/4/2020 oleh BPK kepada Menteri Keuangan disebutkan bahwa penggunaan penyelesaian Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas LKPP Tahun 2019 sebagai alat ukur untuk melakukan pembayaran tidak relevan dalam konstruksi pelaksanaan APBN secara keseluruhan.

Agung menuliskan BPK tidak pernah secara spesifik melakukan pemeriksaan yang secara khusus dibuat untuk pemeriksaan penerimaan negara.

BPK hanya memasukkan pengujian atas penerimaan negara sebagai bagian dari pemeriksaan atas LKPP sehingga prosedur yang dilakukan adalah dengan melakukan uji petik untuk menguji kewajaran dari nilai penyajian penerimaan negara.

“Penerimaan negara yang dibagihasilkan per daerah penghasil tidak diasersikan pada LKPP,” tulis Agung.

Selanjutnya, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.07/2019 tentang pengelolaan dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana otonomi khusus, alokasi kurang atau lebih bayar DBH dilaksanakan paling lama satu bulan setelah LHP LKPP  diterbitkan BPK.

“Alokasi tersebut berdasarkan data realisasi penerimaan per daerah penghasil pada kementerian teknis atau unit terkait," tulis Agung.

Berdasarkan Pasal 28 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, alokasi DBH migas dihitung berdasarkan data realisasi lifting migas pada Direktorat Jenderal Anggaran dan bukan berdasarkan realisasi PNBP migas yang disajikan pada LKPP teraudit.

Agung menuliskan pada surat itu bahwa BPK dalam sepuluh tahun terakhir tidak pernah melakukan koreksi atas pendapatan dalam APBN karena pendapatan negara dalam APBN menggunakan basis kas sehingga uang masuk selalu mudah diukur dengan tepat.

“Atas penjelasan tersebut, Kementerian Keuangan sesungguhnya dapat menggunakan realisasi penerimaan pada LKPP 2019 unaudited sebagai dasar perhitungan alokasi pembayaran DBH dengan tetap mematuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” tulis Agung.

Sebelumnya pada Jumat (8/5/2020), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan sisa kurang bayar dana bagi hasil tahun 2019 akan ditetapkan secara definitif setelah BPK melakukan audit yang saat ini masih berlangsung.

Untuk Provinsi DKI Jakarta, pemerintah pusat telah menyalurkan kurang bayar DBH sebesar Rp2,6 triliun yang terdiri dari sisa kurang bayar pada 2018 Rp19,35 miliar dan 2019 Rp2,58 triliun dari total kurang bayar sebesar Rp5,16 triliun.

“Sisanya kami akan segera begitu kami sudah menyelesaikan laporan keuangan pemerintah pusat,” ujar Sri Mulyani.

Baca juga: Ketua BPK tegaskan pembayaran DBH tak berkaitan dengan pemeriksaan
Baca juga: BPK kembalikan uang negara Rp106,13 triliun selama 15 tahun

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020