Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian mengecam pembentukan komando militer baru Amerika Serikat (AS) di Jepang dengan latar belakang anggapan bahwa Tiongkok terus meningkatkan kemampuan militernya.
"Pernyataan tersebut secara keliru menuduh China atas masalah maritim dan menuding kebijakan pengembangan militer dan pertahanan China yang normal. Pernyataan tersebut menyebarkan 'ancaman China' dan menciptakan ketakutan melalui pembicaraan tentang ketegangan regional, kami menyesalkan dan menentangnya," kata Lin Jian dalam konferensi pers di Beijing, China pada Senin (29/7).
Menteri Pertahahan AS Llyod Austin usai perundingan bilateral 2+2 bersama Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Menlu Jepang Yoko Kamikawa dan Menhan Jepang Minoru Kihara pada Minggu (28/7) menyampaikan AS akan meningkatkan kekuatan pasukannya di Jepang dengan menjadikan markas pasukan gabungan ditambah misi dan tanggung jawab operasional yang diperluas.
Dalam pernyataan bersama disebutkan struktur komando militer baru tersebut akan dilaksanakan bersamaan dengan rencana Tokyo membentuk komando gabungan pasukannya pada Maret 2025. Komando tersebut akan mengoordinasikan operasi militer dengan pasukan Jepang, merencanakan latihan bersama, serta berpartisipasi dalam pertahanan Jepang jika terjadi perang.
Langkah itu akan memungkinkan AS untuk menarik pasukannya yang berada di Jepang dari Komando Indo-Pasifik. Komando Indo-Pasifik berada di Kepulauan Hawaii, AS, yang berjarak 5.600 kilometer dari Jepang.
Sementara itu, pengembangan pertahanan dan aktivitas militer China, menurut Lin Jian, dapat dibenarkan dan masuk akal.
"China adalah kekuatan untuk perdamaian dunia, kontributor bagi pembangunan global, dan pembela tatanan internasional. China berkomitmen pada jalur pembangunan yang damai dan kebijakan pertahanan yang bersifat defensif," tambah Lin Jian.
China juga disebutnya selalu menjaga kekuatan nuklir yang dimiliki pada tingkat minimum sebagaimana diharuskan oleh keamanan nasional.
"China tidak menimbulkan ancaman bagi negara mana pun," tegas Lin Jian.
Lin Jian menyebut Jepang dan AS-lah yang mengejar agenda mereka sendiri dengan mengorbankan kepentingan keamanan negara lain dan kesejahteraan rakyat di Asia-Pasifik.
"AS dan Jepang terus menekankan perdamaian dan keamanan regional serta tatanan berbasis aturan, sementara itu mereka bersatu untuk membentuk klub eksklusif, terlibat dalam kelompok politik, memicu konfrontasi blok dan mengganggu perdamaian, keamanan, stabilitas regional," tambah Lin Jian.
Selain itu, Jepang dan AS telah berupaya untuk memperkuat peninggalan Perang Dingin berupa "penggentaran yang diperluas" dan mengembangkan apa yang disebut "penggentaran nuklir".
"Hal ini akan meningkatkan ketegangan regional dan memicu proliferasi nuklir serta risiko konflik. Ancaman terbesar bagi perdamaian lintas selat saat ini adalah aktivitas separatis pasukan 'kemerdekaan Taiwan' dan persekongkolan serta dukungan eksternal yang mereka terima," ungkap Lin Jian.
Lin Jian menyebut jika Jepang dan AS benar-benar peduli dengan perdamaian dan stabilitas lintas selat, yang seharusnya mereka lakukan adalah menegakkan prinsip satu China, menentang separatisme "kemerdekaan Taiwan" dan mendukung penyatuan kembali China.
"Kami berkomitmen untuk menyelesaikan masalah maritim bilateral dengan negara-negara yang terlibat langsung melalui dialog dan konsultasi. Tindakan provokatif yang sebenarnya adalah campur tangan terus-menerus AS dan negara-negara lain di luar kawasan, termasuk aksi pamer kekuatan mereka di perairan lepas pantai China, termasuk Laut China Timur dan Selatan," kata Lin Jian.
Ia meminta AS dan Jepang untuk segera berhenti mencampuri urusan dalam negeri China, berhenti menciptakan konfrontasi, berhenti memicu Perang Dingin baru, melakukan apa yang kondusif bagi stabilitas strategis regional dan tidak menjadi sumber bahaya dan gangguan bagi perdamaian dan ketenangan di Asia-Pasifik.
Dalam pernyataan bersama empat menteri AS dan Jepang disebutkan perombakan kerja sama militer AS-Jepang itu diduga terkait erat dengan lingkungan keamanan kawasan yang berkembang, juga memerhatikan berbagai risiko tekanan ancaman dari China.
