Sebuah rumah sederhana tanpa halaman di Gang Pandean IV No. 40, Peneleh, Surabaya, baru saja selesai direnovasi oleh Pemerintah Kota Surabaya pada tahun 2023 ini. Rumah tersebut tidak terlalu besar, terdiri atas ruang tamu, ruang makan, dua kamar tidur, serta dapur.
Bangunan yang dibeli oleh Pemerintah Kota Surabaya tersebut adalah rumah yang dinyatakan sebagai tempat lahir Soekarno atau Bung Karno, Presiden pertama Republik Indonesia, pada 1 Juni 1901 atau 122 tahun yang lalu.
Oleh Pemkot Surabaya, rumah tersebut dinyatakan sebagai bangunan cagar budaya. Penetapannya berdasarkan Surat Keputusan Walikota Surabaya Nomor 188.45/321/436.1.2/2013.
Saat penulis berkunjung ke rumah tempat kelahiran Bung Karno itu, beberapa waktu yang lalu, saat memasuki ruang tamu, di dinding tertulis sebuah pernyataan Bung Karno, "Saya dilahirkan di Surabaya, jadi saya arek Suroboyo".
Tulisan Bung Karno tersebut diambil dari pernyataannya saat menghadiri penerimaan gelar honoris causa (HC) ke-25 untuk di dirinya pada tahun 1964 di Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung. Dalam pidatonya, ia meminta melakukan koreksi mengenai asal-usul tempat kelahirannya, bukan di Kota Blitar, melainkan di Kota Surabaya.
"Satu koreksi kecil kepada rektor yang ditulis dalam piagam yang dibacakan oleh Bung Karno adalah ia mengatakan, ‘Saya dilahirkan tanggal 6 Juni 1901 di Blitar, itu salah. Saya dilahirkan di Surabaya, jadi saya arek Suroboyo’," ungkap Bung Karno.
Dari pernyataan Bung Karno pada tahun 1964 tersebut, tampak bahwa polemik kesalahpahaman dalam catatan historis tempat kelahiran Sang Proklamator sudah terjadi sejak lama. Banyak yang mengira bahwa Sang Proklamator itu lahir di Kota Blitar, tempat kediaman orang tuanya.
Baca juga: Bulan Bung Karno, PDIP gencarkan pendirian posko "Ganjar Presiden" di Surabaya
Padahal menurut beberapa keterangan, tempat kelahiran Bung Karno yang sebenarnya adalah di Kota Surabaya. Selain pernyataan Bung Karno saat menghadiri penerimaan gelar HC di Unpad Bandung tahun 1964, keterangan lain terdapat pada surat keterangan penerimaan mahasiswa di Technische Hogeschool (TH) atau sekarang dikenal sebagai Institut Teknologi Bandung (ITB).
Dalam buku induk mahasiswa TH yang dibuat sejak tempat itu berdiri pada 1920 hingga Jepang belum menduduki Indonesia, Soekarno menempati nomor urut 55 dan masuk ke TH Bandung pada 1921 atau satu tahun setelah TH berdiri.
Pada catatan tersebut, tertulis Soekarno lahir tahun 1902 pada 6 Juni. Mengapa tahun kelahirannya 1902, bukan 1901? Tahun 1902 itu dimungkinkan karena usianya dimudakan saat masuk perguruan tinggi.
Pada buku induk mahasiswa, Soekarno juga menyebutkan nama ayahnya, Raden Sosrodihardjo, yang berprofesi sebagai seorang guru (onderwijzer) di Blitar dan tertera nama ibunya, Ida Nyomanaka.
Informasi lain bahwa Bung Karno lahir di Surabaya juga terungkap dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia yang ditulis Cindy Adams.
Bung Karno bercerita mengenai orang tuanya, Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai. Pernikahan orang tuanya, menurut Bung Karno, begitu pelik karena perbedaan agama. Apalagi, ibunya merupakan kerabat Raja Singaraja, meskipun sang ayah merupakan keturunan Sultan Kediri.
"Bapak seorang Islam theosof dan ibu seorang Bali Hindu-Buddha." Untuk menikah secara Islam, mereka kemudian harus pergi dari Singaraja. Setelah menikah, orang tua Bung Karno pun meninggalkan Bali, saat itulah Bung Karno dilahirkan.
"Karena Bapak merasa tidak disukai orang di Bali, ia kemudian mengajukan permohonan kepada Departemen Pengajaran untuk dipindahkan ke Jawa. Bapak dikirim ke Surabaya dan di sanalah Putra Sang Fajar dilahirkan," ucap Bung Karno.
