Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Kepolisian Resor (Polres) Malang membongkar operasional industri rumahan yang memproduksi minuman keras (miras) ilegal jenis arak trobas di Desa Tunjungsari, Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Wakil Kepala Polres Malang Kompol Bayu Halim di Kabupaten Malang, Jawa Timur, Kamis, menyatakan bahwa informasi mengenai beroperasinya industri miras ilegal diterima oleh petugas kepolisian melalui layanan 110.
"Pada 13 Juni 2025 kami mendatangi lokasi dan mendapati adanya sebuah rumah yang dijadikan tempat memproduksi arak tradisional (trobas)," kata Bayu.
Bayu menjelaskan saat berada di lokasi tersebut, petugas mendapati adanya aktivitas pembuatan arak trobas.
Di tempat itu petugas juga mengetahui bahwa pabrik tersebut diduga dioperasikan oleh seseorang pria asal Desa Bantur. Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang bernama YW (56).
Terduga pelaku bernama YW pun saat itu juga langsung dimintai keterangan oleh polisi, lalu di bawa menuju kantor polres setempat untuk menjalani pemeriksaan lanjutan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh polisi, diketahui bahwa YW telah menjalankan bisnis industri rumahan pembuatan miras ilegal sejak 2024.
Rata-rata, YW mampu memproduksi arak trobas dua kali dalam satu bulan. Untuk sekali produksi, dia bisa menghasilkan 40 liter miras yang terlebih dahulu ditampung dua jeriken berukuran 20 liter, sebelum akhirnya dikemas di dalam botol air mineral berukuran 600 mililiter.
"Mirasnya diedarkan di wilayah Kecamatan Pagelaran, Malang. Per botol dijual Rp35 ribu dan omzet yang didapatkan dari hasil satu kali produksi berkisar Rp1,5 juta sampai Rp1,7 juta," ucapnya.
Adapun sejumlah barang bukti yang disita oleh petugas kepolisian, seperti 17 liter arak siap edar, 52 kilogram gula pasir, satu kilogram ragi, delapan jerigen berisi fermentasi ketan, drum suling, dan kompor.
Pelaku sebenarnya terancam dijerat Pasal 204 ayat 1 KUHP atau Pasal 62 ayat 1 Juncto Pasal 8 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 08 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau Pasal 140 Juncto Pasal 86 ayat (2) Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan, dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda Rp4 miliar.
Meski demikian, polisi tak melakukan penahan terhadap YW lantaran sedang mengidap penyakit diabetes dan gangguan jantung.
"Penyidik saat ini memberlakukan wajib lapor sambil menunggu pertimbangan medis dan permohonan keluarga," tutur dia.