Olef Fiqih Arfani (Blitar) "Adik...adik..!! Tahu tidak mengapa habis makan harus cuci tangan pakai sabun..??," tanya seorang dalang perempuan panggung boneka kepada puluhan anak di sebuah ruangan di dalam Posyandu. "Agar tangan menjadi bersih dan sehat..!!," jawab Rina, begitu bocah kecil berusia sekitar lima tahun menjawab pertanyaan. "Bagus... Tepuk tangan anak-anak..Pintar...!!," timpal dalang itu lagi disambut riuh tepuk tangan puluhan anak-anak yang sedang mendengarkan cerita. Begitulah secuil cerita yang terjadi di sebuah panggung boneka di Posyandu "Matahari" di Desa Plosorejo, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Panggung boneka digelar agar materi yang disampaikan cepat bisa diterima anak-anak karena disampaikan langsung dengan menggunakan alat peraga yang disukai anak-anak, sehingga anak-anak bisa belajar sekaligus bermain menambah pengetahuan dan selalu ingin berkunjung ke Posyandu lagi setiap bulannya. Dari balik kotak panggung boneka, terdengar suara dalang yang selalu tampak senang dan menghibur. Karena suara-suara dan gerakannya, anak-anak mampu dibuatnya terdiam dengan mimik serius mendengar kisah ceritanya, hingga terpingkal-pingkal tertawa melihat aksi kocak sang dalang. Agar semakin membuat anak senang, sang dalang itupun rela wajahnya dicoreti penuh cat dan mengenakan kostum ala badut. Jika sudah di "make up", wajah aslinya berubah hampir 180 derajat. Pipinya dilumuri cat wajah warna kuning, sedangkan kedua bola matanya dikelilingi warna merah. Belum lagi hidung dan bibirnya yang dipenuhi warna yang sama. "Kalau tidak dicat seperti ini, anak-anak tidak akan tertarik. Ini salah satu cara membuat materi yang disampaikan mengena ke otak anak-anak. Tapi saya senang kok wajah saya dicat seperti ini," ujar Dian Safitri, sang dalang. Ya, dalang dari balik panggung boneka tersebut adalah seorang perempuan. Usianya sudah 38 tahun dan sejak enam tahun lalu sudah menjadi "dalang tetap" di Posyandu Matahari. Suaranya yang mampu berubah-ubah menirukan tokoh yang diperankan, berhasil menaklukkan anak-anak hingga tak beranjak sedikitpun dari duduknya hingga panggung boneka selesai dipertontonkan. Kedua tangannya juga sudah tidak kaku memainkan boneka-boneka yang diperagakan dengan jemarinya. Tubuhnya yang agak berbobot menambah kesan lucu ketika ia memeragakan dalang panggung boneka. Namun siapa sangka, Dian, begitu ia dipanggil, kini sedang menempuh pendidikan Pascasarjana di Magister Manajemen Kesehatan, Stikes Malang. Selain harus kuliah, ia saat ini sedang bertugas sebagai salah satu petugas program kesehatan di Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Blitar. "Ya...untuk menambah ilmu kesehatan. Karena masih banyak kekurangan dan saya senang belajar. Doakan lulus ya mas," ucapnya. Sejak 2006, selama 10-15 menit tiap agenda Posyandu, ia meminta izin dari tugasnya sejenak untuk ke kecamatan seberang. Setiap bulan sekali, kadang dua kali, ia mengajak anak-anak, khususnya mereka yang menempuh Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) bermain sambil belajar. "Saya dari dulu hobi bercerita dan bersenang-senang, apalagi jika di hadapan anak-anak. Rasanya seperti muda terus dan tidak ingin pisah dari mereka," kata perempuan yang masih betah melajang tersebut. Setiap pertemuan, materi yang disampaikannya berbeda-beda, namun tetap dalam satu tema, yakni Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Materinya berkisar seputar buang sampah pada tempatnya, cuci tangan menggunakan sabun, memilah sampah kering dan basah, cara agar tidak terjadi banjir, dan sebagainya. Dian bercerita, awal mula ia menekuni sebagai dalang panggung boneka bukan sebuah kebetulan semata. Ketika mengabdi di sebuah posyandu, ia ditunjuk mengikuti pelatihan yang digelar Dinas Kesehatan Jawa Timur. Ia pun berangkat dan menempuh pendidikan selama beberapa hari di Surabaya. Di sana diajarkan bagaimana bernarasi yang baik sehingga cerita bisa didengar oleh anak-anak, bagaimana menirukan berbagai macam suara, dan sebagainya. Seiring dengan bertambahnya waktu, ia pun secara perlahan dan terus-menerus