Lalu mengapa kekeliruan mengenai tempat kelahiran proklamator yang memiliki nama lahir Koesno Sosrodihardjo tersebut masih terjadi, meski Bung Karno sendiri telah memberikan klarifikasi?
Menurut sejarawan Peter Kasenda, Orde Baru sengaja mengaburkan sejarah Soekarno demi kepentingan politik.
"Bung Karno jelas lahir di Surabaya, sesuai dengan pengetahuan sejarah saya. Keterangan tempat lahir Bung Karno di Blitar dipublikasikan di zaman Orde Baru. Ini bentuk pengaburan sejarah yang berbau politik," tutur Peter Kasenda, dikutip dari Harian Kompas pada 2 Juni 2015.
Kemudian, seperti dikutip dari Kompas.com (6/6/2022), peneliti lembaga Institut Soekarno, Peter A. Rohi, menduga ada kesalahan yang disengaja dalam penerjemahan biografi Soekarno yang ditulis oleh Cindy Adams, sehingga kelahirannya di Blitar. Padahal, menurut Rohi, berbagai referensi yang terbit sebelum 1966 menyebut kelahiran Soekarno di Surabaya. "Buku itu diterjemahkan oleh Tim Penulis Sejarah dari ABRI (TNI) dengan menyebutkan Bung Karno lahir di Blitar," kata Peter A. Rohi.
Oleh karena itu, sejalan dengan momentum hari kelahiran ke-122 Bung Karno pada 6 Juni 2023, kita harus terus menyuarakan bahwa beliau dilahirkan di Surabaya.
Surabaya bukan hanya tempat kelahiran Bung Karno, melainkan juga terdapat kisah panjang sejak bersekolah di Hoogere Burgerschool (HBS) atau sekolah menengah umum. Di Surabaya, Bung Karno juga berguru kepada H. Oemar Said Tjokroaminoto dan bertemu berbagai kalangan dan pemuda dengan beragam ideologi.
Surabaya dan Bung Karno, yang dilahirkan di Jalan Pandean IV No. 40, ini merupakan fakta sejarah yang harus diketahui masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda sehingga kita melek terhadap sejarah sang penggagas dasar negara Pancasila dan visi nasionalismenya untuk menguatkan kebangsaan Indonesia.
Aris Heru Utomo menjabat Direktur Pengkajian Materi Pembinaan Ideologi Pancasila BPIP.
Editor: Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023
Bangunan yang dibeli oleh Pemerintah Kota Surabaya tersebut adalah rumah yang dinyatakan sebagai tempat lahir Soekarno atau Bung Karno, Presiden pertama Republik Indonesia, pada 1 Juni 1901 atau 122 tahun yang lalu.
Oleh Pemkot Surabaya, rumah tersebut dinyatakan sebagai bangunan cagar budaya. Penetapannya berdasarkan Surat Keputusan Walikota Surabaya Nomor 188.45/321/436.1.2/2013.
Saat penulis berkunjung ke rumah tempat kelahiran Bung Karno itu, beberapa waktu yang lalu, saat memasuki ruang tamu, di dinding tertulis sebuah pernyataan Bung Karno, "Saya dilahirkan di Surabaya, jadi saya arek Suroboyo".
Tulisan Bung Karno tersebut diambil dari pernyataannya saat menghadiri penerimaan gelar honoris causa (HC) ke-25 untuk di dirinya pada tahun 1964 di Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung. Dalam pidatonya, ia meminta melakukan koreksi mengenai asal-usul tempat kelahirannya, bukan di Kota Blitar, melainkan di Kota Surabaya.
"Satu koreksi kecil kepada rektor yang ditulis dalam piagam yang dibacakan oleh Bung Karno adalah ia mengatakan, ‘Saya dilahirkan tanggal 6 Juni 1901 di Blitar, itu salah. Saya dilahirkan di Surabaya, jadi saya arek Suroboyo’," ungkap Bung Karno.
Dari pernyataan Bung Karno pada tahun 1964 tersebut, tampak bahwa polemik kesalahpahaman dalam catatan historis tempat kelahiran Sang Proklamator sudah terjadi sejak lama. Banyak yang mengira bahwa Sang Proklamator itu lahir di Kota Blitar, tempat kediaman orang tuanya.
