Madiun - Dawet Suronatan merupakan kuliner yang tidak asing lagi bagi warga Kota Madiun dan sekitarnya. Minuman segar yang terdiri dari semangkuk campuran bubur ketan hitam, bubur sumsum, dawet yang terbuat dari tepung beras, tape, dan kemudian diguyur air gula Jawa dan santan ini, terasa beda jika sudah menyebut kata "Suronatan". "Yang membuat rasanya istimewa adalah dawetnya. Depot Suronatan membuat dawetnya dari tepung beras, sehingga rasanya lebih gurih, kasar, dan kenyal," ujar salah satu pecinta Dawet Suronatan, Yayuk Puji Hastuti. Rasa dawet yang kenyal ini akan berbaur sempurna dengan bubur sumsum dari tepung beras bersantan yang gurihnya pas dengan siraman air gula Jawa. Sensasi rasa ini masih ditambah lagi dengan rasa asam dan manis dari tape singkong serta bubur ketan hitam yang menggugah selera. "Biar lebih sueegar bisa ditambah es batu sesuai selera. Menikmati Dawet Suronatan dengan es batu pada jam makan siang seperti ini, rasakya maknyusss," ungkap karyawati salah satu stasiun televisi lokal tersebut. Depot Dawet Suronatan yang berada di Jalan Merbabu Kota Madiun ini tak pernah sepi pembeli. Depot yang awalnya berada di Gang Suronatan tersebut selalu didatangi pembeli terlebih saat jam makan siang. Depot ini buka sesuai jam kerja, yakni pukul 08.00—17.00 WIB. Selain menjual dawet yang menjadi menu andalan, depot ini juga menjual aneka makanan lainnya seperti gado-gado, sayur asem, garang asem, soto, dan rawon. Menurut pengelola Depot Dawet Suronatan, Udin M, dalam sehari ia bisa menjual sedikitnya 300 porsi dawet. Jumlah ini meningkat hingga dua kali lipat saat akhir pekan atau liburan sekolah. Dan meningkat hingga 10 kali lipat saat liburan hari raya Idul Fitri. "Kalau liburan sekolah atau Idul Fitri kebanyakan yang datang adalah orang Madiun yang merantau ke kota besar. Saat pulang ke Madiun, mereka kangen dengan rasa dawet kami," ujar Uud, sapaan akrab dari Udin. Ia mengaku sebagai generasi ketiga pengelola Dawet Suronatan. Awalnya, dawet ini dirintis oleh Maunah dan Markun lebih dari 49 tahun yang lalu atau sekitar tahun 1963. Setelah itu dilanjutkan oleh anak dan menantunya, Sunarsih dan Gunanto, dan kini dikelola oleh Uud yang merupakan cucu dari Gunanto. Semangkuk Dawet Suronatan hanya dipatok harga Rp5.000. Pihaknya sengaja tidak memasang harga mahal, agar semua pihak bisa menikmati dawetnya. "Pembelinya berasal dari semua kalangan. Mulai dari pelajar, mahasiswa, karyawan, hingga keluarga yang datang secara rombongan," kata dia. Buka cabang Banyaknya pembeli yang ketagihan dengan Dawet Suronatan, membuat pengelola depot ini membuka cabang di Jl Panjaitan, Kota Madiun. "Selain membuka cabang di Kota Madiun, kami juga memiliki cabang di Yogjakarta yang telah bukan sejak beberapa tahun terakhir. hasilnya juga lumayan rame," kata dia. Cabang-cabang tersebut kebanyakan dikelola oleh anak dan cucu dari Gunanto dan Sunarsih yang merupakan generasi kedua dari pendiri Dawet Suronatan. Sementara itu, bagi pelanggan bertahun-tahun seperti Sri Giyanti asal Ngawi, rasa manis Dawet Suronatan yang pas di lidah, membuat ia selalu membeli dawet ini saat berkunjung ke Madiun. "Komposisinya pas. Tidak begitu manis karena bercampur dengan gurihnya bubur sumsum, sehingga rasanya jadi tidak enek dan segar," kata Sri. Setiap berkunjung ia selalu mengajak keluarganya. Bahkan ia juga selalu membungkus dawet tersebut untuk dinikmati di rumahnya. Apalagi saat momentum puasa, menu ini terkadang disajikan sebagai menu berbuka puasa oleh keluarganya. Penasaran dengan kesegaran Dawet Suronatan? Silahkan berkunjung di Jalan Merbabu Kota Madiun yang berjarak sekitar 20 meter dari Alun-Alun Kota Madiun. Dijamin, akan ketagihan. (*)

Pewarta:

Editor : FAROCHA


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012