Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil empat orang agen yang mengurus izin kerja tenaga kerja asing untuk menjadi saksi kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan.
"Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK atas nama EY, EN, MS, dan PW,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo saat dikonfirmasi ANTARA dari Jakarta, Kamis.
Budi mengatakan bahwa empat orang saksi tersebut adalah pekerja lepas jasa pengurusan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) inisial EY, staf operasional di PT Indomonang Jadi inisial EN, staf operasional di PT Lamindo Inter Service inisial MS, dan staf operasional di PT Dienka Utama inisial PW.
KPK pada 5 Juni 2025 mengungkapkan identitas delapan orang tersangka kasus pemerasan dalam pengurusan RPTKA di Kemenaker, yakni aparatur sipil negara (ASN) di Kemenaker bernama Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.
Menurut KPK, para tersangka dalam kurun waktu 2019–2024 telah mengumpulkan sekitar Rp53,7 miliar dari pemerasan pengurusan RPTKA.
KPK menjelaskan bahwa RPTKA merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja asing agar dapat bekerja di Indonesia.
Bila RPTKA tidak diterbitkan oleh Kemenaker, penerbitan izin kerja dan izin tinggal akan terhambat sehingga para tenaga kerja asing akan dikenai denda sebesar Rp1 juta per hari. Dengan begitu, pemohon RPTKA terpaksa memberikan uang kepada tersangka.
Selain itu, KPK mengungkapkan bahwa kasus pemerasan pengurusan RPTKA tersebut diduga terjadi sejak era Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada periode 2009–2014, yang kemudian dilanjutkan Hanif Dhakiri pada 2014–2019, dan Ida Fauziyah pada 2019–2024.
KPK panggil empat agen urus izin kerja TKA jadi saksi kasus Kemenaker
Kamis, 12 Juni 2025 12:23 WIB

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Budi Prasetyo saat memberikan keterangan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (11/6/2025). ANTARA/Rio Feisal