Lebih dari sepekan telah berlalu, namun tragedi sepak bola di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, pada 1 Oktober 2022, maasih menjadi perbincangan.

Duka dan kepedihan akibat tragedi tersebut tak hanya dirasakan oleh masyarakat di Indonesia. Badan sepak bola Eropa (UEFA), bahkan mendahului sejumlah pertandingan sepak bola dengan mengheningkan cipta demi mengenang korban Tragedi Kanjuruhan, sekaligus menunjukkan solidaritas kepada Indonesia dan masyarakat sepak bola Tanah Air.

Gestur UEFA merupakan sebuah signal bahwa tragedi Kanjuruhan telah menjadi perhatian dunia, bukan hanya para orang tua yang kehilangan putra-putrinya di tengah kejadian tersebut.

Ungkapan “Tidak ada sepak bola seharga nyawa manusia” meramaikan jagat media sosial, diikuti dengan harapan agar Tragedi Kanjuruhan menjadi duka terakhir dari dunia sepak bola.

Selaras dengan harapan tersebut, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, yang juga merupakan Ketua Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan, mengatakan pihaknya sedang mencari akar masalah dari kerusuhan yang terjadi.

Temuan-temuan tersebut akan menjadi bahan evaluasi dan disampaikan kepada Presiden, yang kemudian akan ditindaklanjuti dengan perbaikan-perbaikan guna mencegah terulangnya tragedi kemanusiaan ini.

Yang menjadi perhatian adalah perbaikan regulasi, keamanan, penyelenggara dan infrastruktur.

Regulasi dan keamanan

Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan tidak hanya mencari persoalan di Kanjuruhan, tetapi juga menggunakan momentum ini untuk melakukan perubahan secara struktural di seluruh Indonesia.

Yang harapkan dari perubahan struktural tersebut adalah terciptanya peradaban sepak bola yang lebih baik, yang dapat memajukan sepak bola nasional tanpa adanya kejadian-kejadian yang merenggut jiwa manusia.

Sebagai tindak lanjut atas perintah Presiden Republik Indonesia Joko Widodo agar kejadian serupa tidak terulang, TGIPF telah mempelajari regulasi FIFA yang barangkali harus menjadi objek perubahan.

Salah satunya adalah keberadaan polisi di wilayah sekitar lapangan pertandingan ketika melakukan pengamanan. Sejumlah aparat memang berupaya menghalau suporter yang berlari ke tengah lapangan dalam Tragedi Kanjuruhan.

Tindakan tersebut memberikan kesan bahwa aparat merasa lapangan tengah merupakan milik mereka. Padahal, dalam ketentuan FIFA, apabila terjadi keributan, orang-orang tidak disarankan untuk keluar dari gedung, tetapi berpindah ke tengah lapangan.

Dikutip dari aturan FIFA, jumlah polisi yang berada di sekitar lapangan sebaiknya seminimal mungkin, serta tidak menggunakan atribut yang agresif, dalam hal ini helm, pelindung wajah, serta tameng, kecuali dibutuhkan, tergantung dengan situasi massa di lapangan. Polisi pun seharusnya tidak berada di titik-titik yang mudah terlihat.

Untuk menjadi bagian dari persepakbolaan internasional, peraturan FIFA harus lebih diutamakan. Oleh karena itu, akan dilakukan langkah-langkah kolaborasi antara FIFA, Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC), dan pemerintah Indonesia untuk membangun standar keamanan stadion di seluruh Indonesia.

Kemudian, ketiga pihak tersebut juga akan memformulasikan standar protokol dan prosedur pengamanan yang dilakukan oleh pihak kepolisian berdasarkan standar keamanan internasional.


Manajemen dan infrastruktur

Permasalahan lain yang disorot tim TGIPF adalah manajemen pertandingan oleh pihak penyelenggara serta kondisi infrastruktur dari stadion tempat pertandingan berlangsung.

Menelisik dari Tragedi Kanjuruhan, ada masalah pada penjualan tiket online yang tidak berhasil. Terdapat sejumlah pihak yang memiliki kepentingan, sehingga penjualan tiket secara online tak berhasil dijalankan.

Kalau tiket online berhasil dijalankan, maka dipastikan di setiap acara akan ada data siapa saja yang berada di dalamnya. Selain itu, penjualan tiket secara online juga memudahkan pihak penyelenggara untuk mengendalikan jumlah suporter yang hadir secara langsung di dalam stadion.

Di sisi lain, penting juga untuk meninjau kesiapan infrastruktur dari stadion untuk menyelenggarakan pertandingan sepak bola.

Guna mencegah terulangnya Tragedi Kanjuruhan di mana pun pertandingan berlangsung, Presiden telah memerintahkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk melakukan audit stadion di seluruh Indonesia.

Adapun cara-cara modern FIFA yang dapat diimplementasikan di Indonesia adalah perubahan tempat duduk menjadi single seat atau kursi tunggal dengan nomor. Apabila menggunakan sistem tersebut, penonton yang ingin menyaksikan secara langsung di stadion harus menunjukkan nomor tempat duduk.

Dengan demikian, situasi dapat menjadi lebih tertib dengan kapasitas yang lebih terkendali.


Menggalakkan sosialisasi

Ketidaktahuan dapat berujung pada petaka. Ungkapan ini memiliki keterkaitan yang erat dengan pengetahuan petugas keamanan mengenai penggunaan gas air mata di tengah stadion.

Peraturan FIFA terkait dengan penggunaan gas air mata tidaklah diketahui oleh aparat kepolisian secara umum.

Tentu, hal Ini sangat disayangkan karena personel Polri tidak tahu.

Terkait dengan Kabag Ops Polres Malang Kompol WSS yang mengetahui adanya aturan FIFA tentang pelarangan penggunaan gas air mata, seharusnya WSS menyampaikan hal itu pada saat perencanaan pengamanan.

Temuan-temuan ini harus menjadi evaluasi bagi para personel kepolisian dalam bertindak ke depannya.

Selain menggalakkan sosialisasi mengenai regulasi kepada para personel kepolisian, masyarakat umum pun penting untuk mengetahui prosedur keamanan ketika terjadi peristiwa yang tidak diinginkan di dalam stadion.

Belajar dari suatu tragedi merupakan sebuah pelajaran yang mahal, terlebih ketika ratusan korban jiwa mengiringi peristiwa tersebut.

Gerak cepat dan tegas oleh TGIPF untuk membongkar akar permasalahan menunjukkan komitmen dari seluruh elemen bangsa, khususnya pemerintah, dalam mencegah terulangnya tragedi Kanjuruhan.

Harapannya, tidak ada lagi seorang ibu yang membenci sepak bola akibat kehilangan anaknya dalam sebuah tragedi dengan latar kejadian pertandingan sepak bola. (*)
 

Pewarta: Putu Indah Savitri

Editor : Abdullah Rifai


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022