Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Trenggalek mengajak semua elemen masyarakat untuk siaga bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dengan tidak melakukan aktivitas yang memicu munculnya biang api di semak-semak dalam kawasan hutan maupun sekitar lahan kering.
"Ayo semua harus siaga ancaman karhutla," kata Kepala BPBD Trenggalek Triadi Atmono di Trenggalek, Selasa.
Seruan itu digaungkan BPBD seiring rilis BMKG yang menyatakan bahwa Kabupaten Trenggalek masuk kelompok daerah berstatus "awas" bencaa karhutla.
Ia mengatakan untuk mewujudkan kesiapsiagaan itu dapat dilakukan dengan mencegah hal-hal yang dapat memicu terjadinya kebakaran.
Misalnya, kata dia, tidak melakukan aktivitas yang menyebabkan kebakaran, atau istilah masyarakat setempat disebut "obong-obong ngawur".
"Seperti tidak membuang puntung rokok sembarangan, apalagi di area hutan. Kemudian membuang bahan-bahan yang mudah terbakar dan lain sebagainya. Termasuk memastikan api unggun atau pembakaran sampah hingga benar-benar padam," ucapnya.
Di Trenggalek, lanjut dia, rata-rata pemicu kebakaran disebabkan oleh ulah atau kelalaian manusia. Mulai dari pembukaan lahan dengan cara dibakar hingga membakar sampah yang tidak terpantau sehingga merembet ke area hutan.
"Pemicunya kebakaran banyak. Ada faktor alamiah seperti gesekan antara ranting dan cabang yang dominan terjadi di hutan-hutan yang sangat kering. Kemudian kesengajaan ataupun kelalaian manusia," ujarnya.
Menurut dia, di Trenggalek bencana karhutla bukan pertama kalinya terjadi. Misalnya pada 8 September 2023 terjadi Karhutla di Gunung Kendil.
Namun peristiwa itu tidak sampai meluas ke area permukiman warga lantaran dapat segera dipadamkan petugas.
Berkaca dari peristiwa itu, pihaknya lebih getol melakukan antisipasi secara pentahelix di daerah berjuluk "Bumi Menak Sopal" itu.
"Seperti misalnya kita pasang rambu-rambu rawan karhutla terutama bersama Perhutani, karena kawasan hutannya 45 persen lebih adalah kawasan Perhutani," katanya.
Selain itu, pihaknya juga melakukan penyuluhan kepada warga untuk melakukan pembukaan lahan dengan cara membakarnya.
Ia menegaskan bahwa ada sanksi pidana penjara maupun denda berat merujuk pasal 108 Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yaitu minimal penjara 3 tahun dan maksimal 10 tahun serta sanksi denda Rp3 miliar dan maksimal Rp10 miliar.
"Jadi kepada masyarakat kami imbau untuk lebih berhati-hati saat beraktivitas yang berpotensi memicu terjadinya kebakaran," tutur Triadi.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023
"Ayo semua harus siaga ancaman karhutla," kata Kepala BPBD Trenggalek Triadi Atmono di Trenggalek, Selasa.
Seruan itu digaungkan BPBD seiring rilis BMKG yang menyatakan bahwa Kabupaten Trenggalek masuk kelompok daerah berstatus "awas" bencaa karhutla.
Ia mengatakan untuk mewujudkan kesiapsiagaan itu dapat dilakukan dengan mencegah hal-hal yang dapat memicu terjadinya kebakaran.
Misalnya, kata dia, tidak melakukan aktivitas yang menyebabkan kebakaran, atau istilah masyarakat setempat disebut "obong-obong ngawur".
"Seperti tidak membuang puntung rokok sembarangan, apalagi di area hutan. Kemudian membuang bahan-bahan yang mudah terbakar dan lain sebagainya. Termasuk memastikan api unggun atau pembakaran sampah hingga benar-benar padam," ucapnya.
Di Trenggalek, lanjut dia, rata-rata pemicu kebakaran disebabkan oleh ulah atau kelalaian manusia. Mulai dari pembukaan lahan dengan cara dibakar hingga membakar sampah yang tidak terpantau sehingga merembet ke area hutan.
"Pemicunya kebakaran banyak. Ada faktor alamiah seperti gesekan antara ranting dan cabang yang dominan terjadi di hutan-hutan yang sangat kering. Kemudian kesengajaan ataupun kelalaian manusia," ujarnya.
Menurut dia, di Trenggalek bencana karhutla bukan pertama kalinya terjadi. Misalnya pada 8 September 2023 terjadi Karhutla di Gunung Kendil.
Namun peristiwa itu tidak sampai meluas ke area permukiman warga lantaran dapat segera dipadamkan petugas.
Berkaca dari peristiwa itu, pihaknya lebih getol melakukan antisipasi secara pentahelix di daerah berjuluk "Bumi Menak Sopal" itu.
"Seperti misalnya kita pasang rambu-rambu rawan karhutla terutama bersama Perhutani, karena kawasan hutannya 45 persen lebih adalah kawasan Perhutani," katanya.
Selain itu, pihaknya juga melakukan penyuluhan kepada warga untuk melakukan pembukaan lahan dengan cara membakarnya.
Ia menegaskan bahwa ada sanksi pidana penjara maupun denda berat merujuk pasal 108 Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yaitu minimal penjara 3 tahun dan maksimal 10 tahun serta sanksi denda Rp3 miliar dan maksimal Rp10 miliar.
"Jadi kepada masyarakat kami imbau untuk lebih berhati-hati saat beraktivitas yang berpotensi memicu terjadinya kebakaran," tutur Triadi.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023