ondowoso - Sejumlah perajin di Kecamatan Tapen, Kabupaten Bondowoso, Jatim, memproduksi bahan mentah alat musik lidu-lidu yang biasa dimainkan oleh suku Aborigin di Australia. Ketut Wirawan, salah seorang perajin di Desa Kalitapen, Kecamatan Tapen, Kamis menjelaskan, pihaknya sudah sejak 2006 menekuni usaha yang produksinya dikirim ke Denpasar atau Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali itu. "Tapi dulu saya bekerja sama dengan orang lain dan sekarang saya memiliki usaha sendiri. Waktu kami usaha berdua, kami biasa mengirim hingga 700 buah setiap pekan sekali ke Bali," katanya didampingi Rihani, istrinya. Lidu-lidu adalah alat musik tiup yang menggunakan getaran bibir. Bentuknya memanjang antara 40 centimeter hingga 1,5 meter. Saat ini ada pemintaan lidu-lidu berbentuk melingkar, namun Ketut menilai tidak sesuai antara harga dengan biaya produksinya. "Setiap satu lidu-lidu kami jual Rp4.000 untuk yang ukuran 40 centimeter, Rp15 ribu untuk ukuran 130 centimeter dan Rp25 ribu untuk ukuran 150 centimeter," kata lelaki asal Kabupaten Buleleng yang sudah lama menetap di Bondowoso ini. Dengan pekerja sebanyak sembilan orang, Ketut menghasilkan lidu-lidu berbagai ukuran antara 600 hingga 800 biji dalam dua pekan. Jika ada permintaan dari pembeli, barang-barang dari bahan kayu jati itu langsung terjual, namun jika tidak, dirinya harus mencari pasar. "Kalau mencari pasar ini yang agak repot, karena istilahnya kami menjual eceran. Kadang kalau sulit laku, kami jual di bawah harga biasanya," tukasnya. Ia menjelaskan bahwa lidu-lidu produksinya memang dijual apa adanya atau belum diberi dicat karena untuk pengecatan, menurut informasi yang diterimanya, merupakan hak cipta dari suku Aborigin sendiri. Ketut menjelaskan bahwa sejak memulai usaha sendiri, dirinya belum mengirim hasil produksinya ke Bali. Ia saat ini baru hendak mengurus surat izin usahanya, setelah berpisah dengan rekan kerjanya terdahulu. Mengendai kendala, ia mengemukakan adalah tersedianya bahan baku, yakni bagian pucuk pohon jati. Apalagi kalau sudah musim hujan, yang terkendala oleh angkutan karena pasokan pucuk pohon jati berasal dari daerah pegunungan. "Kalau musim hujan, truk yang mau mengangkut kayu tidak berani karena lokasinya licin. Kalau kendala lain tidak ada," paparnya. Ia mengemukakan bahwa selain dirinya, di Kecamatan Tapen juga ada sejumlah perajin yang memproduksi alat musik serupa yang juga dikirim ke wilayah Bali.(*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012