Kunduz (ANTARA/Reuters) - Serangan bom bunuh diri menewaskan sedikitnya 20 orang, termasuk seorang anggota parlemen, dan mencederai 50 di kota Taloqan, provinsi Takhar, Afghanistan utara, Minggu, kata polisi. Provinsi Takhar yang dulu tenang dilanda serangkaian serangan dan pembunuhan pejabat tinggi dalam setahun terakhir, termasuk pembunuhan seorang komandan utama kepolisian pada Mei. "Orang sedang berkumpul untuk acara pemakaman ketika penyerang bunuh diri meledakkan bomnya," kata Mahmod al-Hussain, seorang detektif senior kepolisian provinsi Takhar, kepada Reuters. Seorang anggota parlemen, Mutalib Bik, termasuk diantara korban tewas dalam serangan tersebut, katanya. Bik adalah mantan komandan anti-Taliban dan mantan kepala kepolisian di provinsi itu. Takhar dulu adalah wilayah yang damai sehingga tidak ada pangkalan besar pasukan asing di sana. Pasukan Jerman mengawasi daerah itu dari sebuah pangkalan di provinsi berdekatan Kunduz. Serangan terakhir itu menyoroti kekerasan yang dikobarkan gerilyawan Taliban dan sekutunya akhir-akhir ini terhadap sasaran asing dan pejabat di Afghanistan. Sabtu (29/10), serangan bom mobil bunuh diri menewaskan 13 prajurit ISAF dan pegawai sipil, serta empat orang Afghanistan di Kabul -- serangan darat tunggal paling mematikan terhadap pasukan koalisi sejak perang meletus 10 tahun lalu. Pada Oktober, Taliban berjanji akan berperang sampai semua pasukan asing meninggalkan Afghanistan. Presiden Hamid Karzai dan negara-negara Barat pendukungnya telah sepakat bahwa semua pasukan tempur asing akan kembali ke negara mereka pada akhir 2014, namun Barat berjanji memberikan dukungan yang berlanjut setelah masa itu dalam bentuk dana dan pelatihan bagi pasukan keamanan Afghanistan. Gerilyawan meningkatkan serangan terhadap aparat keamanan dan juga pembunuhan terhadap politikus, termasuk yang menewaskan Ahmed Wali Karzai, adik Presiden Hamid Karzai, di Kandahar pada Juli dan utusan perdamaian Burhanuddin Rabbani di Kabul bulan September. Konflik meningkat di Afghanistan dengan jumlah kematian sipil dan militer mencapai tingkat tertinggi tahun lalu ketika kekerasan yang dikobarkan Taliban meluas dari wilayah tradisional di selatan dan timur ke daerah-daerah barat dan utara yang dulu stabil. Sebanyak 711 prajurit asing tewas dalam perang di Afghanistan sepanjang tahun lalu, yang menjadikan 2010 sebagai tahun paling mematikan bagi pasukan asing, menurut hitungan AFP yang berdasarkan atas situs independen icasualties.org. Jumlah kematian sipil juga meningkat, dan Kementerian Dalam Negeri Afghanistan mengumumkan bahwa 2.043 warga sipil tewas pada 2010 akibat serangan Taliban dan operasi militer yang ditujukan pada gerilyawan. Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaida Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001. Sekitar 130.000 personel Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO yang berasal dari puluhan negara berada di Afghanistan untuk membantu pemerintah kabul memerangi pemberontakan Taliban dan sekutunya. Sekitar 521 prajurit asing tewas sepanjang 2009, yang menjadikan tahun itu sebagai tahun mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot. Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut. Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) engakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer. (*)

Pewarta:

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011