Di suatu siang menjelang sore, di salah satu perkampungan asri di Kota Surabaya wilayah barat, seorang pria paruh baya yang mengenakan kaos berkerah dan celana olahraga panjang menyirami tanaman di pinggir selokan kampungnya.

Tidak lupa juga memberi makan ikan-ikan Nila yang berada di bak-bak penampungan air, sesekali dirinya mengecek debit air yang masuk di bak itu.

Air dari bak itu, berasal dari olahan Intalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Inovasi itu merupakan sistem pengolahan air limbah yang dilakukan secara terpusat.

IPAL, bisa menggunakan bangunan bak atau tong untuk memproses limbah cair domestik yang difungsikan secara komunal, digunakan oleh sekelompok rumah tangga, agar lebih aman.

Pria itu ialah seorang warga Kebraon Indah Permai (KIP) Surabaya, Aktis Sumarto, yang mengelola air selokan bercampur limbah rumah tangga menjadi air bersih untuk menyirami tanaman, bahkan sarana budidaya ikan nila.

Aktis mengaku, dengan memanfaatkan air selokan melalui IPAL tersebut, bisa menyirami tanaman buah dalam pot (tabulampot) milik warga sekitar.

Adapun tabulampot yang sudah ditanam warga antara lain, anggur, jambu biji, sawo, belimbing dan mangga.

Melalui inovasi itu juga, air bersih yang dihasilkan bisa mencapai 10 kubik per hari, sedangkan kebutuhan menyiram tabulampot hanya 0,5 kubik per hari, sehingga sisa airnya banyak digunakan warga untuk mencuci motor atau mobil.

Prosesnya, dilakukan dengan beberapa tahap di dalam bak yang berisi bakteri Anaerob yang kemudian disalurkan ke bak bakteri Aerob.

Anaerob adalah proses yang tidak memerlukan oksigen untuk menghasilkan energi. Respirasi anaerob terjadi pada bakteri, ragi, dan organisme prokariotik ataupun makhluk hidup uniseluler yang berada pada lingkungan dengan kadar oksigen rendah.

Sementara Aerob, adalah organisme yang menggunakan oksigen untuk proses metabolisme dan memperoleh energi.

Setelah air selokan diurai oleh bakteri-bakteri tersebut, kemudian dialirkan ke bak dan dibiarkan mengendap untuk memisahkan lumpur maupun pasir.

Hasil endapan tersebut lalu dialirkan melalui pipa dan masuk ke bak ekualisasi, tempat pencampuran seluruh air limbah yang berasal dari seluruh bak, fungsinya untuk mencampur air.

Saat ini, bak yang telah dijernihkan sudah diisi oleh ikan Nila dan akan dikembangbiakkan untuk dijual atau dikonsumsi sendiri oleh warga.

Budidaya ikan tersebut, juga sebagai indikator air hasil olahan sudah bersih, bila ikan tersebut baik-baik saja, maka bisa dikatakan air sudah bersih.

Pria asli Lamongan ini juga mengawasi IPAL setiap pagi dan sore jikalau ada yang bermasalah untuk segera diperbaiki, baik pipanya atau menyuntikkan lagi bakteri-bakteri yang dapat mengurai limbah rumah tangga.

IPAL KIP tersebut, dibuat pada Juli dan selesai pada Agustus 2023, bertepatan dengan puncak musim kemarau yang telah diprediksi oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

Sehingga, IPAL tersebut menjadi alternatif untuk menyirami tanaman-tanaman baik milik warga, maupun kampung.

Pemerintah setempat melalui kelurahan dan kecamatan, juga mendukung dalam pembuatan IPAL tersebut agar kebermanfaatannya dapat dirasakan oleh seluruh warga.

Selain itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya Dedik Irianto mengapresiasi pembuatan IPAL hasil swadaya masyarakat sendiri karena turut membantu dalam pelestarian lingkungan terutama air.

Keberadaan IPAL tersebut, menurut Dedik, dapat mendatangkan berbagai macam manfaat, terutama jika sudah diteliti lebih mendalam terkait kelayakannya.

Dedik pun berpendapat, jika air olahan IPAL tersebut bisa digunakan untuk hewan, dalam hal ini ikan, maka kualitasnya bisa dikatakan normal, namun untuk dijadikan layak konsumsi masih butuh proses lainnya serta penelitian lebih mendalam 

Tak hanya itu, pihaknya juga mengapresiasi tingkat kesadaran untuk menjaga lingkungan warga Kebraon Indah Permai RT 5 RW 13 itu, karena mulai dari penghijauan hingga mengelola air limbah rumah tangga dikemas secara baik hingga diikutkan ajang Program Kampung Iklim (Proklim).
 
Aktis Sumarto memperlihatkan perbedaan air olahan IPAL yang terpasang di kawasan Kebraon Indah Permai, Surabaya, beberapa waktu lalu. (ANTARA/Naufal Ammar Imaduddin)

Bergelimang air

Satu yang disayangkan Aktis, di baik melimpahnya air di negeri ini belum semua orang sadar akan manfaat dan cara mengolahnya.

Air bagi kemakmuran masyarakat sangat penting, karena semuanya membutuhkan air untuk kehidupan sehari-hari. Apabila kebutuhan air tidak dikelola dengan baik, maka manfaatnya tidak akan maksimal.

Mengutip World Resource Indonesia (WRI) Indonesia sedang mengalami ancaman besar kekurangan air bersih tahun 2040, dan Bappenas memprediksi akan terjadi kelangkaan air bersih di pulau-pulau besar di Indonesia (Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara).