mengasah kemampuannya di hadapan anak-anak. Tak rugi, para orang tua sering memuji karena apa yang disampaikan kadang dipraktikkan oleh anaknya di rumah. Pengabdian selama inipun ia anggap sebagai tempat menyalurkan hobi dan tidak memedulikan berapa honor yang diterimanya. Ia mengaku ikhlas dan kadang menerima jika tidak dibayar menjadi dalang panggung bonek ini. "Tidak apa-apa, saya ikhlas kok. Saya bisa membuat anak-anak tertawa saja sudah senang. Rasanya tidak ada yang lebih indah selain melihat keceriaan mereka. Apalagi jika apa yang saya sampaikan bisa dilakukan anak-anak di lingkungan mereka," tutur sarjana S-1 lulusan Unika Kediri tersebut. Selama ini pula, panggung boneka yang dimiliki Posyandu semakin lama semakin bertambah fasilitasnya. Mulai dari lima boneka saja, hingga saat ini sudah lebih dari 11 boneka yang dimilikinya. Aksesoris-aksesoris yang melekat di tubuhnya juga bertambah untuk membuat anak-anak semakin tertarik. Suka duka menjadi dalang panggung boneka, kata dia, lebih banyak sukanya. Ia mengaku nyaris tidak memiliki duka ketika menjadi dalang dan bercerita di hadapan anak-anak. "Mungkin dukanya hanya kadang ada anak yang menangis karena takut dengan penampilan saya yang seperti badut. Tapi itu tidak semua kok," katanya sembari tertawa. Ia mengaku sempat hampir kehilangan materi untuk disampaikan ke anak-anak. Namun dengan sering membaca dan menonton program di televisi, inspirasinya bertambah dan perbendaharaan kalimat humornya menumpuk. "Apalagi sekarang ada 'Opera Van Java' di televisi. Itu salah satu inspirasi saya menambah kata-kata untuk disampaikan kepada anak-anak," tukas Dian Safitri. Putri seorang apoteker tersebut tidak tahu sampai kapan ia akan berhenti sebagai seorang dalang. Ia mengaku akan total berhenti jika sudah tidak dibutuhkan lagi. "Meski kelak berkeluarga, tapi saya tetap seorang dalang di panggung boneka. Saya akan berhenti jika memang sudah tidak ada yang membutuhkan lagi," katanya sambil menyeka keringat. Sementara itu, Kepala Desa Kademangan, Mulyani (60), mengaku bangga bisa memiliki seorang Dian Safitri di Posyandu kampungnya. Meski berasal dari desa lain, namun dedikasi yang ditunjukkan Dian mampu membuat warganya kesengsem. "Kami sangat bersyukur memiliki Dian. Meski sedang sekolah S-2, tapi dia tidak pernah mengeluh sebagai seorang dalang panggung boneka," ucap dia. Pihaknya mengaku sebenarnya ingin memiliki kader pengganti Dian Safitri jika sudah tidak lagi di Posyandu Matahari. Namun, karena sayang jika diganti maka dinilai sulit mengganti seorang dalang yang memiliki kreatifitas dan secerdas Dian. Hal senada dikatakan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar, Koespardani. Ia mengaku sudah mendengar nama Dian Safitri dan tercatat sebagai salah satu petugas program kesehatan terbaik yang pernah dimiliki pemerintah daerah. "Dian itu orangnya pintar dan kreatif. Ia sepertinya sudah tahu bagaimana cara 'menaklukkan' anak-anak dan mengajak bagaimana berperilaku hidup bersih dan sehat," katanya. Pemerintah, lanjut dia, mengakui kehebatan seorang Dian Safitri yang mampu membagi waktu sebagai seorang dalang panggung boneka diantara bekerja dan kuliah di luar kota. "Kami memang memiliki tidak sedikit dalang panggung boneka karena hampir di semua posyandu ada. Tapi kami akui, tidak sehebat Dian Safitri karena ia memiliki kelebihan," tukasnya. Posyandu Berprestasi Prestasi Posyandu "Matahari" secerah namanya. Mengikuti berbagai ajang lomba kesehatan mulai tingkat lokal hingga nasional, seabrek penghargaan diraihnya. Prestasi yang ditorehkan antara lain, Juara I Lomba Kader Posyandu Kabupaten Blitar, Juara I Seleksi Kader Berprestasi Kabupaten Blitar, Juara I Seleksi Kader Berprestasi Provinsi Jawa Timur, Juara Tutor Keaksaraan Provinsi Jawa Timur, Juara I Posyandu Tingkat Kecamatan Kademangan, dan Juara I Lomba Posyandu se-Kabupaten Blitar, serta penghargaan-penghargaan lainnya. "Ini berkat kekompakan dan kerja sama warga desa demi memajukan Posyandu. Kami sangat bangga memiliki masyarakat yang peduli dan berperan aktif didalamnya," kata