Tuban - Perajin genting di Desa Ngadirejo, Kecamatan Rengel, Tuban, Jawa Timur, dalam dua tahun terakhir semakin berkurang beralih profesi mencari pekerjaan lain. Seorang perajin genting di Desa Ngadirejo, Kecamatan Rengel, Tuban Kasir (55), Minggu, mengatakan warga di desanya semula hampir semuanya bekerja sebagai perajin genting. Tapi, lanjutnya, dalam dua tahun terakhir satu persatu warga berhenti membuat genting dan saat ini yang masih bertahan tidak lebih dari 100 kepala keluarga (KK). Warga, menurut dia, beralih mencari pekerjaan lain, di antaranya sebagai buruh tani, juga sebagai buruh kerja ke kota terutama anak-anak muda, dengan memperhitungkan dengan bekerja sebagai pembuat genting sudah tidak lagi menjanjikan. "Dulu bahan pembakaran genting daun bambu hanya tinggal mengambil di sekitar kami, tapi sekarang harus membeli Rp15 ribu/pikul," kata perajin genting lainnya Warsini (60), menambahkan. Meski demikian, menurut Warsini, para perajin tidak kesulitan memperoleh membuat bahan genting yang memanfaatkan tanah atau "walet" Bengawan Solo yang jaraknya hanya ratusan meter dari lokasi pembuatan genting. "Bagi perajin dengan membuat genting yang penting masih ada penghasilan," ujarnya. Ia juga Kasir mengaku perajin di desa setempat rata-rata bisa membuat genting dengan tiga tenaga kerja yang biasanya semuanya keluarga 300 buah/hari. Pada kemarau tahun ini, harga genting di lokasi berkisar Rp375 ribu-Rp400 ribu/seribu, namun di luaran harga genting yang sudah dibeli pedagang bisa naik menjadi Rp500 ribu/seribu. "Harga genting di perajin tidak ada perubahan sama dengan harga tahun lalu," jelas Kasmijan. Menurut para perajin proses pembuatan genting tidak membutuhkan waktu lama dari mulai mencetak dengan tangan, kemudian menjemur yang hanya membutuhkan waktu sehari kalau cuaca panas dan membakar juga sehari. Genting produksi desa setempat, lanjut Kasmijan dibenarkan Kasir, cukup laku di pasaran dengan pembeli dari lokal Tuban, Lamongan dan Bojonegoro. Hanya saja Warsini juga perajin lainnya mengakui kualitas genting para perajin di desa setempat masih kalah dibandingkan dengan genting pres yang harganya jauh lebih mahal karena cetakan perajin di desa setempat dengan kayu. "Kalau bahan tanah untuk membuat genting sama antara genting di sini dengan genting pres. Hanya masalahnya cetakan genting di sini dengan cetakan kayu, sebab perajin di desa kami tidak mampu membeli cetakan besi," jelas Warsini, menambahkan. (*).

Pewarta:

Editor : Akhmad Munir


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012