Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur Adik Dwi Putranto mengusulkan Pemerintah Indonesia membuat kebijakan untuk mewajibkan cukai dari komoditas produk lainnya, atau tidak hanya tembakau, hal ini agar target terpenuhi.
Hal tersebut disampaikan setelah melakukan studi banding ke Malaysia International Chamber of Commerce and Industry (MICCI).
"Kami bertemu pemangku kepentingan di Malaysia, berbicara tentang kebijakan tersebut," ucap Adik dalam keterangannya di Surabaya, Kamis.
Selain itu, pihaknya juga mengharapkan pemerintah melakukan moratorium cukai untuk menghentikan maraknya peredaran rokok ilegal serta munculnya kesenjangan harga yang tinggi dengan produk tersebut.
"Memang di sana mereka melakukan moratorium cukai, tidak naik selama tiga tahun. Karena kalau tiap tahun dinaikkan, industri hasil tembakau khawatir disparitas harga akan jauh lebih tinggi dengan rokok ilegal," katanya.
Di Malaysia, lanjutnya, yang dikenakan cukai tidak hanya rokok dan minuman beralkohol, tetapi ada sejumlah komoditas dan barang yang juga dikenakan cukai, yaitu gula pemanis, kendaraan bermotor dan permainan mahyong, sehingga pendapatan cukai bisa beragam.
"Kalau di Indonesia saat ini kendaraan bermotor belum dikenakan cukai, kalau gula sudah diatur tetapi belum terlaksana dengan baik," tuturnya.
Munculnya kebijakan tersebut, kata Adik, akan terlihat bagaimana penurunan peredaran rokok ilegal dan naik turun pendapatan cukainya.
"Kalau di Malaysia memang lebih mudah melakukan pengawasan karena industri rokok hanya sekitar tiga perusahaan dan sebagian besar rokok yang beredar adalah impor. Di sana juga tidak ada petaninya. Sementara di sini ada dan jumlah industri rokok sangat banyak, mulai dari yang besar hingga industri rokok rumahan," ujarnya.
Sejauh ini, pihaknya memiliki komitmen kuat untuk membantu Industri Hasil Tembakau (IHT) tetap bisa berkembang, mengingat Jatim merupakan kontributor utama penerimaan pajak dari cukai hasil tembakau.
"Penerimaan cukai hasil tembakau di tahun 2023 mencapai sebesar Rp213,49 triliun atau 96 persen dari total penerimaan cukai yang dihimpun pada 2023," kata Adik.
Dirinya menilai, tingginya kenaikan cukai pada tahun-tahun sebelumnya menyebabkan berkurangnya permintaan terhadap produk tembakau legal karena konsumen beralih ke rokok ilegal.
"Angka peredaran rokok ilegal meningkat dari 4,9 persen pada 2020 menjadi 6,9 persen pada 2023," ucapnya.
Oleh karena itu, pihaknya khawatir konsumsi rokok ilegal tidak hanya berdampak buruk pada kinerja industri rokok legal di Indonesia, namun juga akan melemahkan perekonomian dan pembangunan negara.
"Hasil studi banding ini akan kami jadikan usulan kepada Pemerintah Indonesia pada APBN mendatang," tutur Adik.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024
Hal tersebut disampaikan setelah melakukan studi banding ke Malaysia International Chamber of Commerce and Industry (MICCI).
"Kami bertemu pemangku kepentingan di Malaysia, berbicara tentang kebijakan tersebut," ucap Adik dalam keterangannya di Surabaya, Kamis.
Selain itu, pihaknya juga mengharapkan pemerintah melakukan moratorium cukai untuk menghentikan maraknya peredaran rokok ilegal serta munculnya kesenjangan harga yang tinggi dengan produk tersebut.
"Memang di sana mereka melakukan moratorium cukai, tidak naik selama tiga tahun. Karena kalau tiap tahun dinaikkan, industri hasil tembakau khawatir disparitas harga akan jauh lebih tinggi dengan rokok ilegal," katanya.
Di Malaysia, lanjutnya, yang dikenakan cukai tidak hanya rokok dan minuman beralkohol, tetapi ada sejumlah komoditas dan barang yang juga dikenakan cukai, yaitu gula pemanis, kendaraan bermotor dan permainan mahyong, sehingga pendapatan cukai bisa beragam.
"Kalau di Indonesia saat ini kendaraan bermotor belum dikenakan cukai, kalau gula sudah diatur tetapi belum terlaksana dengan baik," tuturnya.
Munculnya kebijakan tersebut, kata Adik, akan terlihat bagaimana penurunan peredaran rokok ilegal dan naik turun pendapatan cukainya.
"Kalau di Malaysia memang lebih mudah melakukan pengawasan karena industri rokok hanya sekitar tiga perusahaan dan sebagian besar rokok yang beredar adalah impor. Di sana juga tidak ada petaninya. Sementara di sini ada dan jumlah industri rokok sangat banyak, mulai dari yang besar hingga industri rokok rumahan," ujarnya.
Sejauh ini, pihaknya memiliki komitmen kuat untuk membantu Industri Hasil Tembakau (IHT) tetap bisa berkembang, mengingat Jatim merupakan kontributor utama penerimaan pajak dari cukai hasil tembakau.
"Penerimaan cukai hasil tembakau di tahun 2023 mencapai sebesar Rp213,49 triliun atau 96 persen dari total penerimaan cukai yang dihimpun pada 2023," kata Adik.
Dirinya menilai, tingginya kenaikan cukai pada tahun-tahun sebelumnya menyebabkan berkurangnya permintaan terhadap produk tembakau legal karena konsumen beralih ke rokok ilegal.
"Angka peredaran rokok ilegal meningkat dari 4,9 persen pada 2020 menjadi 6,9 persen pada 2023," ucapnya.
Oleh karena itu, pihaknya khawatir konsumsi rokok ilegal tidak hanya berdampak buruk pada kinerja industri rokok legal di Indonesia, namun juga akan melemahkan perekonomian dan pembangunan negara.
"Hasil studi banding ini akan kami jadikan usulan kepada Pemerintah Indonesia pada APBN mendatang," tutur Adik.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024