Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Haikal Hassan menyatakan bahwa pemasaran produk nonhalal di dalam negeri diperbolehkan, namun dengan ketentuan tertentu yang wajib ditaati oleh pelaku usaha.
Haikal saat jumpa pers di Jakarta, Jumat, mengatakan bahwa pemasaran produk baik halal maupun nonhalal di tanah air, diwajibkan menuliskan keterangan, apakah itu halal maupun tidak.
"Jadi, makanan kudu halal, terus yang nggak halal gimana? Ya Boleh gitu loh beredar di Indonesia, (pemasaran produk nonhalal) boleh bangat, asal dikasih label yang halal atau tidak halal, itu ada labelnya, itu doang," kata Haikal.
Dia menjelaskan bahwa pemasaran produk di Indonesia berdasarkan UU Nomor 33 Tahun 2014 Pasal 4 tegas menyatakan seluruh produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal, dengan batasan dan ketentuan yang jelas.
Namun, terdapat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2024 Pasal 2 ayat 2 menyatakan bahwa produk yang berasal dari bahan yang diharamkan dikecualikan dari kewajiban bersertifikat halal.
Namun, Peraturan Pemerintah tersebut kemudian mewajibkan kepada pelaku usaha untuk memberikan keterangan tidak halal, jika produk yang dipasarkan mengandung bahan yang tidak halal.
Ia menjelaskan yang dimaksud dengan produk adalah makanan, minuman, obat, kosmetik dan atau turunan produknya.
"Nah itu yang diperdagangkan, yang diperjualbelikan, yang diedarkan di seluruh wilayah Indonesia. Berdasarkan undang-undang harus wajib bersertifikat halal. Kalau ternyata tidak halal dikecualikan, dari pasal yang tadi saya sebutkan. Dan untuk pengecualian itu harus diberi keterangan tidak halal," tegasnya.
Ia mengingatkan jika ada pelaku usaha nonhalal yang tidak menuliskan keterangan terutama kandungan dalam produknya maka bisa terkena pidana, atas dasar penipuan.
"Iya, kasih informasi saja, terbuat ingredient-nya mesti jelas. Kalau ingredient-nya berbeda dengan yang nyatanya, dipidana, penipuan, gitu loh," kata Haikal.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024