Bayonne (ANTARA) - Polisi anti huru hara Prancis pada Sabtu menggunakan meriam air dan gas air mata guna membubarkan massa antikapitalisme di Bayyonne, dekat resor Biarritz, lokasi Konferensi Tingkat Tinggi G7 selama tiga hari digelar.

Helikopter polisi berputar-putar saat puluhan pengunjuk rasa melemparkan batu, meneriakkan slogan dan menyalahgunakan barisan polisi di pusat kota bersejarah Basque.

Massa meneriakkan "Semua orang benci polisi" dan "Anti, anti, antikapitalisme" selama aksi di perbatasan antara Prancis dan Spanyol, yang berubah menjadi lebih brutal.

Baca juga: AS dikritik habis-habisan oleh G7

Terombang-ambing oleh aksi protes antipemerintah sepanjang tahun ini, Prancis mengerahkan lebih dari 13.000 polisi guna memastikan massa tidak mendekati Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan sejumlah pemimpin lainnya.

Ribuan aktivis antiglobalisasi, separatis Basque, dan pengunjuk rasa "rompi kuning" berjalan kaki dari Kota Prancis Hendaye menuju Kota Irun di Spanyol, dengan membentangkan spanduk yang menyeru aksi iklim, hak-hak gay dan contoh ekonomi yang lebih adil.

Baca juga: Presiden Prancis pertimbangkan larangan aksi protes di Champs Elysees

"Para pemimpin kapitalis utama ada di sini dan kami harus menunjukkan kepada mereka bahwa pertarungan berlanjut," kata Alain Missana, 48, partisipan yang mengenakan rompi kuning - simbol aksi antipemerintah yang digelar di Prancis selama beberapa bulan.

"Lebih banyak uang bagi yang kaya dan yang miskin tak memiliki apa-apa. Kami melihat hutan Amazon terbakar dan Artik mencair. Para pemimpin akan mendengar kita," kata dia.

Empat personel polisi mengalami luka ringan pada Jumat setelah massa menembakkan mortil rakitan di dekat aksi protes anti-G7 di Hendaye. Polisi menangkap 17 orang lantaran menutupi wajah mereka.

Baca juga: Diplomat: Macron tidak undang Presiden Rouhani ke KTT G7

Sumber: Reuters


 

Penerjemah: Asri Mayang Sari
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2019