Surabaya (ANTARA) - Sejumlah akademisi di Surabaya menilai kebijakan energi Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka telah berjalan di jalur tepat menuju kemandirian energi nasional pada tahun pertama masa kepemimpinan.
Koordinator Proyek Renewable Energy Integration Demonstrator Indonesia (REIDI) dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Ary Bachtiar Krishna Putra, menyebut langkah pemerintah dalam memperluas pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) sudah berada di jalur yang tepat.
“Ini sudah saatnya Indonesia tidak lagi hanya bicara, tapi melangkah nyata menuju kemandirian energi. Program seperti REIDI menunjukkan bagaimana universitas, industri, dan pemerintah bisa bekerja bersama dalam membangun ekosistem energi yang efisien dan berkelanjutan,” ujarnya dalam diskusi “Meneropong Satu Tahun Kemandirian Energi Nasional Era Prabowo-Gibran dari Timur Jawa di Surabaya, Jawa Timur, Rabu.
Ary menilai komitmen pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam mengakselerasi transisi energi hijau dapat memperkuat posisi Indonesia sebagai negara mandiri energi di Asia Tenggara.
“Kemandirian energi ini bukan hanya soal ketersediaan pasokan, tetapi juga soal bagaimana kita menguasai teknologi dan sistemnya. Pemerintah di bawah Pak Prabowo dan Pak Bahlil sudah bergerak ke arah itu,” tambahnya.
Sementara itu, Ekonom Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Hendry Cahyono menilai kebijakan energi yang dijalankan pemerintah memiliki dampak positif terhadap ketahanan fiskal. Ia menyoroti bagaimana pemerintah berani menata ulang subsidi energi agar lebih tepat sasaran.
“Kita sudah meriset di pusat kajian ilmu ekonomi, dan beban subsidi energi kita itu empat persen dari GDP (produk domestik bruto). Masalahnya, subsidi ini ternyata 11 kali lebih besar dinikmati oleh 20 persen masyarakat kaya dibanding golongan miskin. Nah, ini yang sekarang mulai diperbaiki,” kata Hendry.
Hendry juga menilai arah kebijakan energi Presiden Prabowo sudah berjalan di rel yang benar, termasuk pencapaian lifting minyak dan gas yang telah melampaui target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Sesuatu yang sudah ditargetkan dan itu sudah melampaui target tentu ini bagus ya. Dan saya rasa itu sudah on the right track di track yang benar,” ujarnya.
Ia menambahkan kebijakan legalisasi sumur minyak rakyat menjadi langkah tepat untuk mendukung pencapaian target lifting nasional.
Di sisi lain, Pakar Kebijakan Publik Universitas Airlangga (Unair) Falih Suaedi menilai langkah pemerintah menempatkan isu energi sebagai prioritas nasional yang tertuang dalam Astacita adalah keputusan yang strategis.
“Pemerintah saat ini tidak hanya bicara soal penyediaan energi, tapi juga kemandirian dalam mengelola. Itu artinya, negara sedang mengarah pada ketahanan energi yang sesungguhnya,” kata Falih.
Menurut Falih, Presiden Prabowo dan Wapres Gibran berhasil mengonsolidasikan kebijakan lintas sektor, dari ESDM, industri, hingga pendidikan tinggi, dalam satu visi besar yakni kemandirian energi nasional di bawah Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.
“Dalam satu tahun ini terlihat jelas bagaimana pemerintah berusaha membangun integrasi kebijakan energi dari pusat sampai daerah. Ini bukan hal mudah, tapi langkahnya sudah terlihat,” ujarnya.
Para akademisi pun sepakat capaian ini menjadi fondasi kuat bagi keberlanjutan pembangunan energi nasional di tahun-tahun berikutnya.
Pemerintah menegaskan bahwa agenda swasembada energi bukan sekadar target jangka pendek, tetapi visi jangka panjang menuju Indonesia sebagai negara maju dan mandiri energi.
