Tumbuhan Hutan Hemat Triliunan Obat Impor
Jumat, 18 November 2011 5:08 WIB
Bogor - Guru besar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB Prof Ervizal A.M. Zuhud mengungkapkan bahwa ribuan jenis tumbuhan yang berguna bagi kesehatan bisa menghemat Rp38 triliun obat impor.
"Hutan tropika Indonesia yang terdiri atas berbagai tipe ekosistem merupakan gudang keanekaragaman hayati. Ada 2.039 jenis tumbuhan obat yang berguna untuk menyehatkan dan mengobati berbagai macam penyakit manusia maupun hewan ternak dan 239 jenis tumbuhan pangan," katanya di Kampus IPB Baranangsiang, Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis.
Dalam diskusi dengan wartawan dalam acara "minum kopi" pra-orasi guru besar IPB dalam rangka Dies Natalis ke-48, Prof "Amzu", panggilan karib Ervizal A.M. Zuhud, memaparkan tema orasinya bersama dua guru besar lainnya, yakni Prof Indra Jaya dan Prof Mulyono S Baskoro dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB.
Mengusung tema "Pengembangan Desa Konservasi Hutan Keanekaragaman Hayati Untuk Mendukung Kedaulatan Pangan dan Obat Keluarga (POGA) Indonesia Dalam Menghadapi Ancaman Krisis Baru Ekonomi Dunia di Era Globnalisasi", Amzu kembali menegaskan bahwa obat-obat farmasi yang dipakai di sarana kesehatan di Indonesia, lebih 90 persen berasal dari impor.
Data yang diperolehnya hingga tahun 2011 ini, nilai dari impor obat-obat tersebut adalah sebesar Rp38 triliun.
Sementara, merujuk pada data Badan Pusat Statistik periode Januari-Juni 2011, nilai impor pangan Indonesia telah mencapai setara Rp45 triliun.
"Hal ini semua menunjukkan bahwa di Indonesia telah terjadi 'disconnect' antara kebijakan pemerintah dan harapan rakyat petani," katanya.
Menurut dia, dengan ribuan jenis tumbuhan obat dari hutan dan lebih dari 200 jenis tumbuhan pangan, jika dimanfaatkan secara optimal pasti mampu mendukung kedaulatan obat dan kesehatan anak bangsa dan juga pangan.
"Asal didukung dengan kebijakan pemerintah yang pro-rakyat, terintegrasi, seperti yang dikemukakan pahlawan nasional Tan Malaka tahun 1943 bahwa ekonomi, politik, pendidikan dan Iptek itu satu paduan yang tidak boleh dipisah-pisahkan," katanya menegaskan.
Dikemukakannya bahwa hutan sebagai pendukung kesehatan hidup manusia yang bernilai tinggi, mulai disadari saat setelah hutan tropika banyak mengalami kerusakan dan kepunahan, serta banyaknya timbul penyakit baru pada masyarakat manusia.
"Jadi, sepatutnya hutan ke depan dibangun dan dikelola bersama masyarakat tani hutan untuk menghasilkan multi-produk, baik kayu maupun non-kayu, termasuk komoditas pangan dan obat hutan dengan pendekatan multi-sistem silvikultur 'agro forest industry' dengan masyarakat tani lokal sebagai pelaku utamanya," katanya.
Menurut dia, saat ini penduduk Indonesia sebagian besar hidup di desa-kampung, di mana berdasarkan data statistik Kementerian Dalam Negeri, jumlah desa di Indonesia ada sebanyak 73.067 desa.
Desa tersebut, katanya, lebih dari 50 persen berada di dalam dan di sekitar kawasan hutan yang dihuni lebih dari 550 etnis.
Untuk itu, inti dari orasi ilmiah yang akan disampaikannya pada Sabtu (19/11), adalah mengemukakan konsep pengembangan kampung-desa konservasi hutan keanekaragaman hayati pangan dan obat dengan sudut pandang berbasis kemandirian masyarakat kecil-lokal pada unit desa-kampung.
Ia menegaskan, sejarah dan fakta telah membuktikan hal ini dapat mendukung kedaulatan POGA desa di Indonesia, juga sangat berpotensi mampu bertahan menghadapi dampak ancaman krisis baru ekonomi dunia di era globalisasi.
Menurut dia, hal ini juga sesuai dengan pendapat pakar agroekologi dari Inggris Mulvany (2010), yang menyatakan bahwa masyarakat kecil tradisional sejak dahulu telah memiliki kedaulatan pangan, karena mereka bertani secara agroekologi dengan "loe external input production".
Sementara itu, Prof Indra Jaya dalam kesempatan itu menyampaikan paparan bertema "Penginderaan Jauh Sumberdaya dan Dinamika Laut Dengan Teknologi Akustik Untuk Pembangunan Benua Maritim Indonesia".
Sedangkan Prof Mulyono S Baskoro memaparkan tema "Pengembangan Perikanan Tangkap Berkelanjutan Melalui Program Pengkayaan Stok Ikan". (*)