Jombang (Antaranews Jatim) - Puluhan anak milenial Tionghoa di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Kamis, merayakan Imlek dengan menggelar diskusi terbuka bertema Mendengar Suara Tionghoa Milenial di Kota Santri milenial, dengan tujuan mendorong terciptanya kerukunan serta semakin mengikis diskriminasi.
Joe Sava, aktivis Jombang Student Interfaith Forum (JSIF) dalam forum ini mengaku pernah mengalami hal yang tidak menyenangkan.
"Tidak mudah menjadi Tionghoa. Saya kenyang perlakuan diskriminasi dan pernah mengalami kekerasan," kata Joe Sava.
Mahasiswa jurusan akuntansi di salah satu universitas swasta di Surabaya ini mengaku pernah berkelahi gara-gara membela temannya yang diejek.
Bahkan, saat dirinya masih kecil, sepedanya pernah dirusak, termasuk pernah dikencingi. Perlakuan diskriminasi itu diterimanya karena dia Tionghoa.
Muliasari Kartikawati, narasumber lainnya menekankan pentingnya menjaga integritas dan menjadi teladan.
"Kalau kita kritik pemerintah agar tidak korupsi, maka kita juga tidak boleh korupsi. Papa dan 'engkong' saya berpesan seperti itu," kata dia.
Dia teringat saat orde baru, di mana dengan kebijakan pemerintah saat itu membuat psikologi warga Tionghoa seakan tertekan. Namun, hal itu berubah saat era pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
"Tapi, untung ada Gus Dur yang berani membuka borgol politik diskriminatif Pak Harto," katanya.
Acara diskusi tersebut diselenggarakan oleh Gusdurian Jombang dan JSIF. Dalam kegiatan tersebut juga dihadiri sejumlah tokoh agama dan beberapa dosen Tionghoa dari Malang dan Sydney, Australia.
Sebelum dimulai, acara terlebih dahulu dibuka dengan menyanyikan lagi Indonesia Raya. Para peserta mayoritas juga mengenakan baju bernuansa merah. Selain itu, banyak disajikan berbagai macam makanan khas Imlek.
Penggerak Gusdurian Jombang Aan Anshori mengatakan, kegiatan ini bukan hanya menjadi media bagi warga Tionghoa, melainkan berbagai umat beragama.
Ia ingin agar semua umat beragama memahami tentang pentingnya toleransi beragama, tanpa membedakan suku, agama, ras, dan budaya.
Dia mengatakan, kegiatan ini menjadi ajang curhat, terutama dari warga Tionghoa. Namun, dari hasil diskusi tersebut bisa menjadi ilmu dan pemahaman tersendiri untuk merawat berbagai macam perbedaan tersebut, terlebih lagi Kabupaten Jombang yang merupakan kota santri.
"Kami ingin Tionghoa milenial lebih berani lagi. Narasumber juga didominasi dari Tionghoa," ujar Aan Anshori. (*)
Rayakan Imlek, Gusdurian Jombang dan JSIF Gelar Diskusi Tionghoa Milenial
Kamis, 7 Februari 2019 18:39 WIB
semua umat beragama memahami tentang pentingnya toleransi beragama, tanpa membedakan suku, agama, ras, dan budaya.