Baca juga: Bulan Bung Karno, PDIP gencarkan pendirian posko "Ganjar Presiden" di Surabaya
Padahal menurut beberapa keterangan, tempat kelahiran Bung Karno yang sebenarnya adalah di Kota Surabaya. Selain pernyataan Bung Karno saat menghadiri penerimaan gelar HC di Unpad Bandung tahun 1964, keterangan lain terdapat pada surat keterangan penerimaan mahasiswa di Technische Hogeschool (TH) atau sekarang dikenal sebagai Institut Teknologi Bandung (ITB).
Dalam buku induk mahasiswa TH yang dibuat sejak tempat itu berdiri pada 1920 hingga Jepang belum menduduki Indonesia, Soekarno menempati nomor urut 55 dan masuk ke TH Bandung pada 1921 atau satu tahun setelah TH berdiri.
Pada catatan tersebut, tertulis Soekarno lahir tahun 1902 pada 6 Juni. Mengapa tahun kelahirannya 1902, bukan 1901? Tahun 1902 itu dimungkinkan karena usianya dimudakan saat masuk perguruan tinggi.
Pada buku induk mahasiswa, Soekarno juga menyebutkan nama ayahnya, Raden Sosrodihardjo, yang berprofesi sebagai seorang guru (onderwijzer) di Blitar dan tertera nama ibunya, Ida Nyomanaka.
Informasi lain bahwa Bung Karno lahir di Surabaya juga terungkap dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia yang ditulis Cindy Adams.
Bung Karno bercerita mengenai orang tuanya, Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai. Pernikahan orang tuanya, menurut Bung Karno, begitu pelik karena perbedaan agama. Apalagi, ibunya merupakan kerabat Raja Singaraja, meskipun sang ayah merupakan keturunan Sultan Kediri.
"Bapak seorang Islam theosof dan ibu seorang Bali Hindu-Buddha." Untuk menikah secara Islam, mereka kemudian harus pergi dari Singaraja. Setelah menikah, orang tua Bung Karno pun meninggalkan Bali, saat itulah Bung Karno dilahirkan.
"Karena Bapak merasa tidak disukai orang di Bali, ia kemudian mengajukan permohonan kepada Departemen Pengajaran untuk dipindahkan ke Jawa. Bapak dikirim ke Surabaya dan di sanalah Putra Sang Fajar dilahirkan," ucap Bung Karno.
Lalu mengapa kekeliruan mengenai tempat kelahiran proklamator yang memiliki nama lahir Koesno Sosrodihardjo tersebut masih terjadi, meski Bung Karno sendiri telah memberikan klarifikasi?
Menurut sejarawan Peter Kasenda, Orde Baru sengaja mengaburkan sejarah Soekarno demi kepentingan politik.
"Bung Karno jelas lahir di Surabaya, sesuai dengan pengetahuan sejarah saya. Keterangan tempat lahir Bung Karno di Blitar dipublikasikan di zaman Orde Baru. Ini bentuk pengaburan sejarah yang berbau politik," tutur Peter Kasenda, dikutip dari Harian Kompas pada 2 Juni 2015.
Kemudian, seperti dikutip dari Kompas.com (6/6/2022), peneliti lembaga Institut Soekarno, Peter A. Rohi, menduga ada kesalahan yang disengaja dalam penerjemahan biografi Soekarno yang ditulis oleh Cindy Adams, sehingga kelahirannya di Blitar. Padahal, menurut Rohi, berbagai referensi yang terbit sebelum 1966 menyebut kelahiran Soekarno di Surabaya. "Buku itu diterjemahkan oleh Tim Penulis Sejarah dari ABRI (TNI) dengan menyebutkan Bung Karno lahir di Blitar," kata Peter A. Rohi.
Oleh karena itu, sejalan dengan momentum hari kelahiran ke-122 Bung Karno pada 6 Juni 2023, kita harus terus menyuarakan bahwa beliau dilahirkan di Surabaya.
Surabaya bukan hanya tempat kelahiran Bung Karno, melainkan juga terdapat kisah panjang sejak bersekolah di Hoogere Burgerschool (HBS) atau sekolah menengah umum. Di Surabaya, Bung Karno juga berguru kepada H. Oemar Said Tjokroaminoto dan bertemu berbagai kalangan dan pemuda dengan beragam ideologi.
Surabaya dan Bung Karno, yang dilahirkan di Jalan Pandean IV No. 40, ini merupakan fakta sejarah yang harus diketahui masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda sehingga kita melek terhadap sejarah sang penggagas dasar negara Pancasila dan visi nasionalismenya untuk menguatkan kebangsaan Indonesia.
Aris Heru Utomo menjabat Direktur Pengkajian Materi Pembinaan Ideologi Pancasila BPIP.
Editor: Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023