Yordania pada Rabu (16/10) memperingatkan bahwa pihaknya tidak akan membiarkan pihak manapun melanggar kedaulatan dan wilayah udaranya di tengah meningkatnya ketegangan antara Iran dan Israel.
Yordania "tidak akan menjadi zona perang bagi siapapun dan tidak akan membiarkan pihak manapun melanggar kedaulatan serta wilayah udaranya, atau mengancam keamanan warganya," kata Menteri Luar Negeri Ayman Safadi dalam pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi.
Araghchi tiba di Amman pada Rabu sebagai bagian dari lawatan regional. Ia dijadwalkan mengunjungi Mesir pada Kamis.
Baca juga: Kemlu: Total 40 WNI dan 1 WNA sudah tiba dengan selamat di Yordania
Safadi menekankan bahwa menghentikan serangan Israel di Gaza dan Lebanon, eskalasi militer terhadap warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki, serta pelanggaran terhadap situs-situs suci Islam dan Kristen "adalah langkah pertama menuju de-eskalasi dan pemulihan ketenangan di kawasan."
Kedua menteri tersebut membahas upaya untuk mengakhiri eskalasi regional dan "melindungi kawasan dari terjerumus ke dalam perang besar-besaran yang tidak menguntungkan siapapun dan mengancam perdamaian serta keamanan regional dan internasional," kata Kementerian Luar Negeri dalam sebuah pernyataan.
Mereka sepakat untuk "memulai dialog terstruktur guna membahas semua masalah bilateral, dengan tujuan mengembangkan hubungan berdasarkan saling menghormati, tidak mencampuri urusan dalam negeri, serta kerja sama yang memberikan dampak positif bagi kedua negara bersaudara."
Iran berada dalam keadaan waspada tinggi mengantisipasi respons militer Israel terhadap serangan rudal pada 1 Oktober oleh Teheran, yang mengatakan bahwa serangan itu dilakukan sebagai balasan atas pembunuhan para pemimpin Hizbullah dan Hamas baru-baru ini, serta komandan Pengawal Revolusi Iran.
Ketegangan regional meningkat akibat serangan brutal Israel di Jalur Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 42.400 orang, sebagian besar adalah wanita dan anak-anak, setelah serangan Hamas tahun lalu.
Konflik ini meluas ke Lebanon, dengan Israel melancarkan serangan mematikan di seluruh negeri, yang telah menewaskan lebih dari 1.500 orang dan melukai lebih dari 4.500 lainnya sejak bulan lalu.
Safadi menekankan bahwa menghentikan serangan Israel di Gaza dan Lebanon, eskalasi militer terhadap warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki, serta pelanggaran terhadap situs-situs suci Islam dan Kristen "adalah langkah pertama menuju de-eskalasi dan pemulihan ketenangan di kawasan."
Kedua menteri tersebut membahas upaya untuk mengakhiri eskalasi regional dan "melindungi kawasan dari terjerumus ke dalam perang besar-besaran yang tidak menguntungkan siapapun dan mengancam perdamaian serta keamanan regional dan internasional," kata Kementerian Luar Negeri dalam sebuah pernyataan.
Mereka sepakat untuk "memulai dialog terstruktur guna membahas semua masalah bilateral, dengan tujuan mengembangkan hubungan berdasarkan saling menghormati, tidak mencampuri urusan dalam negeri, serta kerja sama yang memberikan dampak positif bagi kedua negara bersaudara."
Iran berada dalam keadaan waspada tinggi mengantisipasi respons militer Israel terhadap serangan rudal pada 1 Oktober oleh Teheran, yang mengatakan bahwa serangan itu dilakukan sebagai balasan atas pembunuhan para pemimpin Hizbullah dan Hamas baru-baru ini, serta komandan Pengawal Revolusi Iran.
Ketegangan regional meningkat akibat serangan brutal Israel di Jalur Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 42.400 orang, sebagian besar adalah wanita dan anak-anak, setelah serangan Hamas tahun lalu.
Konflik ini meluas ke Lebanon, dengan Israel melancarkan serangan mematikan di seluruh negeri, yang telah menewaskan lebih dari 1.500 orang dan melukai lebih dari 4.500 lainnya sejak bulan lalu.
Sumber: Anadolu
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024