Surabaya (ANTARA) - Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga Prof. Dr. Fitri Ismiyanti menilai Kota Surabaya perlu pembiayaan alternatif demi mempercepat pembangunan infrastruktur seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap layanan publik yang lebih baik.
Menurutnya, pembiayaan melalui pinjaman daerah ataupun kolaborasi dengan pihak eksternal bisa menjadi pilihan, dengan catatan semua harus dilakukan dengan perencanaan yang baik.
"Surabaya mungkin perlu rencana pembiayaan alternatif, bisa melalui pinjaman daerah ataupun strategi pembangunan lain agar proyek infrastruktur tetap berjalan di tengah tantangan fiskal yang ada," ujarnya di Surabaya, Selasa.
Ia menuturkan kondisi keuangan Kota Surabaya sejauh ini relatif sehat. Dari sisi pengelolaan keuangan, nilai rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman Debt Service Coverage Ratio (DSCR) telah memenuhi syarat dari pemerintah pusat dengan DCSR jauh di atas batas minimal 2,5.
"Dengan rasio tersebut, Pemkot Surabaya dinilai mempunyai kemampuan membayar kewajiban pengembalian pinjaman dan tetap dapat merealisasikan belanja daerah lainnya untuk kegiatan pembangunan di Kota Surabaya," ujarnya.
Namun, dia mengingatkan agar terus ada pemantauan terhadap kemampuan membayar daerah sebagai pertimbangan utama.
"Kalau misalnya pinjam Rp100 miliar untuk sebuah program pembangunan, harus diproyeksikan dulu berapa lama tenor pinjaman, berapa bunga yang dibayar, dan dicek kemampuan APBD untuk membayarnya," katanya.
Terkait sejumlah program infrastruktur yang akan dibiayai dari pinjaman daerah, dirinya menekankan bahwa pembangunan infrastruktur tidak hanya soal fisik, tetapi juga instrumen strategis yang menopang pertumbuhan kota.
"Infrastruktur yang baik akan meningkatkan kualitas hidup, memperbaiki iklim investasi, serta mendukung pertumbuhan lapangan kerja," katanya.
Ia juga mengingatkan, pertumbuhan penduduk Surabaya menuntut hadirnya infrastruktur modern dan berkelanjutan. Tanpa dukungan pembiayaan yang memadai, pemenuhan kebutuhan tersebut akan sulit tercapai.
"Tidak ada salahnya menggunakan pembiayaan eksternal untuk infrastruktur sejauh beban keuangan bisa ditanggung. Justru semakin cepat infrastruktur dibangun, semakin cepat pula masyarakat menikmati manfaatnya," katanya.
Secara keseluruhan nilai Return on Investment of Infrastructure (ROII) dari proyek-proyek yang akan dibiayai dari pembiayaan alternatif mencapai 943 persen yang menunjukkan bahwa rencana tersebut layak secara ekonomi dan menghasilkan dampak perekonomian yang lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan.
Menurutnya, arah pembangunan Surabaya saat ini sudah tepat karena menekankan pada konektivitas, efisiensi mobilitas, serta mitigasi risiko bencana.
Ia mencontohkan, kebutuhan jalan baru dan pengendalian banjir menjadi prioritas utama yang harus segera diwujudkan.
Sejumlah proyek besar pun kini masuk dalam daftar pembangunan, mulai dari Jalan Lingkar Luar Barat (JLLB), pelebaran jalan di beberapa titik, pembangunan Flyover Dolog, hingga saluran diversi Gunungsari.
Selain itu, terdapat pula pemasangan lampu jalan, normalisasi saluran, serta pembangunan jalan baru untuk mempercepat sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru.
"Proyek-proyek itu membutuhkan dana besar, tapi dampaknya signifikan untuk masyarakat. Selain memperlancar konektivitas dan mobilitas, juga mampu menciptakan lapangan kerja serta meningkatkan daya saing kota," katanya.
