Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Frans Barung Mangera di Surabaya, Selasa mengatakan limbah medis berbahaya itu seharusnya dibuang pada tempatnya namun oleh PT Arah Environmental Indonesia selaku transpoter, limbah medis itu tidak dibuang atau dimusnahkan di inseminator, alat penghancur limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya).
"Limbah-limbah medis berbahaya ini berasal dari rumah sakit yang ada di wilayah Jawa Timur. Seharusnya setiap RS itu memiliki alat inseminator yang harus dilengkapi untuk limbah-limbah medis maupun B3," kata dia.
Tidak hanya limbah medis seperti injeksi dan infus saja, di dalam mobil pick up terdapat juga bekas darah dan potongan daging manusia. Hal tersebut sangat berdampak buruk bagi lingkungan hidup. Untuk itu, penyidik Ditreskrimsus Polda Jatim akan mengembangkan hasil ungkap limbah medis ini.
"Kami akan terus mendalami dan mengungkap temuan kasus limbah medis berbahaya ini. Apalagi limbah tersebut milik rumah sakit yang ada di Jatim," tuturnya.
Sementara itu, Wadireskrimsus Polda Jatim, AKBP Arman Asmara Syarifuddin menambahkan, tujuh rumah sakit yang membuang limbah ini semuanya berada di Surabaya, Mojokerto, dan Jombang. Kasus ini merupakan hasil penyelidikan tanggal 13 Oktober 2017.
Arman mengaku, sementara ini dua orang masih kita jadikan saksi. Pihaknya pun mengaku dalam waktu dekat akan meningkatkan penyelidikan kasus ini ke penyidikan, sehingga akan ada tersangka.
"Yang pasti dalam hal ini tersangkanya bisa saja dari perorangan maupun korporasi atau badan usaha itu sendiri," kata dia.
Arman mengemukakan, modus yang dipakai terlapor PT Arah Arah Environmental Indonesia yang beralamat di Jl Raya Kalirungkut, Surabaya ini mengambil limbah yang ada di Rumah Sakit untuk dilakukan pemusnahan. Padahal seharusnya setiap Rumah Sakit memiliki inseminator, di mana limbah tersebut 2x24 jam harus dimusnahkan.
"Namun batas waktu pemusnahan limbah ini berlibahan sampai dengan 5x24 jam, sehingga kami langsung melakukan penindakan terhadap PT Arah Enviromental Indonesia," ujarnya.
Pada pengembangan kasus ini, kata dia, tidak menutup kemungkinan akan berkembangan ke beberapa rumah sakit yang mengelola limbah medis tidak pada ketentuan yang ada.
Untuk kasus ini Polisi menjerat dengan Pasal 102 UU RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH dan Pasal 116 (1) huruf a UU RI No 32 Tahun 2009 tentang PPLH. "Ancaman minimal 1 (satu) tahun penjara dan maksimal 3 (tiga) tahun penjara, denda Rp1 miliar dan maksimal Rp3 miliar," ujarnya.(*)
Video Oleh Willy Irawan