Oleh Unggul Tri Ratomo Seoul - Jumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Korea Selatan terus meningkat setiap tahunnya namun jika pemerintah tidak memperhatikan masalah TKI ilegal maka peluang meraih devisa yang lebih besar terancam karena kuota pengiriman dapat dikurangi. Pada 2007, saat Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP3TKI) didirikan, Indonesia baru menempati urutan kelima terbesar pengirim tenaga kerja asing ke Korsel. Namun pada 2011 menempati urutan kedua terbesar setelah Vietnam dengan jumlah TKI mencapai 37.000 orang. Jumlah TKI di Korea Selatan memang jauh lebih sedikit dibanding dengan di Malaysia, Singapura atau Arab Saudi. Namun seluruh TKI di Korsel bekerja di sektor formal, terutama di pabrik, sehingga memperoleh penghasilan yang lebih besar. Sebagian besar TKI bekerja di sektor manufaktur yang jumlahnya mencapai 80 persen. Kuota TKI ke Korsel juga meningkat cukup tajam. Jika pada 2011 Indonesia hanya mengirim sekitar 6.300 TKI maka pada 2012 mendapatkan jatah kuota 10.500 orang atau meningkat 66,67 persen dibanding pengiriman 2011. "Ini angka yang besar tapi kami optimis akan mampu memenuhinya," kata Ketua BNP2TKI Mohammad Jumhur Hidayat ketika berkunjung ke Korea Selatan guna melihat kondisi TKI di Indonesia dan kemungkinan untuk meningkatkan peluang yang ada. Jumhur mengatakan meningkatnya jumlah TKI di Korsel tidak terlepas dari kualitas TKI yang dinilai cukup baik dibanding negara lain. Oleh karena itu Jumhur yakin dalam waktu dekat jumlah TKI di Korea akan melewati Vietnam sehingga bisa mencapai peringkat pertama pemasok tenaga kerja asing ke Korsel. Tingginya minat pengusaha Korsel terhadap TKI dapat terlihat selama kunjungan delegasi BNP2TKI yang mengunjungi beberapa pabrik setempat. Direktur Utama SH Pack Co LTD Jong Won Lee secara langsung meminta kepada Jumhur untuk menambah kembali TKI. Jong terkesan dengan kualitas kerja TKI dan mereka juga berperilaku baik. "Minta tambah TKI lagi," kata Jong. SH Pack yang memproduksi komponen konstruksi mempekerjakan 24 tenaga kerja asing yang tujuh di antaranya adalah TKI. Sementara itu Direktur Utama Bumi Co Ltd Seung Beom Co mengatakan bahwa TKI sangat pandai dalam bekerja. Bahkan ia mengatakan lebih baik menerika TKI dibanding tenaga kerja dari negara lain. Saat ini perusahaan yang memproduksi komponen mobil tersebut sedang dalam proses menambah empat TKI lagi. Lain lagi dengan perusahaan Happy Call Co Ltd. Saat ini perusahaan yang memproduksi alat rumah tangga tersebut belum merekrut TKI. Namun dalam waktu dekat berencana menerima TKI dalam jumlah cukup banyak yakni sebanyak 30 orang. Direktur Utama Happy Call Hyun Sam Lee mengatakan ia mendengar bahwa TKI rajin, sopan dan cepat beradaptasi. Ia juga memperoleh informasi produktivitas TKI lebih tinggi dibanding negara lain. Setiap kunjungannya ke pabrik, delegasi selalu meningatkan agar para TKI mematuhi ketentuan yang berlaku dan tidak menjadi TKI ilegal. Perkataan dari Jumhur tersebut memang patut dicatat karena jika tidak maka bisa berdampak kepada kuota pengiriman TKI yang akan diberikan kepada Indonesia. TKI Ilegal Wakil Ketua Pelayanan Pembangunan Sumberdaya Manusia Korsel Lee Choon Bok meminta pemerintah Indonesia membantu menangani TKI ilegal yang jumlahnya cukup tinggi. Ia mengatakan saat ini negara pemasok tenaga kerja asing ke Korsel mencapai 15 negara. Ia mengatakan pekerja ilegal dari negara