Konferensi Nasional Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) menghasilkan sejumlah rekomendasi untuk penguatan sinkronisasi antar kementerian/lembaga dalam pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

"Rekomendasi untuk efektivitas dan optimalisasi lembaga pemerintahan yakni penguatan sinkronisasi kewenangan antar kementerian/lembaga untuk menghindari tumpang-tindih seiring dengan penambahan jumlah kementerian dan lembaga baru yang dibentuk," kata Sekretaris Jenderal APHTN-HAN Bayu Dwi Anggono dalam keterangan tertulis yang diterima di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Senin.

Dalam konferensi nasional bertema "Pemerintahan Baru: Peluang dan Tantangan dari Perspektif Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara" di Balikpapan pada 6-9 Desember 2024 itu, APHTN-HAN juga menjelaskan perlunya check and balances terhadap kebijakan dan tindakan pemerintahan untuk mengontrol tata kelola pemerintahan agar efektif dan mengurangi risiko penyalahgunaan wewenang/korupsi.

Menurut Bayu yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember (Unej) itu, kabinet pemerintahan yang baru perlu menerapkan prinsip efektivitas organisasi pemerintahan menitikberatkan pada pencapaian kinerja dengan outcome yang terukur dan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Ia menilai pemerintahan baru dihadapkan dengan isu strategis kenegaraan, sehingga memerlukan kajian akademik terkait hukum ketatanegaraan dan hukum administrasi untuk menjawab berbagai persoalan.

"Khususnya dalam pengambilan kebijakan penyelenggaraan negara yang diharapkan membawa maslahat dan kesejahteraan. Presiden Prabowo dan Wapres Gibran mengusung 'Asta Cita', dengan visi yakni Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045," tuturnya.

Selanjutnya untuk isu perihal reformulasi sistem hukum perundang-undangan tercatat lima rekomendasi yang dihasilkan para pakar hukum tata negara diantaranya gagasan penyederhanaan regulasi masih sangat relevan untuk dilaksanakan oleh pemerintahan baru.

"Penyederhanaan regulasi itu dapat dilakukan dengan dua pendekatan yakni metode omnibus dan kodifikasi, namun perlu dilakukan penilaian dampak (regulatory impact assessment) dan evaluasi peraturan perundang-undangan," katanya.

Selain itu, prinsip meaningful participation merupakan salah satu prinsip konstitusional dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan tiga hak yakni right to be heard, right to be considered, right to be explained.

"Pelibatan publik, khususnya pihak terdampak tidak hanya dilakukan secara formalitas tetapi benar-benar membuka ruang diskusi dengan melibatkan publik, serta penguatan gagasan penerapan regulatory guillotine berbasis AI dalam rangka simplifikasi regulasi," ujarnya.

Bayu berharap pokok-pokok pikiran dan rekomendasi konferensi nasional APHTN-HAN III 2024 dapat turut memberikan kontribusi dalam penataan hukum ketatanegaraan dan administrasi negara dalam kerangka demokrasi konstitusional negara hukum Indonesia.

Pewarta: Zumrotun Solichah

Editor : Astrid Faidlatul Habibah


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024