Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) mendorong adanya penataan regulasi terkait pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada) seiring dengan berakhirnya pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan tersebut.

"Sekarang adalah momentum tepat untuk mengkaji penataan regulasi di bidang pemilu dan pilkada," kata Sekretaris Jenderal APHTN-HAN Bayu Dwi Anggono saat dikonfirmasi per telepon dari Kabupaten Jember, Jawa Timur, Selasa.

Menurutnya APHTN-HAN telah menggelar konferensi nasional dengan salah satu isu yang dibahas dalam diskusi panel terkait dengan penataan pengaturan pemilu dan pilkada dengan melibatkan sejumlah pakar hukum tata negara dari berbagai perguruan tinggi se-Indonesia.

"Ada beberapa rekomendasi yang dihasilkan dalam diskusi tentang penataan regulasi pemilu dan pilkada. Sedikitnya ada empat rekomendasi," ucap Bayu yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember (Unej) itu.

Baca juga: Istana tegaskan penolakan revisi UU Pemilu bukan ingin muluskan Gibran

Ia menjelaskan perlu diterapkan model kodifikasi atau omnibus terhadap UU Pemilu yang memuat materi Pemilu (UU No. 7 Tahun 2017), Pilkada (UU No. 10 Tahun 2016), Partai Politik (UU No. 2 Tahun 2011) dan Penyelenggara Pemilu.

"Penataan UU Pemilu/Pilkada perlu jauh-jauh hari dilakukan sebelum berlangsungnya proses tahapan pemilu, agar jika ada yang menguji ke MK, maka tidak sampai mengganggu tahapannya demi kepastian tahapan pemilu/pilkada," tuturnya.

Kemudian terkait kelembagaan, lanjut dia, pilihan model lembaga penyelenggara pemilu perlu memperhatikan prinsip konstitusi yang menegaskan independensi lembaga penyelenggara pemilu.

"Prinsip independensi perlu dijaga untuk menjamin pelaksanaan Pemilu/Pilkada secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil," ujarnya.

Menurutnya para pakar berpendapat bahwa reformasi pengaturan partai politik yang disesuaikan dengan perkembangan pelaksanaan demokrasi di Indonesia, sehingga ada dua hal penting yang perlu diatur secara tuntas.

"Kedudukan partai politik harus ditegaskan sebagai Badan Hukum Publik dan berkaitan dengan pengaturan pendanaan partai politik (political party financing) yang sangat berhubungan dengan efektivitas peran parpol dalam kehidupan demokrasi," ucapnya.

Bayu juga mengatakan secara tegas bahwa perlu dihindari perubahan aturan main pemilu di tengah berlangsungnya tahapan pemilu melalui strategi pembahasan dan penetapan UU atau regulasi pemilu yang partisipatif jauh hari sebelum dilaksanakannya tahapan pemilu.

"Sehingga segala pengujian ke MK/MA atas regulasi dimaksud bisa diputus sebelum dimulainya tahapan, serta jika pengujian materi terjadi saat tahapan pemilu tengah berlangsung maka pemberlakuan putusan untuk pemilu yang akan datang," katanya.

Pewarta: Zumrotun Solichah

Editor : Taufik


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024