Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan APBN 2022 merupakan instrumen penting dalam menjaga momentum pemulihan ekonomi yang telah mulai terjadi pada tahun ini.
“RAPBN 2022 konstruksinya tetap yaitu APBN menjadi instrumen untuk menjaga pemulihan ekonomi serta mendorong reformasi struktural, karena itu dua hal yg sangat penting bagi Indonesia,” kata Menkeu Sri Mulyani dalam Raker bersama Banggar DPR RI di Jakarta, Rabu.
Sri Mulyani mengatakan pemerintah mendesain APBN tahun depan untuk menyangga pemulihan yang diperkirakan masih akan berlanjut, karena keluar dari krisis bukan terjadi secara tiba-tiba melainkan melalui usaha.
Terlebih lagi sektor perbankan belum dapat menyalurkan kredit secara penuh seperti sebelum COVID-19, sehingga APBN masih akan menjadi instrumen utama dalam menciptakan pemulihan berkelanjutan.
Ia menjelaskan momentum pemulihan akan diteruskan dengan menjaga penerimaan pajak yang mulai mengalami perbaikan, karena jika menginginkan pertumbuhan tinggi maka penerimaan pajak harus tumbuh lebih tinggi.
“Kalau pertumbuhan ekonominya 5 persen maka pertumbuhan penerimaan pajak harus lebih tinggi dari 5 persen. Ini yang akan menyebabkan tax ratio menjadi lebih baik,” ujar Sri Mulyani.
Ia mengingatkan dalam memenuhi kebutuhan belanja untuk pemulihan dan reformasi struktural maka diperlukan tax ratio yang membaik.
Penerimaan perpajakan berdasarkan LKPP mencapai Rp1.546,1 triliun pada 2019 dan Rp1.285,1 triliun sedangkan tahun ini diperkirakan mencapai Rp1.375,8 triliun serta ditetapkan Rp1.506,9 triliun dalam RAPBN 2022.
Sementara itu belanja negara tetap dikendalikan Rp2.708,7 triliun untuk tahun depan dalam RAPBN 2022 atau sedikit lebih tinggi dari prediksi realisasi tahun ini Rp2.697,2 triliun.
“Pertumbuhan belanja memang tidak di-push karena lonjakan belanja secara absolut sudah terjadi pada 2020 dan 2021 sedangkan 2022 relatif akan terjadi leveling,” kata Sri Mulyani.
Ia menjelaskan pemerintah berencana mengubah strategi belanja jika kasus COVID-19 terkendali yaitu dari yang awal difokuskan untuk penanganan pandemi seperti vaksinasi, APD dan obat-obatan menjadi belanja produktif.
Ia pun menegaskan upaya konsolidasi fiskal untuk menjaga pertumbuhan pendapatan dan mengendalikan belanja bertujuan menciptakan defisit yang lebih rendah yakni 4,85 persen dari PDB pada 2022.
Defisit ini nantinya akan dipenuhi dari pembiayaan anggaran yang salah satunya melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) III antara Bank Indonesia (BI) dan pemerintah dalam menangani dampak pandemi.
“BI akan ikut membantu dalam pembiayaan khusus untuk tahun depan sebesar Rp240 triliun,” ujar Menkeu Sri Mulyani. (*)
Menkeu: APBN 2022 instrumen penting jaga momentum pemulihan
Rabu, 25 Agustus 2021 14:08 WIB