Wakil Ketua DPRD Surabaya Bahtiyar Rifai menyoroti pembangunan tunnel atau terowongan pejalan kaki penghubung Terminal Intermoda Joyoboyo (TIJ) dengan Kebun Binatang Surabaya (KBS) Kecamatan Wonokromo.

"Proyek tunnel itu mengusik ketenangan warga karena tak lagi bisa mudah mendapatkan air dari sumur karena mengering. Puluhan tahun baru kali ini sumur mereka mengering. Warga mengaitkan dengan proyek terowongan TIJ-KBS," kata Bahtiyar, di Surabaya, Minggu.

Pimpinan DPRD ini kaget saat warga di sekitar lokasi proyek mengaitkan krisis air warga kampung dengan proyek senilai Rp31 miliar tersebut.

"Sejumlah warga yang tidak jauh dari proyek terowongan bawah tanah itu mengeluh sumurnya mengering saat proyek itu hendak selesai," katanya.

Ia mengatakan, proyek tunnel TIJ-KBS itu dikerjakan mulai Juni 2024 dan tuntas pertengahan November 2024. Proyek bawah tanah dibangun dengan APBD dengan panjang 160 meter lebar 4 meter dan tinggi 3,25 meter.

Menurut dia, keluhan warga Sawunggaling itu disampaikan saat dirinya menggelar reses untuk menyerap aspirasi masyarakat di wilayah Wonokromo. Seluruh anggota DPRD Surabaya menggelar reses di daerah pemilihannya masing-masing pada pekan lalu.

Politisi yang kelahiran Lamongan ini juga menggelar reses yang sama di Dapil 4. Dapil dimana dia mewakili warga Surabaya yang tinggal di Kecamatan Wonokromo, Gayungan, Jambangan, Sawahan, dan Sukomanunggal.

Mengeringnya sumur warga itu menjadi aspirasi yang dititipkan warga kepada Bahtiyar karena air adalah kebutuhan mendasar warga untuk keperluan sehari-hari.

Ternyata tidak hanya sumur milik warga tersebut yang mengering karena beberapa sumur warga yang lain juga dalam kondisi serupa dimana puluhan tahun belum pernah mengering dan baru saat ada proyek tunnel, mengering.

Kondisi ini makin menguatkan asumsi warga bahwa bisa jadi penyebabnya adalah proyek tersebut. Dikatakan bahwa warga sudah melaporkan ke kelurahan dan mendatangi pihak pembangunan proyek tetapi belum ada penyelesaian.

"Ini merupakan catatan penting buat pengelola proyek agar memikirkan dampak terhadap masyarakat sekitar. Harus dicari solusi terbaik agar kebutuhan air warga bisa terpenuhi kembali," kata Bahtiyar.

Pimpinan dewan ini bisa memahami situasi yang dihadapi warga menyusul rata-rata warga di dekat proyek TIJ-KBS itu adalah masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah dan perkampungan mereka adalah perkampungan dengan rumah kecil-kecil.

Warga juga menyampaikan bahwa selama ini warga sudah senang dengan keberadaan sumur tradisional karena dengan menggali sumur dengan kedalaman 6 meter sudah keluar air.

Warga menyebut ada paku bumi proyek sampai 12 meter sehingga berdampak pada keberadaan sumur warga. Kini sumur warga kering. Namun Bahtiyar masih belum bisa memastikan apakah penyebabnya proyek tunnel.

Perlu kajian akademis khususnya dari Dinas terkait apakah sumur kering itu dampak dari pembangunan atau alam.

"Kami akan lakukan rapat dengar pendapat dengan mendatangkan semua pihak. Baik dinas terkait dalam hal ini Dishub dan PU. Kalau diperlukan pakar harus dihadirkan," kata Bahtiyar.

Dirinya menempatkan keluhan sumur kering itu menjadi perhatian serius karena ada beberapa keluhan yang dirasakan masyarakat ada di wilayah Kelurahan Sawunggaling di dua RW yakni RW 5 dan RW 6 warganya mengeluhkan sumur konvensional warga kering.

Selain itu, dampak lain juga muncul akibat pengerjaan proyek TIJ-KBS tersebut ada juga rumah warga yang retak akibat proses pembangunan terowongan dari TIJ menuju KBS ini. Semua disampaikan dalam reses dan akan ditindaklanjuti dengan rapat dengar pendapat.

"Silakan warga bersurat resmi ke DPRD untuk dilakukan rapat koordinasi dengan beberapa pihak terkait agar bisa ditemukan solusi terbaik terkait permasalahan tersebut," katanya.

Pewarta: Indra Setiawan

Editor : Vicki Febrianto


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024