Jakarta (ANTARA) - Pakar sel punca Dr M Syaifuddin MARS mengatakan terapi sel punca menjadi salah satu alternatif dalam pengobatan terutama untuk pengobatan penyakit-penyakit yang sudah tidak mungkin untuk diobati.

"Khususnya penyakit degeneratif maupun kelainan lainnya. Dalam bidang farmakologi para peneliti juga menggunakan sel punca untuk menguji obat-obat baru," ujar Syaifuddin di Jakarta, Selasa.

Sel punca mempunyai kemampuan untuk mengganti sel yang rusak atau sakit. Sel itu berfungsi untuk mengembalikan keremajaan sel. Regenerasi sel itu berfungsi untuk mengembalikan stamina dan peremajaan tubuh sehingga tampak awet muda, serta bisa untuk menyembuhkan penyakit.

Terapi sel punca merupakan terobosan kedokteran untuk mereparasi sel yang rusak, dengan menanamkan sel baru dengan jenis dan fungsi yang sama. Terapi itu selama ini telah terbukti berhasil menolong banyak pasien di klinik MMC Lamongan dan juga di dua rumah sakit yang sudah mengembangkannya yakni RS Ciptomangunkusumo Jakarta dan RS Dr Soetomo Surabaya.

"Ada dua jenis metode terapi sel punca yakni autologus jika sel punca diambil dari tubuh pasien dan alogenik yakni sel punca yang diambil dari organ tubuh orang lain," terang dia.


Syaifuddin menjelaskan, autologus adalah sel punca yang diambil dari organ tubuh pasien sendiri, sedangkan alogenik merupakan sel punca yang diambil dari organ tubuh orang lain.

"Jadi sel punca itu bagian tubuh kita yang diambil dan dicangkokkan. Asalnya bisa dari sel lemak, sumsum tulang belakang, atau sel tali pusat."

Berbagai kasus penyakit bisa disembuhkan melalui terapi sel punca. Mulai dari kasus patah tulang gagal sambung, defek tulang panjang, kelumpuhan anak, osteoarthitis, diabetes melitus, luka bakar, penyakit jantung koroner, stroke, autism, parkinson, leukimia, talasemia dan penyakit lainnya.

Dijelaskannya, sel punca lebih banyak 'dipanen' ketika masa-masa remaja dan pertumbuhan. Ketika manusia memasuki umur diatas 30 tahun akan lebih sedikit. Sebagai gambaran, di usia 45 tahun setidaknya manusia akan mengalami penurunan massa otot satu kilogram setiap dua tahun. Faktor lingkungan serta gaya hidup juga menjadi faktor utamanya percepatan penuaan sel-sel dalam tubuh.

Untuk mengembalikan keremajaan sel tubuh, setidaknya ada delapan hal yang bisa dilakukan, diantaranya berolahraga, diet sehat, menghindari stress, endokrin (hormon), suplemen gen, estetika, imun, dan sel punca.

"Untuk olahraga yang baik itu jam 5.30 pagi dan terpapar sinar matahari pagi. Olahraga di luar jam tersebut hanya bermanfaat untuk pembentukan fisik bukan untuk peremajaan sel," tuturnya.

Jika itu dilakukan maka tubuh akan memiliki mekanisme sendiri melakukan peremajaan sel. Namun jika hal itu tidak bisa dilakukan alternatif yang bisa dilakukan dengan melakukan terapi sel punca.

Dibutuhkan antara satu juta sampai tiga juta sel per kg berat badan. Untuk penyembuhan. Sementara untuk pelaksanaan terapi sel punca di Indonesia memang tak semua rumah sakit bisa melakukannya. Ada beberapa rumah sakit yang sudah bisa melakukan layanan dengan persetujuan pemerintah sesuai Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 32 tahun 2014 tentang Penetapan Rumah Sakit Pusat Pengembangan Pelayanan Medis Penelitian dan Pendidikan Bank Jaringan dan Sel Punca.

Di antaranya Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo (RSCM) dan RS Dr Soetomo Surabaya, juga di klinik MMC Lamongan. Hanya, masalah biaya masih menjadi kendala bagi pasien yang mau melakukan terapi.

Setiap satu stem cell dihargai Rp1-1,5 per sel namun karena yang dibutuhkan jutaan sel setiap kali terapi sehingga biaya yang dikeluarkan tak sedikit.

Meskipun sudah teruji ampuh untuk mengobati beragam penyakit, namun dalam praktiknya, kendala biaya yang tidak bisa dijangkau oleh semua orang. Selain itu ada juga masalah sumber daya manusia, dan infrastruktur (laboratorium, dan rumah sakit yang mumpuni) menjadi salah satu kendala terhambatnya pengembangan metode penyembuhan stem cell di Indonesia.

"Kami berharap pemerintah membangun fasilitas penelitian, produksi sel punca secara massal sehingga lebih terjangkau. Juga fasilitas perawatan bagi pasien yang sesuai standar," harap dia.

Baca juga: Asa sel punca dan optimisme autisme

Baca juga: Menaklukkan stroke dengan terapi sel punca

 

Pewarta: Indriani
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019