Surabaya (Antara Jatim) - Pakar di bidang Akutansi dari Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya mengatakan bahwa Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) belum menjamin laporan dari pemerintah kabupaten/kota benar-benar bersih.
"WTP merupakan opini tertinggi dari beberapa laporan pemerintah daerah karena sistem akuntansinya, namun WTP ini tidak menjamin jika kabupaten/kota tersebut benar-benar bersih dari korupsi," kata Guru Besar Bidang Ilmu Akuntansi, Prof Dr I Made Narsa SE MSi, Ak, CA dalam sambutannya di pengukuhan guru besar Unair, di Surabaya, Sabtu.
Ia mengatakan berdasarkan data di 2014, ada 504 laporan dari pemerintah kabupaten/kota yang menyerahkan ke Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), 251 di antaranya mendapatkan Opini WTP atau setara dengan 49,8 persen.
"Disclaimer menurun secara signifikan di K/L, sementara opini wajar di pemerintah kabupaten/kota menunjukkan peningkatan, namun masih saya nilai rendah karena kurang dari 50 persen dan yang menyerahkan laporan hanya sekitar 504," ujarnya.
Menurut dia pemerintah tidak hanya menciptakan good governance atau pemerintahan yang bagus, tetapi juga clean governance atau pemerintahan yang bersih karena sesuattu yang bersih pasti bagus, dan sesuatu yang bagus belum tentu bersih.
"Opini WTP dari akuntan independen terhadap laporan keuangan menjadi sebuah entitas karena wakil dari bagus, namun WTP tidak menjamin bebas korupsi. Beberapa provinsi, kabupaten/kota yang mendapat opini WTP dari BPK, setelah beberapa bulan kemudian terungkap ada kasus korupsi," jelasnya.
Prof Made menambahkan jika laporan keuangan yang memperoleh WTP dari BPK saja belum bersih, maka harus dipertanyakan juga lapran-laporan keuangan lainnya yang belum memperoleh opini selain WTP.
"Dalam hal ini peran akuntan secara optimal sangat penting untuk mempercepat proses perubahan menuju tata kelola yang bagus dan bersih karena dari tata kelola yang bagus dan bersih, maka dapat mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat," tuturnya.
Akuntan, lanjutnya harus menggerakkan semua sumber daya agar berfungsi secara optimal, efektif dan efisien, serta meningkatkan literasi akuntasi masyarakat, sehingga menjadi tantangan strategis yang dihadapi akuntan dan menuntut pergeseran persepsi.
"Akuntan tidak boleh terbelenggu dalam peran yang sempit sebagai pemegang buku atau bbokkeper, auditor, dan penyedia informasi, namun jauh lebih dari itu. Akuntan bisa menjadi penegak integritas, pengawal transparansi dan akuntabilitas serta penjaga etika," tandasnya. (*)
