Surabaya (ANTARA) - Universitas Negeri Surabaya (Unesa) menggelar webinar nasional bertajuk "Menjernihkan Hati, Melawan Radikalisme", Jumat untuk menyikapi fenomena maraknya mahasiswa yang terpapar ideologi radikalisme.
Akademisi Unesa Dr. Muhammad Turhan Yani usai webinar mengatakan maraknya mahasiswa yang terpapar radikalisme telah menjadi perhatian semua pihak, khususnya civitas akademika, agar kasus tersebut tidak terus berlanjut tanpa adanya penanganan.
"Melalui webinar nasional ini, sebagai salah satu insan akademik kamk ikut memberikan perhatian dengan langkah preventif pencegahan agar mahasiswa jangan sampai terpapar radikalisme. Hal itu penting agar kehidupan bangsa ini lebih harmonis dan damai," katanya.
Pria yang juga Ketua Komisi Pendidikan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur itu menyebut, mahasiswa sebagai subyek perlu mendapat bekal sesuai dengan nilai luhur agama dan ideologi Pancasila agar tak terpapar paham radikalisme dan ekstrimisme.
"Perlu ada proses filterisasi, sivitas akdemika perlu difilter. Mulai dari penerimaan dosen, mahasiswa dan tenaga pendidik harus memiliki wawasan kebangsaan sesuai ideologi Pancasila. Penguatan wawasan agama yang moderat juga menjadi bekal penting supaya orang tak terpapar radikalisme," katanya.
Menurutnya semua pihak memiliki tanggung jawab moral untuk bisa menciptakan kehidupan bangsa yang lebih baik.
Ia mencontohkan, di kampus mahasiswa harus mendapat pendampingan semua pihak. Jika ada tanda-tanda radikalisme dan ekstrimisme harus cepat ditangani.
"Generasi muda menjadi aset yang penting untuk dikawal. Apa yang disampaikan salah satu narasumber, yakni mantan narapidana teroris, Wildan menjadi pembelajaran yang baik. Alhamdulillah dengan kesadaran penuh dia rujuk ke NKRI. Yang belum rujuk seperti dia semoga cepat kembali," ujarnya.
Mengenai seorang mahasiswa yang menjadi satu teroris di Mabes Polri, Turhan menegaskan pelaku bukanlah mahasiswa karena telah dikeluarkan kampusnya sejak semester IV.
"Pelaku terorisme di Jakarta, ternyata adalah mantan mahasiswa, artinya dia dudah lepas dari pantauan kampus saat melakukan aksi tersebut. Dia mahasiswa angkatan 2012, dan dikeluarkan di semester IV," ujarnya.
Dia menduga, setelah dikeluarkan kampusnya, pelaku bergaul dengan kelompok radikalisme dan dipengaruhi media sosial sehingga melakukan hal tindakan teror.
"Ini tentu tak ada hubungan dengan kampus. Ketika dia melakukan itu statusnya bukan mahasiswa dan tidak dalam pantauan kampus untuk mendapat pembinaan," ucapnya.(*)
Unesa gelar webinar nasional sikapi fenomena radikalisme di kalangan mahasiswa
Jumat, 30 April 2021 19:13 WIB
Generasi muda menjadi aset yang penting untuk dikawal