Banyuwangi (Antaranews Jatim) - Ekonom dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Univeritas Brawijaya Malang Dr Dias Satria mengakji dampak ekonomi yang dapat dinikmati masyarakat dari pelaksanaan "Banyuwangi Festival" yang digelar secara berkelanjutan sejak 2012.
Dias Satria, di Banyuwangi, Rabu mengatakan, rangkaian agenda wisata Banyuwangi Festival yang digelar sejak 2012 menjadi salah satu pemicu kemajuan daerah di ujung timur Pulau Jawa itu. Tidak hanya mengerek nama Banyuwangi, namun juga mampu menggerakkan ekonomi.
Peraih gelar doktor ekonomi dari Adelaide University, Australia, itu mengkaji dampak ekonomi Banyuwangi Festival yang tiap tahunnya beragendakan lebih dari 70 atraksi wisata budaya, wisata alam, dan wisata olahraga.
Dias kemudian menuangkan hasil kajiannya itu dalam buku berjudul "Ekonomi Festival" yang diterbitkan oleh Universitas Brawijaya serta telah diluncurkan belum lama ini.
"Saya tertarik mengkaji dampak Banyuwangi Festival sebagai salah satu benchmark di Indonesia yang berhasil mengembangkan ekonomi kreatif dalam kemasan festival, tentu dengan tidak mengesampingkan masih ada beberapa hal yang perlu dibenahi,” ujar ketua Program Internasional Ekonomi Keuangan FEB Universitas Brawijaya tersebut.
Dias mengkaji Banyuwangi Festival dengan mengombinasikan ilmu manajemen event, destination branding, dan teori pariwisata berkelanjutan.
"Ekonomi festival layak dipertimbangkan menjadi kajian serius, bahkan cabang ilmu baru, seperti halnya ekonomi pertanian, ekonomi perbankan, dan sebagainya. Hal ini mengingat sekarang banyak daerah menggarap festival, di mana salah satu yang paling awal memulai adalah Banyuwangi," ujar Dias.
Menurut Dias, festival menjadi pengungkit paling efektif dalam meningkatkan promosi dari sewbuah objek wisata.
"Buku ini juga me-review pelajaran dari festival-festival di berbagai belahan dunia yang terbukti mampu menggerakkan ekonomi lokal," kata peraih gelar "Young Economist Award" dari Menteri Keuangan itu.
Buku tersebut, kata Dias, terinspirasi dari perjalanan studinya di South Australia ketika melihat kegiatan-kegiatan lokal, seperti Adelaide Fringe, Royal Adelaide Show, dan festival lokal lainnya. Tema "lokalitas" yang diangkat begitu jelas, sehingga mengangkat potensi lokal, baik seni-budaya, alam maupun atraksi yang menarik wisatawan.
"Ketika kembali ke Indonesia tahun 2015, saya takjub dengan branding Banyuwangi yang dikemas dalam "Banyuwangi Festival". Saya belajar dari manajemen Banyuwangi yang secara integratif memajukan potensi lokal melalui beragam strategi pembangunan, termasuk festival. Dalam waktu singkat, festival menjadi kekuatan ekonomi baru Banyuwangi," ujarnya.
Dari Banyuwangi Festival, katanya, kemudian lahir nilai tambah yang mendorong investasi di berbagai sektor di Banyuwangi, seperti perhotelan, industri, pertanian, dan perdagangan. "Aksesibilitas juga menjadi sangat mudah. Dari dulu tidak ada penerbangan, sekarang sehari ada delapan penerbangan ke Banyuwangi dari Jakarta dan Surabaya," ujarnya.
Menurut Dias, itulah "soft diplomacy" festival yang tidak dapat dihitung secara materi. Bahkan, dampak sebuah festival mampu mendorong citra positif sebuah objek wisata, sehingga meningkatkan kebanggaan warga atas daerahnya yang secara beriringan memacu potensi-potensi lokal lain untuk berkembang. "Termasuk usaha-usaha ekonomi masyarakatnya," katanya.(*)
Ekonom Universitas Brawijaya Kaji Dampak Ekonomi Banyuwangi Festival
Rabu, 3 Oktober 2018 17:27 WIB
Aksesibilitas juga menjadi sangat mudah. Dari dulu tidak ada penerbangan, sekarang sehari ada delapan penerbangan ke Banyuwangi dari Jakarta dan Surabaya.