Sebenarnya, banyak cara untuk mengurangi kelangkaan air bersih, karena pada dasarnya Indonesia sudah bergelimang air dan untuk mendapatkannya sangat mudah.

Untuk mengurangi kelangkaan itu, salah satunya dengan membuat IPAL, yang bisa menjadikan air limbah rumah tangga menjadi normal kembali.

Terlebih, jika semua elemen masyarakat tidak mengotori lingkungan di sekitar agar air tidak tercemar.

Cara lainnya, menghemat air, menanam pohon atau reboisasi, bila perlu membuat penampungan air hujan yang bisa dimanfaatkan untuk rumah tangga.

Hal-hal seperti itu yang seharusnya menjadi perhatian masyarakat untuk dapat lebih cinta dengan lingkungan.

Aktis menjelaskan, setiap orang seharusnya bisa membuat IPAL pribadi di rumah masing-masing karena biayanya bisa disesuaikan atau cukup terjangkau jika membuat dengan standar yang lebih kecil.

Namun, jika wilayahnya sudah terbentuk IPAL, yang diperlukan hanya sebuah jaringan pipa untuk menyalurkan air tersebut ke rumah masing-masing.
 
Aktis Sumarto mengawasi IPAL yang terpasang di kawasan Kebraon Indah Permai, Surabaya, beberapa waktu lalu. (ANTARA/Naufal Ammar Imaduddin)

Cinta lingkungan

Berawal dari kecintaannya dengan lingkungan, Aktis, bapak beranak tiga, itu mengawalinya dengan belajar secara autodidak untuk mengelola air selokan menjadi lebih berguna.

Semua yang dipelajarinya tidak lebih karena rasa sukanya untuk memanfaatkan apa yang telah disediakan oleh Sang Pencipta, tanpa harus merusak lingkungan.

Apa yang ada di dunia ini, terutama di Bumi Pertiwi, memiliki apapun yang dibutuhkan manusia, termasuk air yang melimpah.

Meskipun tidak menempuh pendidikan tinggi, hanya lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA), rasa keingintahuan Aktis untuk mempelajari alam sangat tinggi.

Aktis muda, saat masih di Lamongan, membaca buku biologi yang sering dipelajari dan selalu diimplementasikannya di lingkungan sekitar.

Tidak hanya buku pelajaran, majalah hingga artikel yang berkaitan dengan lingkungan selalu dia baca hingga berjam-jam tanpa mengenal lelah.

Didukung lingkungan pedesaan yang masih banyak persawahan serta lingkungan asri, Aktis juga belajar dari pengalaman di lapangan.

Pada 1986, Aktis memutuskan hijrah ke Surabaya untuk memperkuat keilmuannya dan mendapatkan pendapatan yang lebih baik lagi.

Dampaknya, Aktis bisa belajar dari jurnal penelitian hingga media sosial seperti Youtube yang menjadi santapannya sehari-hari untuk mengenyangkan rasa keingintahuannya.

Bahkan, Aktis sampai membeli mikroskop digital melalui toko daring untuk mengamati bakteri.

Aktis mengaku, tidak perlu membeli mikroskop yang mahal untuk dapat mempelajari sifat bakteri.

Pria yang memiliki hobi membuat bonsai itu, pada akhirnya, mengaku jatuh cinta dengan bakteri-bakteri yang digunakannya untuk menjernihkan air selokan.

Jika sudah mengamati bakteri, Aktis bisa menghabiskan waktu hingga berjam-jam, sampai lupa untuk makan.

Dengan melihat bakteri yang diciptakan oleh Sang Khalik itu, membuatnya merasa kecil dan harus terus berusaha untuk lebih baik lagi.

Oleh karena itu, Aktis bersyukur dan berterima kasih atas apa yang telah dilakukan oleh bakteri-bakteri tersebut.

Menurut Aktis, mempelajari lingkungan hidup dapat memberikan pengetahuan tentang lingkungan dan komponen-komponennya, serta pentingnya menjaga serta melestarikannya.

Selain itu, mempelajari lingkungan hidup juga dapat membangun karakter diri untuk dapat menghargai apa yang sudah diberikan Sang Pencipta.

Tak hanya itu, bisa juga menanamkan rasa tanggung jawab, kesadaran diri, dan kepekaan manusia terhadap makhluk hidup dan lingkungan sekitar.

Aktis juga menganggap, dari "sinau" juga bisa meningkatkan kesadaran individu terhadap isu-isu lingkungan, seperti perubahan iklim, keanekaragaman hayati, dan masalah polusi.

Seringkali dirinya menjadi informan warga atau mahasiswa terkait pengelolaan air, tanaman, hingga perikanan.

Selain itu, petani dari kampung halamannya di Lamongan, pada akhirnya meniru inovasinya agar tidak menyia-nyiakan air untuk pengairan sawahnya.

Bisa dikatakan, Aktis sudah menjadi "influencer" bagi masyarakat sekitarnya melalui lingkungan, khususnya pemanfaatan air.

"Saya sampai saat ini masih belajar, karena alam ini sangatlah luas dan selalu berkembang," katanya.

Aktis bersyukur, apa yang sudah dilakukannya bisa bermanfaat bagi dirinya, bahkan masyarakat luas hingga ke generasi-generasi berikutnya.

Harapannya jika semua orang dapat memanfaatkan apa yang ada di alam ini, maka akan muncul kemandirian untuk ketahanan pangan, bahkan bisa menjadikan lingkungan sehat.

Pewarta: Naufal Ammar Imaduddin

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024