Madiun - Kejaksaan Negeri Madiun menyelidiki proses lelang dan pembangunan proyek Pasar Besar Madiun (PBM) senilai Rp76,5 miliar yang diduga menyalahi aturan dan sarat korupsi. Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Madiun, Sudarsana, Rabu, mengatakan, pihaknya telah memeriksa sekitar 10 orang saksi dalam kasus ini. Mereka berasal dari pejabat dan staf Dinas Pekerjaan Umum Kota Madiun yang menjadi Kuasa Pengguna Anggran (KPA), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), dan Panitia Lelang. "Kali ini kami mulai memeriksa saksi dari pihak pengusaha, yakni PT Pandu Persada, Bandung, selaku manajemen konstruksi (MK) yang bertugas melakukan pengawasan proyek. Kami ingin tahu bagaimana pengawasan yang dilakukan MK waktu itu," ujarnya kepada wartawan. Empat orang pejabat dan karyawan PT Pandu Persada diperiksa intensif sejak Rabu pagi hingga sore, namun pihak kejaksaan belum bersedia mengemukakan hasil pemeriksaan yang dilakukannya. Kejaksaan menilai, proyek pembangunan Pasar Besar Madiun (PBM) senilai Rp76,5 miliar menyalahi aturan. Tidak hanya pengerjaannya yang diduga terindikasi korupsi, namun proses lelang diduga juga menyalahi mekanisme. Proses lelang menyalahi mekanisme yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2011 tentang perubahan atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Berdasarkan aturan, ada tiga paket proyek lelang, antara lain paket lelang untuk manajemen konstruksi (MK), konsultan perencana, dan pemborong atau pelaksana bangunan. Proyek yang dilelang pertama kali seharusnya paket untuk MK. Setelah MK ditentukan, baru ada mekanisme menentukan pemborong dan konsultan perencana. "Paket lelang MK ditentukan pertama kali dengan harapan akan membantu Panitia Lelang dalam mengoreksi dan menentukan pemenang paket lelang pemborong dan konsultan perencana. Kenyataannya, proses lelang MK dan konsultan perencana dilakukan bersamaan," kata Sudarsana. Selain memeriksa pihak PT Pandu Persada selaku MK, kejaksaan rencananya juga akan memeriksa pelaksana bangunan PT Lince Romauli Raya, Jakarta, dan konsultan perencana Profil Emas Konsultan, Surabaya. Hal ini karena kejaksaan menilai adanya dugaan ketidaksesuaian konstruksi dan kualitas bangunan dengan bestek. Aktivitas pengerjaan bangunan oleh PT Lince Romauli Raya sempat berhenti selama Januari hingga Juni 2011. Akibatnya, pembangunan sempat terbengkalai meski bangunan sudah diserahkan tepat waktu per 31 Desember 2011 dengan masa kerja 720 hari sejak awal 2010 lalu. Macetnya pembangunan pasar tersebut akibat terhentinya pasokan bahan bangunan karena PT Lince Romauli Raya tidak membayar penyedia barang secara tepat waktu, lalu Pemkot Madiun melalui Dinas Pekerjaan Umum menunjuk pengusaha lokal, M Ali Fauzi, sebagai manajer proyek PBM. Sebelumnya, Kejari Madiun telah menunjuk tiga orang tim ahli konstruksi dan bangunan dari Universitas Brawijaya, Malang, untuk melihat konstruksi bangunan yang diduga tidak sesuai spesifikasi yang sudah ditentukan dalam perencanaan. Namun, kembali kejaksaan belum bersedia menjelaskan hasilnya. Proyek PBM dibangun dengan menggunakan APBD Kota Madiun tahun 2010 dan 2011 sebesar Rp76,5 miliar. Selama tahun 2010-2011, Pemerintah Kota Madiun melalui pihak ketiga membangun PBM pasca terbakar pada tahun 2008 lalu. Dana dari APBN 2010 dan 2011 digunakan untuk membangun pondasi dan struktur bangunan termasuk kios dan toko. Untuk tahun 2012 ini, Pemerintah Kota Madiun juga menganggarkan dana APBD Rp32 miliar untuk kelengkapan fasilitas pendukung pasar seperti instalasi air, listrik, parkir, kolam renang, dan sebagainya. Hingga kini, bangunan PBM belum dapat dioperasikan. (*)

Pewarta:

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012