Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan Isra Mikraj memiliki nilai inklusif bagi kehidupan kemanusiaan dan semesta yang terjabarkan dalam tiga makna.
Haedar menjelaskan makna pertama, makna kekuasaan. Isra Mikraj Nabi Muhammad dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa dan ke Sidratul Muntaha mengandung pesan bahwa di atas pencapaian ketinggian ilmu manusia masih ada kekuatan ilahiyah.
"Isra Mikraj menunjukkan di balik kekuasaan manusia yang bersifat duniawi ada kekuasaan Allah, kekuasaan Tuhan yang bersifat ruhaniyah-ilahiyah atau divine power atau kekuasaan yang sakral," ujar Haedar dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Haedar menerangkan siapapun itu, baik manusia, sekelompok manusia, organisasi bahkan negara, lebih jauh lagi antarnegara yang memiliki kekuasaan duniawi.
Manusia, kata dia, seyogyanya dengan kekuatan yang dimiliki tetap rendah hati, tidak menyalahgunakan. Perang, penistaan, kezaliman dan segala kesewenangan terjadi karena ada kekuasaan manusia lepas dari kekuasaan ketuhanan.
Baca juga: Khofifah: Isra Mikraj momentum wujudkan Pemilu damai dan kondusif
Kedua, diwajibkannya ibadah shalat bagi Muslim dalam peristiwa Isra Mikraj. Menurut Haedar, ibadah shalat memiliki dua dimensi pesan, yakni hubungan manusia dengan Tuhan (habluminallah) dan manusia dengan manusia lainnya (habluminannas).
"Shalat dan ibadah dalam Islam punya dimensi habluminannas, memberi hubungan yang baik, damai dan manfaat bagi kehidupan. Sehingga, semakin banyak yang beribadah dengan baik semakin baik kehidupan antarmanusia, baik dengan lingkungan dan alam," kata Haedar.
Haedar turut mengajak umat menjadikan Isra Mikraj dengan buah dari shalat membangun relasi kemanusiaan semakin baik, tapi juga relasi ketuhanan yang semakin dekat. Sehingga manusia semakin damai dengan langit dan semakin damai dengan bumi.
"Artinya, bangun kehidupan yang lebih baik, adil, damai, tenteram, aman, makmur serta hidup maju bersama, sehingga kehidupan menjadi penuh makna," kata Haedar.
Ketiga, dijalankannya dua risalah nabi setelah Isra Mikraj. Dua risalah itu menyempurnakan akhlak beserta risalah Islam sebagai rahmat bagi semesta alam. Dua risalah ini mengandung makna Islam yang membangun peradaban sekaligus keadaban.
Ia berpesan kepada umat dan pimpinan umat untuk meneladani Nabi dalam segala aspek kehidupan. Termasuk dalam berdakwah secara hikmah dan uswah hasanah disertai amaliah nyata yang mencerdaskan dan mencerahkan akal budi dan akhlak utama.
"Jauhi hal-hal yang meresahkan, menebar kebencian, amarah, dan membawa perpecahan. Berbangsa pun mesti menebar kebaikan dan mencegah keburukan dengan cara-cara dakwah yang baik untuk menunjukkan teladan utama," kata Haedar.
Jika berjuang menegakkan etika, kata Haedar, tampilkan dengan etika yang luhur. Agenda utama umat Islam Indonesia sebagai mayoritas justru dalam menampilkan akhlak mulia disertai keteladanan serta maju dalam berbagai aspek kehidupan sebagai Khaira Ummah.
Maka itu, ia mengajak para tokoh dan organisasi keagamaan harus membawa Islam betul-betul jadi rahmat semesta, bukan hanya retorika dan ujaran, tapi dalam tindakan dan keteladanan. Umat beragama, tokoh agama dan organisasi-organisasi keagamaan harus bisa menunjukkan.