Dalam pernyataan tersebut, AS dan Jepang juga mengkritik perilaku "provokatif" Beijing di Laut China Selatan dan Laut China Timur, latihan militer bersama Rusia, dan peningkatan hingga perluasan senjata nuklir yang pesat.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024
"Pernyataan tersebut secara keliru menuduh China atas masalah maritim dan menuding kebijakan pengembangan militer dan pertahanan China yang normal. Pernyataan tersebut menyebarkan 'ancaman China' dan menciptakan ketakutan melalui pembicaraan tentang ketegangan regional, kami menyesalkan dan menentangnya," kata Lin Jian dalam konferensi pers di Beijing, China pada Senin (29/7).
Menteri Pertahahan AS Llyod Austin usai perundingan bilateral 2+2 bersama Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Menlu Jepang Yoko Kamikawa dan Menhan Jepang Minoru Kihara pada Minggu (28/7) menyampaikan AS akan meningkatkan kekuatan pasukannya di Jepang dengan menjadikan markas pasukan gabungan ditambah misi dan tanggung jawab operasional yang diperluas.
Dalam pernyataan bersama disebutkan struktur komando militer baru tersebut akan dilaksanakan bersamaan dengan rencana Tokyo membentuk komando gabungan pasukannya pada Maret 2025. Komando tersebut akan mengoordinasikan operasi militer dengan pasukan Jepang, merencanakan latihan bersama, serta berpartisipasi dalam pertahanan Jepang jika terjadi perang.
Langkah itu akan memungkinkan AS untuk menarik pasukannya yang berada di Jepang dari Komando Indo-Pasifik. Komando Indo-Pasifik berada di Kepulauan Hawaii, AS, yang berjarak 5.600 kilometer dari Jepang.
Sementara itu, pengembangan pertahanan dan aktivitas militer China, menurut Lin Jian, dapat dibenarkan dan masuk akal.
"China adalah kekuatan untuk perdamaian dunia, kontributor bagi pembangunan global, dan pembela tatanan internasional. China berkomitmen pada jalur pembangunan yang damai dan kebijakan pertahanan yang bersifat defensif," tambah Lin Jian.
China juga disebutnya selalu menjaga kekuatan nuklir yang dimiliki pada tingkat minimum sebagaimana diharuskan oleh keamanan nasional.
"China tidak menimbulkan ancaman bagi negara mana pun," tegas Lin Jian.
Lin Jian menyebut Jepang dan AS-lah yang mengejar agenda mereka sendiri dengan mengorbankan kepentingan keamanan negara lain dan kesejahteraan rakyat di Asia-Pasifik.
"AS dan Jepang terus menekankan perdamaian dan keamanan regional serta tatanan berbasis aturan, sementara itu mereka bersatu untuk membentuk klub eksklusif, terlibat dalam kelompok politik, memicu konfrontasi blok dan mengganggu perdamaian, keamanan, stabilitas regional," tambah Lin Jian.
Selain itu, Jepang dan AS telah berupaya untuk memperkuat peninggalan Perang Dingin berupa "penggentaran yang diperluas" dan mengembangkan apa yang disebut "penggentaran nuklir".
"Hal ini akan meningkatkan ketegangan regional dan memicu proliferasi nuklir serta risiko konflik. Ancaman terbesar bagi perdamaian lintas selat saat ini adalah aktivitas separatis pasukan 'kemerdekaan Taiwan' dan persekongkolan serta dukungan eksternal yang mereka terima," ungkap Lin Jian.
Lin Jian menyebut jika Jepang dan AS benar-benar peduli dengan perdamaian dan stabilitas lintas selat, yang seharusnya mereka lakukan adalah menegakkan prinsip satu China, menentang separatisme "kemerdekaan Taiwan" dan mendukung penyatuan kembali China.
"Kami berkomitmen untuk menyelesaikan masalah maritim bilateral dengan negara-negara yang terlibat langsung melalui dialog dan konsultasi. Tindakan provokatif yang sebenarnya adalah campur tangan terus-menerus AS dan negara-negara lain di luar kawasan, termasuk aksi pamer kekuatan mereka di perairan lepas pantai China, termasuk Laut China Timur dan Selatan," kata Lin Jian.
Ia meminta AS dan Jepang untuk segera berhenti mencampuri urusan dalam negeri China, berhenti menciptakan konfrontasi, berhenti memicu Perang Dingin baru, melakukan apa yang kondusif bagi stabilitas strategis regional dan tidak menjadi sumber bahaya dan gangguan bagi perdamaian dan ketenangan di Asia-Pasifik.
Dalam pernyataan bersama empat menteri AS dan Jepang disebutkan perombakan kerja sama militer AS-Jepang itu diduga terkait erat dengan lingkungan keamanan kawasan yang berkembang, juga memerhatikan berbagai risiko tekanan ancaman dari China.
Dalam pernyataan tersebut, AS dan Jepang juga mengkritik perilaku "provokatif" Beijing di Laut China Selatan dan Laut China Timur, latihan militer bersama Rusia, dan peningkatan hingga perluasan senjata nuklir yang pesat.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024