lain jumlahnya tidak sampai 10 persen namun pekerja ilegal dari Indonesia di atas 10 persen. "Ini masalah besar," katanya. Lee Choon Bok mengatakan bahwa tingginya angka TKI ilegal bisa mempengaruhi pemberian kesempatan kerja untuk suatu negara. Jika tenaga kerja ilegalnya tinggi maka selain pengusaha yang mempekejakannya terkena sanksi maka juga berdampak kepada negara asal tenaga kerja ilegal itu. Ia mengatakan jika suatu negara banyak tenaga kerja ilegalnya maka jumlah kuota untuk tenaga kerja legalnya bisa dikurangi di kemudian hari. Untuk itu, ia meminta keja sama pemerintah Indonesia untuk membantu mengatasi masalah TKI ilegal. Deputi Penempatan BNP2TKI Ade Adam Noch menyebutkan salah satu masalah penyebab adanya TKI ilegal adalah pekerja di sektor konstruksi. Menurut Ade, seringkali TKI bingung karena setelah pekerjaannya selesai, misalnya hanya dalam waktu satu tahun saja. Hal ini berpotensi menjadikan mereka menjadi TKI ilegal. Bidang pekerjaan lain yang sering menimbulkan masalah TKI ilegal adalah sektor perikanan. Ade mengatakan bahwa karena pekerjaannya berat maka seringkali mereka menjadi tidak betah. Untuk mengatasi di bidang konstruksi, pihak Korsel meminta agar TKI yang akan segera berakhir pekerjaannya melapor ke pihak terkait di Korsel untuk meminta peluang kerja yang baru. Ade juga mengatakan bahwa pemerintah Indonesia tentu akan berusaha sekuat tenaga untuk mengurangi TKI ilegal tersebut. Masa Tunggu Di samping memang pengusaha yang antusias terhadap TKI, pekerja Indonesia juga memang banyak yang betah bekerja di negara gingseng tersebut. Selain gaji yang lumayan besar dibanding di Indonesia, seringkali asuransi mereka dibayar oleh perusahaan. Sebagai contoh, menurut salah seorang pekerja di pabrik Bumi, Basuki, ia bisa menerima pendapatan sekitar Rp15 juta per bulan jika sering lembur. Selain itu mereka juga diberi makan serta asuransi. Tidak heran jika ia merasa betah dan ingin tetap bekerja di Korsel. Pihak pengusaha Korsel sendiri sangat membutuhkan tenaga kerja asing, termasuk TKI. Mereka sangat keberatan dengan ketentuan di Korsel yang meminta tenaga kerja asing yang sudah habis masa kontraknya selama lima tahun harus kembali dulu ke negara asalnya, dan setelah enam bulan baru bisa dipekerjakan kembali. Hal tersebut dirasakan sangat lama dan bisa berpengaruh terhadap jalannya perusahaan. Jika mereka ingin mengambil tenaga baru tentu mereka harus melatihnya terlebih dahulu. Untuk mempertemukan dua keinginan tersebut mulai Juli 2012, pemerintah Korsel mengambil kebijakan bahwa masa tunggu tersebut dikurangi menjadi hanya tiga bulan saja. Jumhur mengatakan, kebijakan itu diambil karena juga ada desakan dari pengusaha Korsel. Jumhur menyambut baik kebijakan tersebut. Kebijakan ini juga dapat mengurangi TKI ilegal. Jika waktu tunggunya terlalu lama dikhawatirkan mereka tidak mau kembali setelah kontraknya habis karena khawatir tidak akan dipanggil kembali. Pengiriman TKI ke Korsel dilakukan secara Goverment to Goverment (G to G) atau antarpemerintah. Setelah kuota ditetapkan maka dilakukan tes terhadap TKI yang biasanya adalah tes masalah bahasa. Namun pihak Korsel mengharapkan ke depan juga dilakukan tes kemampuan. Nama-nama yang lulus tersebut selanjutnya dikirimkan ke Korsel. Selanjutnya pengusaha Korsel yang bermina dapat menghubungi instansi pemerintah Korsel yang berwenang.(*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012