Mekkah (ANTARA) - Tradisi ganti nama setelah selesai menunaikan ibadah haji dinilai tak ada salahnya sebagai bagian dari tradisi yang baik di sejumlah daerah di Indonesia salah satunya Madura.

Konsultan Ibadah Daerah Kerja Mekkah KH Ahmad Wazir di Kota Mekkah, Selasa, menjelaskan dari sisi sejarah dan syariat terkait tradisi ganti nama setelah haji sebenarnya sudah ada sejak zaman dahulu.

“Tentang ganti nama itu terjadi ketika haji zaman dulu diurus oleh maktab dari para syekh yang menjadi pemandu jamaah haji. Dari sisi agama, literatur belum saya jumpai, itu hanya aspek tradisi maksudnya ya untuk tabarruk, ngalap berkah,” kata KH Ahmad Wazir.

Baca juga: Kemenag pastikan jamaah haji Cianjur yang pulang dalam kondisi sehat

KH Ahmad Wazir menambahkan, jika nama asli jelek, memang seharusnya diganti yang lebih bagus, atau tradisi Jawa diistilahkan "kabotan jeneng" (keberatan nama), sehingga kerap kali dipercaya seseorang sering sakit-sakitan karena namanya yang tidak sesuai untuk dirinya.

“Sebagian kyai ada yang menyarankan ganti nama, kalau yang terakhir ini ada penjelasannya dalam sebagian kitab, ini banyak benarnya. Contoh seseorang yang namanya ada fa' nya biasanya kecilnya sakit-sakitan terus, fa' itu karakternya bawa penyakit, maka Ummul Kita itu hurufnya gak ada fa' nya, sebab Qur'an itu jika diperas jadi fatihah, sedangkan sebutannya adalah 'syifa' sebagai obat penyembuh, biar tidak kontradiktif Allah memilihkan huruf dalam Ummul Kitab tidak ada fa'nya,” jelas KH Ahmad Wazir.

Jamaah Indonesia pun sebagian di antaranya mempunyai tradisi ganti nama setelah berhaji.

Baca juga: Jamaah kloter 14 Makassar pulang tak utuh, ada yang wafat dan sakit

Mistiya (58), seorang haji asal Pamekasan, Madura, misalnya sepulang dari Tanah Suci usai menunaikan ibadah haji namanya berubah menjadi, Hj Siti Solihah. Sementara suaminya, Sapari (63) berubah menjadi H Syamsuddin.

Nama baru tersebut ternyata tidak asal-asalan, karena merupakan hasil dari konsultasi mereka kepada kiai pembimbing haji.

Mistiya menunjukkan nama barunya lewat secarik kertas yang ditulis dengan tulisan Arab.

Baca juga: Jamaah haji Kalbar diharapkan Wagub jadi tauladan

“Saya mendapatkan nama baru ini dari KH Muhammad Hariri. Kita semua yang meminta diberi nama baru lalu ditulis dalam sebuah kertas putih,” kata Mistiya di Hotel Arkan Bakkah, Mekkah.

Jamaah haji asal Madura yang menginap di Hotel Arkan Bakkah di wilayah Misfalah Mekkah memang baru selesai berkumpul dengan pembimbing hajinya ini untuk meminta nama baru. “Tidak dipungut biaya saat meminta nama dari kiai kami,” ujar Mistiya.

Setelah mendapatkan nama baru, Mistiya lalu mengabari nama barunya tersebut kepada keluarganya terutama anak-anaknya yang ada di Madura.

Baca juga: Kepala KKP terima jamaah haji kloter 14 debarkasi Makassar

“Saya akan kabari anak saya lewat SMS untuk memberitau nama baru setelah haji sekaligus ngirim foto saya dan suami di Mekkah. Foto dan nama barunya akan dicetak lalu dipigura dan ditempel di atas tembok buat hiasan dinding sekaligus mengumumkan kepada para tetangga nama baru kami setelah haji,” ujar Mistiya.

Sementara Sapari menjelaskan nama baru ini biasanya ditanyakan oleh para tetangga setelah pulang haji. Bahkan nama baru ini menjadi panggilan sehari- hari menggantikan nama sebelumnya.

“Seperti saya ini mendapatkan nama baru Haji Syamsuddin, nanti di kampung orang-orang tidak lagi memanggil Sapari tapi Haji Syamsuddin. Dan nanti nama baru itu akan lebih terkenal dibandingkan nama lamanya,” ujar Sapari bersemangat.

Baca juga: Jamaah haji Dharmasraya Sumbar pulang 30 Agustus

Meski demikian, perubahan nama tersebut tidak akan mengubah data-data pada dokumen kependudukan atau dokumen-dokumen penting lainnya seperti KTP, KK, atau Ijazah lulusan lembaga sekolah.

“Di dokumen akan tetap menggunakan nama lama, nama baru ini hanya nama dan gelar setelah haji tapi akan menjadi nama panggilan populer di masyarakat,” ujar Sapari.
 

Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2019