Surabaya (ANTARA) - Tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU), Jairi Irawan, menilai ada upaya meruntuhkan eksistensi pesantren sebagai pilar pendidikan dan keindonesiaan melalui narasi dalam program salah satu televisi nasional.
“Jika dilihat dari narasinya seakan ada upaya untuk meruntuhkan eksistensi pesantren sebagai salah satu pilar pendidikan,” katanya saat dihubungi dari Surabaya, Rabu.
Ia menyebut, peristiwa itu semakin menyakitkan karena terjadi pada bulan santri atau menjelang peringatan Hari Santri Nasional yang diperingati setiap 22 Oktober.
Jairi yang juga Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Timur meminta seluruh elemen bangsa membentengi pesantren dari narasi yang dapat menggerus eksistensi pesantren dan kiai.
“Dalam sebuah program televisi seharusnya ada quality control sebelum tayang agar produk tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat,” ujarnya.
Menurutnya, pihak stasiun televisi juga perlu meminta second opinion dari pihak yang memahami pesantren agar prinsip cover both side terpenuhi sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.
Pengurus Gerakan Pemuda Ansor Jawa Timur itu menambahkan, setiap komunitas memiliki nilai budaya yang berbeda. Pemahaman terhadap sense of culture sangat penting agar yang muncul adalah informasi konstruktif, bukan provokatif.
Sebagai seorang santri, Jairi menegaskan tidak pernah ada paksaan untuk tunduk dan tawadhu kepada kiai yang telah mengajarkan huruf hijaiyah hingga bisa membaca Al-Qur’an dengan baik.
“Sikap tawadhu seorang santri kepada kiai sebagai pembimbing jiwa tidak mungkin luntur hingga kapan pun,” ucapnya.
Ia juga menjelaskan bahwa kegiatan ro’an atau aktivitas bersama di pesantren dilaksanakan dengan sukarela dan menjadi bagian dari pengisi waktu istirahat di tengah proses belajar kitab dan aktivitas keagamaan.