"Sebagaimana Nabi Muhammad dengan uswah hasanah bahwa pilihan tentang kebenaran, tentang kebaikan dan tentang kepatutan hidup itu harus menjadi pancaran keberagamaan kita," kata Haedar.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024
Haedar menjelaskan makna pertama, makna kekuasaan. Isra Mikraj Nabi Muhammad dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa dan ke Sidratul Muntaha mengandung pesan bahwa di atas pencapaian ketinggian ilmu manusia masih ada kekuatan ilahiyah.
"Isra Mikraj menunjukkan di balik kekuasaan manusia yang bersifat duniawi ada kekuasaan Allah, kekuasaan Tuhan yang bersifat ruhaniyah-ilahiyah atau divine power atau kekuasaan yang sakral," ujar Haedar dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Haedar menerangkan siapapun itu, baik manusia, sekelompok manusia, organisasi bahkan negara, lebih jauh lagi antarnegara yang memiliki kekuasaan duniawi.
Manusia, kata dia, seyogyanya dengan kekuatan yang dimiliki tetap rendah hati, tidak menyalahgunakan. Perang, penistaan, kezaliman dan segala kesewenangan terjadi karena ada kekuasaan manusia lepas dari kekuasaan ketuhanan.
Baca juga: Khofifah: Isra Mikraj momentum wujudkan Pemilu damai dan kondusif
Kedua, diwajibkannya ibadah shalat bagi Muslim dalam peristiwa Isra Mikraj. Menurut Haedar, ibadah shalat memiliki dua dimensi pesan, yakni hubungan manusia dengan Tuhan (habluminallah) dan manusia dengan manusia lainnya (habluminannas).
"Shalat dan ibadah dalam Islam punya dimensi habluminannas, memberi hubungan yang baik, damai dan manfaat bagi kehidupan. Sehingga, semakin banyak yang beribadah dengan baik semakin baik kehidupan antarmanusia, baik dengan lingkungan dan alam," kata Haedar.
Haedar turut mengajak umat menjadikan Isra Mikraj dengan buah dari shalat membangun relasi kemanusiaan semakin baik, tapi juga relasi ketuhanan yang semakin dekat. Sehingga manusia semakin damai dengan langit dan semakin damai dengan bumi.
"Artinya, bangun kehidupan yang lebih baik, adil, damai, tenteram, aman, makmur serta hidup maju bersama, sehingga kehidupan menjadi penuh makna," kata Haedar.
Ketiga, dijalankannya dua risalah nabi setelah Isra Mikraj. Dua risalah itu menyempurnakan akhlak beserta risalah Islam sebagai rahmat bagi semesta alam. Dua risalah ini mengandung makna Islam yang membangun peradaban sekaligus keadaban.
Ia berpesan kepada umat dan pimpinan umat untuk meneladani Nabi dalam segala aspek kehidupan. Termasuk dalam berdakwah secara hikmah dan uswah hasanah disertai amaliah nyata yang mencerdaskan dan mencerahkan akal budi dan akhlak utama.
"Jauhi hal-hal yang meresahkan, menebar kebencian, amarah, dan membawa perpecahan. Berbangsa pun mesti menebar kebaikan dan mencegah keburukan dengan cara-cara dakwah yang baik untuk menunjukkan teladan utama," kata Haedar.
Jika berjuang menegakkan etika, kata Haedar, tampilkan dengan etika yang luhur. Agenda utama umat Islam Indonesia sebagai mayoritas justru dalam menampilkan akhlak mulia disertai keteladanan serta maju dalam berbagai aspek kehidupan sebagai Khaira Ummah.
Maka itu, ia mengajak para tokoh dan organisasi keagamaan harus membawa Islam betul-betul jadi rahmat semesta, bukan hanya retorika dan ujaran, tapi dalam tindakan dan keteladanan. Umat beragama, tokoh agama dan organisasi-organisasi keagamaan harus bisa menunjukkan.
"Sebagaimana Nabi Muhammad dengan uswah hasanah bahwa pilihan tentang kebenaran, tentang kebaikan dan tentang kepatutan hidup itu harus menjadi pancaran keberagamaan kita," kata Haedar.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024