Bandung (ANTARA) - Gunung Tangkuban Parahu di perbatasan Bandung Barat dan Subang, Jawa Barat, kini mengalami penurunan aktivitas vulkanik setelah sebelumnya sempat mengalami lonjakan hingga 270 kali gempa.
"Berdasarkan data pemantauan hingga Rabu (4/6) kemarin, jumlah gempa low frequency (gempa berfrekuensi rendah) tercatat sebanyak 134 kejadian, lebih sedikit dibandingkan catatan sehari sebelumnya yang mencapai 270 kejadian," kata Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Muhammad Wafid di Bandung, Kamis.
Penurunan aktivitas pada gunung dengan sembilan kawah ini, kata Wafid, menunjukkan adanya perubahan dalam dinamika aktivitas vulkanik, meskipun secara keseluruhan tingkat aktivitas Gunung Tangkuban Parahu masih berada pada Level I (Normal).
Kondisi ini berbeda dengan tren yang teramati pada beberapa hari sebelumnya, mulai tanggal 1 Juni, terjadi peningkatan bertahap jumlah gempa frekuensi yang berkaitan erat dengan pergerakan fluida di kedalaman dangkal tubuh gunung.
"Pada 1 Juni tercatat 100 kejadian, meningkat menjadi 134 kejadian pada 2 Juni, dan melonjak menjadi 270 kejadian pada 3 Juni 2025," ucap Wafid.
Wafid mengatakan peningkatan aktivitas kegempaan ini disertai pula dengan pengamatan visual berupa hembusan asap putih dari Kawah Ratu yang semakin intensif, mencapai ketinggian antara 5 hingga 150 meter dari dasar kawah.
Kawah Ratu yang merupakan kawah utama dan terletak di puncak, juga menunjukkan aktivitas fumarola yang lebih dominan dibandingkan Kawah Ecoma, dengan tekanan hembusan lemah hingga sedang.
Meski gempa mengalami penurunan, hasil pengamatan deformasi permukaan menggunakan alat Electronic Distance Measurement (EDM) dan Global Navigation Satellite System (GNSS), tetap menunjukkan adanya pola inflasi, yang mengindikasikan akumulasi tekanan pada kedalaman dangkal di bawah tubuh gunung api.
"Hal ini masih menjadi perhatian karena potensi erupsi freatik tetap dapat terjadi secara tiba-tiba, tanpa didahului gejala vulkanik yang jelas," ujarnya.
Hingga saat ini pengukuran gas menggunakan instrumen Multi-GAS baik yang portabel maupun stasiun permanen belum menunjukkan perubahan mencolok dalam komposisi gas-gas vulkanik seperti rasio CO/SO, CO/HS, maupun proporsi antara SO dan HS, namun konsentrasi gas masih berada dalam batas normal, dan bersifat fluktuatif.
Dengan mempertimbangkan semua data tersebut, kata Wafid, masyarakat di sekitar Gunung Tangkuban Parahu dan para pengunjung, tetap diimbau untuk tidak mendekati area dasar kawah, tidak berlama-lama di kawasan aktif, serta segera menjauh jika teramati peningkatan intensitas hembusan atau tercium bau gas menyengat.
Meski aktivitas menurun, kewaspadaan harus tetap dijaga. Pemerintah daerah dan BPBD diminta terus menjalin koordinasi dengan Pos Pengamatan Gunung Api Tangkuban Parahu di Desa Cikole serta Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi di Bandung.
Masyarakat diharapkan tetap tenang, tidak mudah terpengaruh oleh isu-isu yang belum dapat dipertanggungjawabkan, serta mengikuti perkembangan informasi resmi.
"Evaluasi tingkat aktivitas Gunung Tangkuban Parahu akan dilakukan secara berkala atau sewaktu-waktu apabila terjadi perubahan signifikan. Masyarakat diharapkan tetap tenang, waspada, serta mengikuti arahan dari pihak berwenang demi keselamatan bersama," ucapnya.
Diketahui, Gunung Tangkuban Parahu merupakan gunung api aktif yang memiliki sembilan kawah dengan dua kawah utama berada di area puncak, yaitu Kawah Ratu dan Kawah Upas. Erupsi Tangkuban Parahu pada umumnya berupa letusan freatik dari Kawah Ratu.