Ketua Tim Penggerak PKK, Desa Plosorejo, Astuti. Prestasi gemilang yang diraih Desa Plosorejo tidak datang secara tiba-tiba. Namun dirintis sejak lama dan melalui perjuangan dengan berbagai kreasi, inovasi, dan karya untuk memajukan Posyandu. Astuti menerangkan, inovasi-inovasi yang dilakukan sebagai pengembangan posyandu di desanya, di antaranya Warung Posyandu, yakni bekerja sama dengan pedagang sayur keliling dalam menyediakan bahan makanan. Penjual sayur keliling atau yang lebih dikenal dengan sebutan "ethek" ini kadang diperbantukan untuk menjadi "Wartawan Posyandu". Maksudnya, dari seorang "ethek" inilah, informasi dan berita apapun dari posyandu disebarkan ke masyarakat. "Begitu juga sebaliknya. Setiap apapun informasi dari masyarakat, akan disampaikan ke ibu-ibu kader PKK untuk ditindaklanjuti. Peran wartawan posyandu ini sangat penting dan membantu karena dialah yang bertemu langsung dengan warga setiap harinya," kata istri Mulyani, kepala desa setempat tersebut. Dukungan pun datang dari pemerintah. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jatim, dr Budi Rahaju MPH mengungkapkan, untuk mempercepat terwujudnya masyarakat sehat seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, Departemen Kesehatan pada 1975 menetapkan kebijakan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD). Kebijakan ini merupakan strategi pembangunan kesehatan yang menerapkan prinsip gotong royong dan swadaya masyarakat. Tujuannya, masyarakat dapat menolong dirinya sendiri melalui pengenalan dan penyelesaian masalah kesehatan bersama petugas kesehatan secara lintas program. "Kegiatan PKMD untuk perbaikan gizi, dilaksanakan melalui Karang Balita, sedangkan untuk penanggulangan diare dilaksanakan melalui Pos Penanggulangan Diare. Untuk pengobatan masyarakat di pedesaan melalui Pos Kesehatan, serta untuk imunisasi dan keluarga berencana, melalui Pos Imunisasi dan Pos KB Desa," ungkapnya. Kegiatan yang dilakukan, diarahkan untuk lebih mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi, yang sesuai dengan konsep GOBI, yakni Kesehatan Ibu dan Anak, KB, imunisasi, gizi dan penanggulangan diare. Sementara itu, Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Jatim, Nina Soekarwo menjelaskan, jumlah posyandu di Jatim saat ini sebanyak 45.603 unit. Klasifikasinya, kader pratama sebanyak 44.136 unit (9,07 persen), madya 18.533 (40,64 persen), purnama 21.041 (46,14 persen) dan mandiri 1.893 (4,15 persen). Jumlah kader tercatat 226.829 orang, yang aktif sebanyak 205.227 orang. "Konsep pengembangan posyandu ditujukan untuk percepatan penurunan angka kematian ibu (AKI), dan angka kematian bayi (AKB) yang kegiatannya meliputi kesehatan ibu dan anak, gizi, imunisasi dan KB," katanya. Untuk merealisasikannya, posyandu bertekad membentuk 10.000 Taman Posyandu pada 2013, yaitu Posyandu yang ditambah dengan Pendidikan Anak Usia Dini dan Bina Keluarga Balita. Menurut istri Gubernur Jatim Soekarwo tersebut, PKK Jatim telah memberikan sosialisasi dan pelatihan kepada kader untuk menyejahterakan keluarga. "Diantaranya ,bagaimana mengatur pola asuh balita dalam memberikan asupan gizi, rancangan pendidikan, bina balita dan kesehatan keluarga," ucap wanita yang lebih akrab disapa Bude Karwo tersebut. Pihaknya mengakui, saat ini masih ada 2,7 juta anak usia dini (68,22 persen) yang belum mendapat pelayanan PAUD Holistik-Integratif, sedangkan yang sudah mendapat layanan sekitar 1,2 juta anak. "Karena itulah kami bertekad memiliki 10.000 posyandu dengan harapan bisa memberi pendidikan terhadap anak usia dini dan membantu mencerdaskan anak bangsa," katanya. (*)
Berita Terkait

Polisi tangkap badut mesum pelaku kekerasan seksual anak
27 Juni 2025 08:32

Perawatan Candi Badut
30 September 2022 18:38

Alasan Presiden memilih pakaian adat Baduy: Sederhana dan nyaman dipakai
16 Agustus 2021 10:50

Ngembak Geni Candi Badut
29 Maret 2019 22:17

Tradisi Tumpengan Candi Badut
22 Juli 2018 19:57

Ritual Ngembak Geni
18 Maret 2018 19:23

Bahana Badut di Candi Badut
10 September 2017 22:47

Wisata Purbakala Candi Badut
1 Januari 2017 17:18