Trenggalek - Puluhan warga Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, menuntut ganti rugi kepada Perusahaan Listrik Negara (PLN) setempat sebagai kompensasi atas rusaknya barang-barang elektronik mereka akibat lonjakan tegangan listrik yang tak terkontrol, 25-26 September.
"Kejadiannya di Desa Ngrambingan Kecamatan Panggul, tepatnya tanggal 25 dan 26 September, saat itu tiba-tiba tegangan listriknya langsung naik dan banyak alat elekronik yang terbakar seperti TV, kulkas, pompa air dan lain-lain," kata warga Desa Ngrambingan, Slamet Riyadi, Senin.
Ia menjelaskan, kerusakan barang-barang elektronik tersebut terjadi secara serentak di 94 rumah warga yang ada di 18 RT, akibatnya warga mengalami kerugian puluhan juta rupiah.
"Kami ke sini ini hanya meminta PLN bertanggung jawab dan memberikan ganti rugi, karena lonjakan tegangan itu muncul dari PLN," katanya.
Slamet menambahkan, tuntutan para pelanggan PLN tersebut yakni memperbaiki barang elektronik yang masih bisa dibenahi serta mengganti barang yang mengalami kerusakan total.
Dalam pertemuan tertutup di kantor PLN Rayon Trenggalek, Slamet menceritakan, pihak PLN dan kontraktor (rekanan) pemelihara jaringan menawarkan ganti rugi senilai Rp1,5 juta untuk seluruh kerusakan yang terjadi, namun hal itu langsung ditolak oleh warga karena terlalu kecil dibandingkan dengan kerugian yang ditimbulkan.
"Tawarannya itu masing-masing KK mendapat Rp15 ribu dari kontraktor dan Rp500 ribu dari kantong pak Nanok (Manejer PLN Trenggalek) sendiri, jadi totalnya Rp1,5 juta, kalau segitu mana cukup," kata Slamet.
Karena belum terjadi kesepakatan akhirnya tujuh orang perwakilan warga Desa Ngrambingan yang didampingi sejumlah aparat kepolisian, camat serta perangkat desa memilih pulang ke rumah masing-masing. Warga berharap PLN memperhatikaan tuntutannya.
Sementara itu, manajer PLN Rayon Trenggalek, Nanok Siswahyudi saat ditemui ANTARA menyatakan belum bisa memberikan ganti rugi sesuai yang dikehendaki warga.
"Masih kami laporkan ke pimpinan dan penggantian itu kan prosesnya tidak bisa langsung. Ganti rugi itu harus pengadilan yang memutuskan. Nanti, kalau pengadilan menyatakan harus diganti ya kami ganti, karena tuntutannya itu berhubungan dengan uang," katanya.
Menurut Nanok, lonjakan tegangan di Desa Ngrambingan, Kecamatan Panggul tersebut, akibat dari hilangnya sejumlah "kabel tanah" (grounding) di tiang listrik dan trafo.
"Kami melakukan pengecekan di lokasi, terutama di gardu trafo nomor 500 ternyata memang benar, kabel BC yang menghubungkan ke tanah itu hilang dicuri," imbuhnya.
Nanok menambahkan hilangnya "kabel tanah" tersebut sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya tegangan, karena pada rangkaian trafo PLN harus ada yang masuk ke tanah agar aliran di rumah warga menjadi fasa (+) dan netral (-).
"Kalau pada saat musim hujan, hilangnya kabel tersebut tidak terlalu berpengaruh karena pentanahan di masing-masing rumah warga masih bagus. Baru pada saat musim kering kualitas 'grounding' itu menjadi berkurang, akibatnya aliran yang seharusnya fasa-netral menjadi fasa semuanya," katanya.
Ia mengakui dari pengecekan rutin di lapangan banyak menemukan "kabel tanah" yang dicuri, bahkan ia memperkirakan kasus pencurian tersebut mencapai 70 persen.
"Karena kabel ini terbuat dari tembaga dan kalau dijual harganya relatif mahal, sehingga rawan dicuri. Untuk mengatasi itu, kami baru saja memasang sekitar 300 'kabel tanah', tapi di seluruh Trenggalek itu trafonya ada 700," ujarnya.
Manajer rayon ini berkilah lonjakan tegangan tersebut bukan akibat kelalaian PLN, namun kejadian tak terduga yang timbul akibat ulah orang yang bertanggung jawab.
"Kami tidak bisa disalahkan begitu saja, namun kami juga tidak menyalahkan warga, yang menentukaan itu semua ya pengadilan" katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012