Surabaya (ANTARA) - Pemerintah Kota Surabaya menyiapkan berbagai inovasi dan juga skema pembiayaan jangka panjang menyusul berkurangnya dana transfer dari pemerintah pusat sebesar Rp730 miliar.
"Jadi tahun 2026 itu berkurang Rp730 miliar. Karena itulah teman-teman pemerintah kota ini harus melakukan inovasi. Jadi yang seperti kami lakukan pembiayaan, kami sampaikan, itu sebenarnya adalah inovasi yang kami lakukan," kata Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi di Kota Surabaya, Selasa.
Ia mengemukakan, salah satu strategi yang ditempuh pemkot adalah skema pembiayaan jangka panjang karena pembangunan yang dikerjakan lebih awal pada 2026 akan lebih efisien dibandingkan bila dilakukan bertahap hingga 2029.
"Ketika ada pekerjaan yang sampai dengan 2029, kami bandingkan dengan kita kerjakan di tahun 2026. Tapi kita bandingkan dengan setelah itu kita cicil, kita bandingkan dengan yang dikerjakan di tahun 2026, 2027, 2028, 2029, maka ini selisihnya Rp50 miliar," katanya.
Ia menilai pembangunan infrastruktur juga akan mendorong kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) seperti wilayah Wiyung, Gunung Sari, dan Banyu Urip yang akan terdampak positif ketika proyek jalan selesai.
"Ketika tahun 2026 sudah dikerjakan, maka secara otomatis ketika ada pekerjaan jalan seperti Wiyung, diversi Gunungsari, di Banyu Urip, maka NJOP-nya akan naik. Maka di situ tahun 2028 ada lonjakan sekitar Rp500 miliar untuk perubahan NJOP, untuk lokasi-lokasi yang sudah menjadi besar," katanya.
Ia juga melakukan penyewaan aset yang digunakan untuk padat karya untuk kepentingan masyarakat.
"Tapi juga harus ada yang kita sewakan supaya ada pemasukan. Rp730 miliar ini juga bukan hal yang kecil," katanya.
Pemkot Surabaya memperkirakan pendapatan 2026 berkurang hingga Rp1 triliun tetapi tetap memastikan berbagai program prioritas, terutama pada sektor pendidikan, tetap berjalan.
"Meskipun kita ada potongan, Insya Allah di tahun depan, anggaran untuk pendidikan, untuk beasiswa Pemuda Tangguh Surabaya, khusus untuk keluarga yang memang kita utamakan," katanya.
