Tulungagung, Jatim (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur mendorong pemerintah daerah membuat regulasi yang lebih tegas dalam mengatur/mengendalikan kegiatan "sound horeg" demi menjaga ketertiban umum serta meredakan polemik di tengah masyarakat.
Wakil Ketua DPRD Tulungagung Abdullah Ali Munib, Minggu menyatakan, pihaknya memahami bahwa kegiatan sound horeg merupakan salah satu bentuk ekspresi seni dan hiburan masyarakat.
Bahkan, kegiatan ini dinilai mampu mendorong pertumbuhan ekonomi lokal melalui kehadiran pedagang dan pelaku UMKM (usaha mikro kecil dan menengah).
Namun, Munib mengingatkan bahwa di balik sisi positif tersebut, terdapat pula sejumlah dampak negatif yang patut menjadi perhatian, seperti gangguan kebisingan, potensi mabuk-mabukan, hingga keterlibatan penari dengan busana minim yang dinilai melanggar norma masyarakat.
“Karena itulah Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa bahwa kegiatan sound horeg ini diharamkan. Sebab aktivitasnya dinilai tidak sejalan dengan nilai-nilai keagamaan dan norma sosial,” kata Munib.
Ia menegaskan, DPRD tidak melarang penyelenggaraan sound horeg selama dilakukan secara bijak dan sesuai momen, misalnya saat perayaan hari besar.
Namun, ia menggarisbawahi pentingnya pengaturan volume suara demi kenyamanan warga, terutama kelompok rentan seperti bayi dan lansia.
Menurut dia, kehadiran Surat Edaran (SE) Bupati Tulungagung yang mengatur kegiatan sound horeg merupakan langkah awal yang tepat.
Ke depan, DPRD juga membuka peluang diterbitkannya regulasi formal berupa peraturan daerah (Perda) atau peraturan bupati (Perbup) yang mengikat.
“Kalau suaranya terlalu keras, bisa sangat mengganggu warga sekitar. Masak bayi dan lansia harus mengungsi karena sound horeg? Harusnya yang diatur adalah kegiatan dan teknis pelaksanaannya, bukan masyarakatnya yang harus mengalah,” ujarnya.
DPRD juga meminta agar pihak penyelenggara sound horeg mematuhi ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah daerah, termasuk dalam menyambut perayaan HUT ke-80 RI yang tinggal hitungan pekan.
“Kami di pemerintah tidak anti terhadap kegiatan ini. Tapi para pelaku juga harus menghormati warga lain. Selama semuanya taat aturan, kegiatan ini bisa tetap digelar tanpa menimbulkan persoalan,” pungkas Munib.
