Pasuruan - Koperasi Peternak Sapi Perah (KPSP) Setia Kawan Desa Wonosari, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur mendapat penghargaan Kalpataru dalam kategori kelompok penyelamat lingkungan. Sekretaris KPSP Setia Kawan Kecamatan Tutur (Nongkojajar) H Hariyanto di Pasuruan, Minggu mengatakan, penghargaan itu didapat karena koperasinya mampu mengolah kotoran sapi perah yang melimpah dan mengganggu lingkungan menjadi sumber energi alternatif biogas. Ketua KPSP Setia Kawan H Kusnan, dan sekretaris H Hariyanto dijadwalkan Selasa (5/6) bakal menerima piala Kalpataru dari Presiden di Jakarta. Hariyanto yang juga penanggung jawab pengembangan biogas menyebutkan, KPSP Setia Kawan Nongkojajar kini telah mengolah limbah kotoran sapi perah yang populasinya mencapai 17.765 ekor dengan membangun 883 unit biogas yang bisa dimanfaatkan sekitar 1.253 rumah tangga. Hariyanto mengungkapkan, sapi perah yang setiap ekornya per hari menghasilkan kotoran sekitar 30 kilogram sangat mengganggu lingkungan. Berangkat dari rasa keprihatinan tersebut yang kemudian koperasi merintisnya dengan membangun sejumlah unit biogas untuk mengolah limbah sapi menjadi energi alernatif. Dari sejumlah rintisan unit biogas tersebut kemudian terus berkembang mencapai 883 unit biogas yang dimanfatakan sekitar 1.253 rumah tangga. Dari biogas yang dihasilkan sangat membantu kebutuhan energi rumah tangga peternak. Disebutkan, biogas yang dihasilkan dimanfaatkan para peternak untuk lampu penerangan, memasak, serta untuk memanaskan air yang sangat dibutuhkan bagi warga yang berada di kawasan kaki Gunung Bromo yang dingin. Limbah kotoran sapi yang telah diambil gasnya juga bisa dimanfaatkan untuk pupuk organik yang hasilnya juga sangat melimpah dan dibutuhkan para petani maupun peternak sebagai pupuk tanaman bunga krisan, cabe paprika, apel, tebu, serta rumput setia, yakni rumput jenis gajah yang daunnya halus tak berbulu dan disukai sapi. Melimpahnya produk pupuk organik juga berdampak pula pada pelestarian lingkungan dan peningkatan pendapatan peternak maupun petani. Dengan ketersediaan energi alternatif biogas, warga juga tidak lagi menebang tanaman untuk kayu bakar, sehingga berdampak pula pada pelestarian sumber air yang juga sangat dibutuhkan peternak dalam memelihara sapi perahnya. Disebutkan, setiap ekor sapi perah setiap harinya membutuhkan air antara 80 hingga 150 liter. Sementara dari 150 sumber air yang ada sekitar separuhnya sempat kering. Namun setelah adanya pengembangan energi alternatif biogas yang berdampak pada pelestarian lingkungan, kini banyak sumber air di Nomngkojajar yang sempat mati telah kembali mengalirkan air lagi. Hariyanto menyebutkan, setelah keberhasilan KPSP Setia Kawan Mongkojajar mengembangkan biogas, kini pengembangan biogas juga telah dikembangkan pula di Grati, Puspo, Pasuruan, serta Batu Malang, serta Wlingi, Blitar. Hariyanto juga mengaku telah diminta Kementerian ESDM untuk mengembangkan biogas di Tanjung Pinang Riau, Makassar, serta Sumbawa. (*)

Pewarta:

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012