Surabaya (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur mendorong adanya revisi Peraturan Daerah (Perda) Ketenagakerjaan untuk memperkuat perlindungan bagi buruh, terutama yang bekerja di sektor informal, pekerja perempuan, dan buruh kontrak.
"Perlu langkah protektif yang berpihak pada buruh. Kami mendorong revisi Perda Ketenagakerjaan, kita tidak bisa lagi menoleransi sistem outsourcing yang menciptakan ketidakpastian berkepanjangan," tutur Anggota Komisi E DPRD Jatim, Hari Yulianto, di Surabaya, Kamis.
Dirinya menegaskan akan mengawal ketat pelaksanaan Perda dan Pergub yang terkait dengan perlindungan tenaga kerja
"Kita tidak ingin ada lagi perusahaan yang semena-mena melakukan PHK tanpa melalui prosedur yang adil," katanya.
Ia menyatakan bahwa dalam situasi global yang tidak menentu, kepastian kerja harus menjadi agenda politik utama di level daerah.
Menurutnya, harus ada kolaborasi lintas sektor, termasuk menciptakan regulasi yang berpihak dan memberi insentif kepada perusahaan yang menjaga tenaga kerjanya.
Untuk itu, menurutnya Pemprov Jatim perlu memperluas cakupan jaring pengaman sosial, termasuk pelatihan vokasi, insentif wirausaha baru, serta kemudahan akses terhadap program-program bantuan ekonomi.
"Jangan biarkan buruh yang di-PHK merasa kehilangan segalanya. Negara harus hadir melalui kebijakan afirmatif. Jangan biarkan mereka terpinggirkan dalam pusaran ekonomi yang semakin liberal dan tidak manusiawi," tuturnya.
Dalam peringatan Hari Buruh Internasional 1 Mei 2025, lanjutnya, menjadi refleksi mendalam atas nasib dan masa depan buruh di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Ia menyoroti terkait jumlah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Jawa Timur, dimana berdasarkan data yang ia terima pada 2024 sebanyak 8.394 pekerja di Jawa Timur terdampak, yang mayoritas sebanyak 6.001 buruh berasal dari sektor industri aneka dan dasar kimia.