Jakarta (ANTARA) - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sebagai pemimpin dalam sektor transformasi digital Indonesia memastikan regulasi yang tepat disiapkan oleh pihaknya memastikan biaya untuk infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Tanah Air bisa digunakan secara merata dan efisien.
Regulasi yang disiapkan itu harus bisa menjaga produktivitas biaya dalam penyelenggaraan jaringan internet broadband menjadi lebih tepat sasaran bagi para pengguna internet.
“Saya tidak bilang murah, yang saya bilang efisien. Hal ini karena komponen biaya akan menjadi penting dan signifikan di dalam transformasi digital dan ekonomi digital nasional yang sedang bertumbuh. Dengan semakin efisien jaringan broadband, maka akan semakin efisien tata kelola komunikasi dan digital di Indonesia,” ujar Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G.Plate dalam keterangannya dikutip, Jumat.
Agar regulasi yang dihadirkan dapat berkeadilan, Kementerian Kominfo terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah sehingga pembangunan infrastruktur TIK bisa merata dan sesuai kebutuhan serta bisa meningkatkan produktivitas kegiatan ekonomi masyarakat.
Dengan kehadiran infrastruktur TIK yang merata dan sesuai dengan kebutuhan itu maka tidak hanya masyarakat di kota- kota besar saja yang mendapatkan kemudahan akses digital namun juga di kota kecil hingga kota terluar bisa mendapatkan akses serupa.
“Saya berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk memastikan kebijakan-kebijakan pemerintah daerah yang ramah terhadap penggelaran fiber optik atau penggelaran teknologi informasi dan komunikasi, karena itu akan menjadi tulang punggung dan investasi jangka panjang yang akan memberikan dampak turunannya yang luas kepada perekonomian dan aktifitas masyarakat secara keseluruhan,” kata Johnny.
Johnny lalu menyatakan sebagai komponen utama jaringan broadband kabel serat optik memiliki peran penting dalam peningkatan kualitas layanan jaringan internet kepada masyarakat.
Namun rupanya, layanan kabel serat optik di Indonesia masih sangatlah rendah jumlahnya dan tentunya menjadi tantangan yang perlu diselesaikan oleh Pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya.
Berdasarkan data World Bank 2021 tercatat fixed broadband melalui kabel serat optik yang menuju rumah- rumah di Indonesia baru menyentuk angka 4 persen dari total populasi.
“Upside risk-nya masih sangat besar, untuk itu kepada seluruh penyelenggara jaringan telekomunikasi agar segera mengambil langkah-langkah dalam rangka efisiensi dan produktivitas kemanfaatan dan penggunaan jaringan fiber optik. Termasuk dari sisi manajemen, keputusan investasi dan operasional,” jelasnya.
Tantangan lainnya yang harus dihadapi dalam menghadirkan jaringan internet yang efisien dapat dilihat dari besaran tarif layanan fixed broadband belum terjangkau oleh seluruh masyarakat.
Sesuai dengan fungsi dari Capex (capital expenditure) dan Opex (operational expenditure), kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan menjadi salah satu penentu biaya operasional layanan fixed broadband.
“Dengan rendahnya penetrasi layanan fixed broadband serta tingginya biaya operasional di Indonesia sebagai akibat dari negara dalam jangkauan yang luas, sebuah negara kepulauan, tarif layanan menjadi mahal sehingga hanya dapat digunakan oleh kalangan tertentu, secara khusus menengah atas,” kata Johnny.
Oleh karena itu, Menkominfo menyatakan saat ini, Pemerintah sedang mendorong konsolidasi dalam industri telekomunikasi. Langkah itu ditujukan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas agar daya saing dalam negeri, regional maupun tingkat global akan semakin baik.
“Mengatasi hal tersebut, Kementerian Kominfo terus berupaya untuk membantu mengurangi hambatan masuk yang dialami oleh penyelenggara telekomunikasi saat penggelaran dan pengoperasian jaringan telekomunikasi, termasuk melalui koordinasi dengan kementerian, lembaga, serta instansi terkait,” tutup Johnny. (*)