Mojokerto (ANTARA) - Sebanyak 81 mahasiswa asing yang tergabung dalam Program Internasional Pengabdian Masyarakat atau International Community Outreach Program (iCOP) yang diadakan oleh Universitas Kristen (UK) Petra Surabaya, belajar kearifan lokal selama tiga minggu di berbagai desa di Mojokerto.
"Program iCOP 2025 ini merupakan salah satu program andalan UK Petra yang merupakan program pengabdian masyarakat dengan cakupan peserta secara internasional, yang memungkinkan mahasiswa lintas negara saling belajar kearifan lokal dan memberikan kontribusi nyata bagi pengembangan masyarakat di daerah yang dituju," kata Ketua iCOP 2025 Denny Tri Haryanto di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Sabtu.
Denny menjelaskan bahwa untuk program kali ini, pihaknya mencatat ada 152 mahasiswa dan dosen pendamping dari sembilan universitas yang berasal dari enam negara berbeda, turut meramaikan program yang berjalan pada 16 Juli hingga 8 Agustus mendatang tersebut.
Ia menyatakan, seluruh peserta akan dibagi menjadi beberapa kelompok dan melaksanakan program jangka panjang yang telah disiapkan oleh UK Petra di enam dusun di lima desa di tiga kecamatan di Mojokerto, untuk tidak hanya belajar kearifan lokal, tetapi juga mampu memberikan kontribusi berkelanjutan bagi masyarakat sekitar.
Denny menjelaskan ratusan peserta itu terdiri dari 29 mahasiswa Dongseo University Korea Selatan, 23 mahasiswa Inholland University of Applied Science Belanda, tiga mahasiswa The Hong Kong University of Science and Technology Hong Kong, tiga mahasiswa Lingnan University Hong Kong, 16 mahasiswa International Christian University Jepang, tujuh mahasiswa Fu Jen Catholic University Taiwan, 17 mahasiswa Universitas Katolik Widya Mandira, satu orang Universitas Negeri Surabaya, dan 53 mahasiswa UK Petra.
Salah satu program unggulan pada iCOP 2025 kali ini adalah kegiatan membersihkan sungai di Desa Jembul, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto yang terlaksana berkat kerja sama UK Petra dengan Pemerintah Kabupaten Mojokerto serta organisasi lingkungan Sungai Watch.
Dalam kegiatan di desa ini tercatat ada satu tim berisikan 25 orang mahasiswa di mana 12 di antaranya merupakan mahasiswa asing. Mereka tak ragu untuk turun ke sungai bersama para relawan lainnya.Tercatat, total sampah yang berhasil dikumpulkan oleh para mahasiswa dan relawan tersebut sebesar 887 kilogram.
Di desa tersebut, mereka juga akan memberi edukasi berkelanjutan bagi warga dan anak-anak untuk terus menjaga lingkungan dan tidak membuang sampah sembarangan khususnya ke sungai.
Seorang mahasiswi asal Dongseo University, sebuah universitas swasta di kota Busan, Korea Selatan, Kim Hui Jeong menyatakan setelah agenda bersih-bersih sungai kali ini, ia dan dua orang mahasiswa lain dari kampus yang sama akan mengajarkan tradisi dan juga permainan tradisional Korea kepada anak-anak di sekitar wilayah Desa Jembul.
Ia berharap anak-anak desa tersebut dapat meningkatkan keingintahuannya tentang budaya Korea.
Sementara itu, di desa terpisah tepatnya di Desa Rejosari, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto, tim lain yang beranggotakan 25 orang dengan 13 mahasiswa asing tersebut, memilih untuk memasak dan menyantap makanan bersama warga.
Seorang mahasiswa dari Inholland University of Applied Science Belanda, Daan van Eck mengaku sangat menyukai atmosfer masyarakat desa setempat yang dinilainya sangat ramah kepada warga asing.
Dalam programnya di desa tersebut, Daan turut mengajarkan anak-anak sekolah di sana untuk belajar olahraga menggunakan metode yang baik dan benar sesuai dengan jurusan kuliah yang ia pelajari di Belanda.
Mahasiswi asal kampus yang sama bernama Michelle turut menyatakan bahwa dirinya sangat antusias untuk belajar kebudayaan baru di luar Eropa.
"Saya selalu bepergian dan berwisata dengan keluarga saya. Namun kami hanya pergi ke negara-negara di sekitar Eropa. Jadi, ketika kampus menawarkan saya untuk ikut program ini, saya tidak berpikir dua kali dan langsung mendaftarkan diri," kata Michelle kepada ANTARA.
Ia mengaku, meski biaya yang dikeluarkan olehnya secara pribadi dirasa cukup besar, yakni sekitar 3000 Euro atau setara Rp57 juta, hal tersebut tak menjadi penghalang baginya setelah ia berhasil bekerja dan menabung cukup banyak untuk ikut program tersebut.
