pelayanan lebih mudah, lebih cepat, dan lebih baik tanpa mengurangi mutu layanan
Jakarta (ANTARA) - BPJS Kesehatan dan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) berkomitmen dan berjanji untuk memperbaiki kualitas layanan rumah sakit di tiga poin khususnya pada pasien program Jaminan Kesehatan Nasional seiring kenaikan iuran program tersebut.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan dalam konferensi pers di kantor BPJS Kesehatan di Jakarta, Selasa, bahwa komitmen peningkatan kualitas layanan rumah sakit ditekankan pada tiga hal yaitu sistem antrean, sistem transparansi ketersediaan tempat tidur rawat inap, dan sistem layanan hemodialisa atau cuci darah untuk pasien penyakit ginjal dengan menggunakan sidik jari.

"Kami berkomitmen pada hal-hal yang tujuannya membuat pelayanan lebih mudah, lebih cepat, dan lebih baik tanpa mengurangi mutu layanan," kata Fachmi.

Baca juga: Presiden: Tata kelola BPJS Kesehatan harus diperbaiki

BPJS Kesehatan menargetkan pada 2020 bahwa seluruh rumah sakit yang melayani pasien program JKN sudah bisa menerapkan sistem antrean daring. Sistem antrean tersebut memungkinkan pasien datang ke RS untuk berobat pada waktu yang ditentukan sehingga memangkas waktu tunggu di rumah sakit.

Saat ini belum semua rumah sakit memiliki sistem antrian elektronik yang dapat memberikan kepastian waktu layanan. Pada awal pelaksanaan Program JKN-KlS tahun 2014, hampir tidak ada sistem antrean elektronik.

Di tahun 2018, sebanyak 944 rumah sakit mitra BPJS Kesehatan atau sekitar 42,7 persen sudah menggunakan antrean daring. Pada 2019 jumlah tersebut naik menjadi 1.282 RS atau 58 persen uang menerapkan sistem antrean elektronik.

"Ini dimaksudkan agar rumah sakit mampu memberikan kepastian waktu layanan bagi pasien JKN-KIS. Dengan begitu, tidak terjadi penumpukan pasien JKN-KIS yang hendak mengakses layanan di rumah sakit," kata Fachmi.

Selain itu, pada 2020 seluruh rumah sakit anggota Persi yang menjaIin kerja sama dengan BPJS Kesehatan akan melakukan transparansi kepada masyarakat dengan menyediakan informasi tampilan ketersediaan tempat tidur perawatan, baik di ruang perawatan biasa maupun intensif, yang dapat diakses oleh peserta JKN-KIS.

Baca juga: PERSI: Defisit BPJS Kesehatan berdampak terhadap pelayanan kesehatan
 

Pada tahap awal pelaksanaan Program JKN-KIS di tahun 2014, hampir tidak ada tampilan ketersediaan tempat tidur perawatan. Namun di bulan Oktober 2019 tercatat ada 1.614 rumah sakit atau 73 persen yang menyediakan tampilan ketersediaan tempat tidur perawatan secara transparan.

"Kami berharap dengan dukungan Persi jumlah ini bisa meningkat secara signifikan," ucap Fachmi.

Perbaikan kualitas layanan yang ketiga yaitu penyederhanaan prosedur pelayanan hemodialisa atau cuci darah bagi pasien dengan penyakit gagal ginjal.

BPJS Kesehatan dan Persi menyepakati pasien gagal ginjal kronis yang rutin mendapatkan layanan cuci darah di rumah sakit dan sudah terdaftar dengan menggunakan sidik jari tidak perlu Iagi membawa surat rujukan dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).

Sebelumnya pasien cuci darah harus berulang kali memperbarui surat rujukan secara berkala dalam waktu tertentu dari klinik maupun Puskesmas untuk mendapatkan layanan hemodialisa di rumah sakit.

Hal ini diharapkan mempermudah pasien JKN-KIS mengakses Iayanan cuci darah tanpa repot-repot lagi mengurus surat rujukan dari FKTP yang harus diperpanjang tiap tiga bulan sekali.

"PJS Kesehatan dan Persi juga mengupayakan kemudahan untuk proses verifikasi dengan sidik jari bagi peserta yang rutin memanfaatkan Iayanan cuci darah," kata Fachmi.

Baca juga: Pemerintah optimistis iuran BPJS Kesehatan naik tak pengaruhi konsumsi

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019